Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Pemilu Mas Romo 09: #PerahuRetak

25 Januari 2014   15:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di kota Gethuk Trio, yang kemudian mengiklankan diri sebagai kota sejuta bunga, pada sebuah sudut mall diletakkan patung Gus Dur duduk di kursi panjang. Bercelana pendek, Gus Dur memakai T-Shirt bergambar wajah Munir. Silih berganti orang berfoto dengan patung Gus Dur, sebagian besar bergaya akrab dengan merangkulnya, sebuah aksi yang mungkin saja sulit di lakukan ketika swargi Gus Dur masih wilujeng.

Mas Romo kebetulan singgah di Mall itu, ingin bernostalgia dengan kota yang ditengahnya berdiri gunung Tidar. Kota yang tidak terlalu besar itu dulu dikenal mempunyai perusahaan karoseri mobil yang ternama. Hanya jaman karoseri sudah semakin pudar dan perusahaan itu kemudian bermetamorfosis, merambah bisnis baru membangun sebuah mall tak jauh dari bengkel karoserinya dahulu.

Sambil menikmati ayam penyet Mas Romo memandang patung Gus Dur dari kejauhan sambil berusaha mencari tahu apa alasan pemilik mall membuat dan meletakkannya di pojokan food court. Kalau Cuma patung Gus Dur mungkin tidak terlalu luar biasa, namun dengan memakai T-Shirt bergambar wajah Munir maka maknanya menjadi lain. Almarhum Munir adalah aktivis HAM yang meninggal di atas pesawat dalam perjalanan dari Indonesia ke Belanda. Kasus kematiannya tidak jelas sampai sekarang meski sudah ada yang dinyatakan bersalah dan ditahan. Perpaduan antara Gus Dur dan Munir adalah sinergi dua kekuatan besar yang pernah mewarnai alam gerakan di Indonesia.

“Kehadiran kedua sosok orang ini menjadi penting menjelang pemilu”, begitu guman Mas Romo. Betapa tidak beberapa pemilu terakhir ini, apa yang disebut sebagai pesta demokrasi justru melahirkan kekecewaan pada masyarakat. Mereka yang terpilih untuk duduk di kursi terhormat tidak lebih dari pembual-pembual, bermulut manis, tapi kemudian ketahuan berkelakuan busuk. Berapa banyak orang-orang terhormat itu berakhir sebagai pesakitan, pasien dari KPK.

Gus Dur adalah mantan presiden, tapi tentu orang tidak mengingat atau terus terkesan kepadanya karena kedudukan itu. Gus Dur lebih dikenal sebagai pejuang sosial, budaya dan kemanusiaan. Secara konsekwen dan konsisten Gus Dur memperjuangkan kesamaan hak dan derajad bagi siapapun tanpa pandang bulu. Tak heran jika kemudian banyak aksinya dipandang kontroversial, melawan arus kebanyakan.

Berbeda dengan Gus Dur, Munir bukanlah sosok yang lahir dari trah besar, melainkan memulai perjuangannya lewat gerakan pembelaan, advokasi. Munir secara konsisten melawan ketidakadilan penguasa dan ketidakhormatan penguasa terhadap hak-hak masyarakat umum, terutama kelompok-kelompok pinggiran.

“Kita butuh banyak tokoh seperti Gus Dur dan Munir “, kembali Mas Romo berguman. Sosok yang melengkapi kehadiran figur-figur lain yang selalu muncul menjelang pemilu. Dalam amatan Mas Romo menjelang pemilu selalu muncul sosok-sosok tertentu. Yang paling sering tentu Sukarno. Saking berpengaruhnya Sukarno, bahkan ada sosok tertentu yang berfoto memirip-miripkan diri dengan dirinya. Atau bahkan ada yang mengiklankan diri sebagai Sukarno kecil. Selain itu yang kerap muncul adalah Iwan Fals, penyanyi balada yang syairnya dianggap mewakili perjuangan masyarakat kecil.

Menariknya menjelang pemilu terakhir ini, muncul sosok lain yaitu Suharto, yang dikenal sebagai Smilling General. Dengan senyum dan lambaian tangannya, sosok Suharto digambarkan tengah bertanya kepada masyarakat “Piye, luwih enak jamanku to?”. Suharto dimunculkan sebagai perbandingan pada sebuah masa dimana jaman di saat dirinya memerintah masyarakat hidup lebih enak.

“Kalau ibarat perahu, negeri ini memang perahu retak jadi butuh perekat”, ujar Mas Romo pada dirinya sendiri. Gus Dur dan Munir barangkali bisa menjadi sosok perekat, karena keduanya adalah sosok yang menghormati kemanusiaan. Sebuah sikap yang mungkin banyak dimiliki oleh warga negara Indonesia lainnya, namun keberanian untuk mengekpresikannya itu yang mungkin tak dipunyai banyak orang lainnya.

“Semoga diantara mereka yang namanya tercantum dalam daftar calon tetap mempunyai keutamaan dan keberanian layaknya Gus Dur serta Munir”, ucap Mas Romo pelan seolah mengucap doa kepada Yang Maha Kuasa.

Pondok Wiraguna, 18 Januari 2014

@yustinus_esha


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun