Mohon tunggu...
Yusuf Sagoba
Yusuf Sagoba Mohon Tunggu... lainnya -

Direktur Karya Pemuda Palu (KPP)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kondisi Korban Pasca Bencana Gempa Sigi

8 September 2012   05:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentunya belum hilang dari ingatan kita, kejadian sehari sebelum Idul Fitri 1433 Hijriah, tepatnya pada, sabtu (18/8) pekan lalu, Kota Palu dan sekitarnya, dikejutkan dengan bencana gempa yang berkekuatan, 6,2 SR berpusat di Danau Lindu Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Sebanyak 4.757 jiwa, dan lima diantaranya meninggal dunia, warga yang menjadi korban, dari tiga Kecamatan yakni, Kecamatan Gumbasa, Kulawi dan Lindu, Kabupaten Sigi menjadi korban bencana gempa tersebut. Sejak kejadian itu, banyak masyarakat ikut berpartisipasi, menyalurkan bantuan untuk meringankan beban masyarakat setempat, sama halnya dengan beberapa langkah pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Sigi sendiri, serta Pemerintah Kota Palu yang turut membantu, duka mendalam yang dialami warga Sigi.

Bantuan demi bantuan, silih berganti berdatangan, dengan berbagai jenis barang dan peralatan yang harus disiapkan, untuk warga di tiga Kecamatan yang menjadi korban keganasan alam. Ironisnya bukan hanya bantuan barang yang datang di daerah itu, akan tetapi sepertinya sudah menjadi kebiasaan warga sekitar Kabupaten Sigi dan sekitarnya, menjadikan daerah bencana sebagai pusat rekreasi keluarga, bagaikan taman hiburan, yang kemudian menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka, untuk menjadi bahan pembicaraan pada warga sekitarnya.

Satu bulan lebih sudah, bencana gempa Kabupaten Sigi, sampai saat ini penanganan korban pasca bencana tersebut, masih terus dilakukan. Bantuan sosial pun tetap berdatangan, untuk membantu warga di tiga Kecamatan menjadi korban. Demikian dikatakan, Irwanto salah satu anggota Posko Induk bantuan korba bencana Kabupaten Sigi, jumat (6/9) di Desa Tuva Kecamatan Gumbasa.

Menurut dia, dalam penanganan korban bencana gempa tersebut, pihaknya bersama tim relawan lainnya, banyak mengalami rintagan dan tantangan, yang berkaitan dengan kesiapan barang, jalur ditempu saat pendistribusian bantuan, dan beberapa tantangan lainnya, seperti yang dialaminya beberapa minggu yang lalu, saat dirinya dikritik warga Desa Tuva, soal pendistribusian bantuan ke Desa lainnya. “Saya dan teman-teman lainnya, pernah didatangi sejumlah warga, mereka mempertanyakan pendistribusian bantuan itu ke Desa lain,” kata dia.

Dia juga menjelaskan, kalau warga Desa Tuva Kecamatan Gumbasa, berpendapat bahwa bantaun yang berada di posko induk itu, adalah bantaun yang diperuntukan bagi mereka semua, pada hal posko induk itu didirikan, saat sebelum ada jalan tembusan, ke Desa lainnya. Akan tetapi saat ini masyarakat, sudah mengerti dan memahami bawha posko yang didirikan di desa mereka adalah posko induk untu penampungan barang bantuan bagi warga lain selain mereka.

saat ini baru saja melakukan, pendistribusian tiga jenis bantuan ke Kecamatan Lindu yaitu beras tiga ton, tikar plastik sebanyak 29 lembar, dan 10 buah tenda pengungsian. NamunPendsitribusian bantuan ke Kecamatan Lindu, sudah menghabiskan biaya yang tidak sedikit, karena barang bantuan itu didistribusikan melalui jasa tukang ojek setempat, dengan biaya sebanyak Rp75 ribu hingga Rp150 ribu dalam satu kali antara, ungkapnya. “Lebih banyak biaya pendistribusiannya, dari pada nilai barang yang akan dibantukan,” jelasnya.

Dia juga menambahkan, bantuan yang datang dari para donatur baik pemerintah, maupun swasta didominasi barang mie instan, sementara warga setempat, memerlukan bantaun seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, dan tenda pengungsian serta yang lebih dibutuhkan dan tidak ada stoknya adalah susu ibu hamil dan susu bayi.

Hal itu dibenarkan, Kepala Puskesmas Kecamatan Kulawi, Yosephin Paelong. Sejak bencana gempa melanda tiga Kecamatan tersebut, yang hampur tidak ada jenis bantuannya adalah susu ibu hamil dan bayi, karena sebanyak 49 orang ibu hamil yang menjadi korban bencana gempa itu, khusus dilima Desa yaitu Desa Namo sebanyak 8 orang, Desa Boladangko 6 orang, Desa Bolapapu 8 orang, Desa Tangkulowi 10 orang dan Desa Salua 17 orang. “Diantaranya ada yang melahirkan di tenda pengunsian,” sebutnya.

Dia juga menjelaskan, kalau selama ini pihaknya, pernah dimintai data-data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulteng, dan juga dari pihak Kabupaten Sigi, akan tetapi sampai saat ini bantuan berupa susu ibu hamil dan bayi tersebut, belum juga datang. Sementara kondisi ibu hamil dan bahkan ada yang melahirkan tersebut, sungguh memprihatinkan, karena mereka hanya makan, seadanya dari bantuan mie instan.

Sementara seharusnya yang idelanya, ibu hamil setelah melahirkan, harus lebih banyak menyerap makanan yang bergizi, agar kekuatannya setelah melahirkan kembali normal seperti biasanya, dan sama halnya dengan bayi mereka. Kondisi kesehatan bayi akan terganggu, jika makanan yang diserap tubuh ibunya, tidak mengandung gizi yang lebih, sehingga akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan bayi, dan bagi kesehatannya, ungkapnya.

Dia hanya mengharapkan, agar bantun bagi ibu hamil seperti susu dan makanan lainnya, dapat segera didistribusikan untuk memenuhi, tingkat keselamatan ibu dan hamil kedepan. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti perkembangan penyakit dan kematian.

Penyerahan Diri Warga Tuva

Warga Desa Tuva Kecamatan Gumbasa, saat ini banyak yang berserah diri pada, kekuasaan Tuhan YME, terkait dengan kondisi alam tempat mereka berpijak, yang kini masih sering mengalami guncangan gempa yang dimaksud. Tetapi tidak bagi sekelompok masyarakat Desa Tuva lainnya, yang berjumlah kurang lebih 20 KK mengungsikan diri mereka, ke lereng hingga puncang gunung Lalere yang berjak sekitar satu kilo meter lebih, dari Desa tersebut. Mereka mengungsikan diri sejak beredarkanya isu bahwa pada tanggal 16 nantinya pada bulan ini, akan terjadi lagi gempa yang lebih besar dan berkekuatan lebih dari sebelumnya.

Asri Mustakim (50) warga DesaTuva, yang baru turun dari lereng gurung Lalere, untuk meminta persiapan bantuan, mengatakan. Dirinya dan keluarganya, terpaksa harus mengungsi gunung, karena takut dengan ancaman bencana susulan seperti yang didengar dari orang-orang. “Saya dan keluarga sudah dua minggu mengungsikan diri ke puncak gunung Lalere,” kata dia.

Lain lagi dengan Hatija Calikoro (28) ibu dua anak, juga warga Desa Tuva, yang memilih tetap bertahan di Desa itu. Menurut dia, dengan bertahan di Desa lebih mudah mendapatkan bantuan penyelamatan, jika benar-benar terjadi bencana susulan seperti yang diisukan. “Kalau saya tidak masalah, tapi ibu saya kasian dia sudah tua, bagaimana kalau memang benar terjadi,” kata dia dengan nada sedih.

Nama ibu kandung dari Hatija Calikoro, Indo Tiha (68) hingga kini masih mengalami trauma, karena setiap mendengarkan isu gempa dan banjir dirinya gemetar dan ketakutan. Indo Tiha, kelahiran Kelurahan Duyu itu, enggan meninggalkan desa yang sudah menghidupinya selama 50 tahun.

Lain lagi dengan Ali Guva (38), juga warga Tuva, dia memanfaatkan situasi itu dengan berprofesi sebagai tukang ojek, dia mengaku setiap pendistribusian bantuan ke Kecamatan Lindu, dirinya mendapatkan keuntungan sebanyak Rp200 hingga Rp350 ribu. Bukan hanya sekedar mengantar bantuan, akan tetapi dirinya juga membeli ikan mujair dari danau lindu, untuk dijual di masyarakat berada di lemba Palu. “Saya kalau sudah turun, saya uang dari ojek, saya belikan ikan mujair, lumayan harganya disana, hanya tiga sampai empat ribu per enam ekornya,” katanya.

Dia juga mengaku, tidak layak mengambil ke untungan dalam situasi seperti itu, akan tetapi baginya, membawa bantuan dengan muatan lebih dari kapasitanya, dengan resiko tinggi, karena menempu jalur yang masih sangat rawan dengan kecelakaan, merupakan hal yang wajar-wajar saja.

Demikian reportase ini, yang menggambarkan kondisi terakhir, pasca gempa Kabupaten Sigi selama ini, warga ditiga Kecamatan, masih terus membutuhkan uluran tangan masyarakat dan khususnya pemerintah. Saat ini Sulteng harus bercermin dari bencana yang melanda daerahnya, karena satu bulan terakhir bencana silih berganti, yang terakhir bencana itu terjadi di Kabupaten Parigimautong, yang memutuskan jembatan didaerah itu dan Kota Palu yang juga menghanyutkan ratusan rumah. Ancaman akan bencana alam di Sulawesi Tengah, seakan menyampaikan pesan penting bagi masyarakat, utamanya bagi pemerintah di daerah ini, untuk selalu mengigatkan warganya selalu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan mereka.

Dengan mempersiapkan seluruh elemen terkait harus lebih intensif lagi melakukan sosialisasi dan pengenalan kepada masyarakat agar bisa menekan korban dalam setiap kali terjadinya bencana di Sulteng ini. Sebab soal bencana adalah tanggung jawab bersama instansi pemerintah yang ada baik daerah Kabupaten/Kota maupun Propinsi sendiri, lebih lagi yang berkaitan dengan kebencanaan seperti BPBD, Bakornas, Satganas dan beberapa lembaga resmi lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun