Judul: Membangun Pendidikan yang Humanis melalui Kekuatan Manajemen Berbasis Sekolah
Pendahuluan
Pernahkah kita membayangkan bagaimana sebuah sekolah berjalan jika seluruh kebijakan dan keputusan penting tidak ditentukan dari ruang birokrasi yang jauh, melainkan langsung diambil oleh orang-orang yang setiap hari hidup bersama sekolah itu? Guru yang mengajar, siswa yang belajar, orang tua yang menitipkan anak, hingga masyarakat sekitar yang ikut merasakan denyutnya. Inilah hakikat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): sebuah pendekatan yang memberi otonomi pada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri, sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Di balik istilahnya yang tampak teknis, MBS sejatinya sarat dengan nilai kemanusiaan. Ia menempatkan manusia di sekolah --- guru, siswa, orang tua, masyarakat --- sebagai subjek utama yang berdaya dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian, MBS tidak hanya bicara soal manajemen, tetapi juga soal memberi ruang kepercayaan, membangun partisipasi, dan menumbuhkan tanggung jawab bersama.
Mengapa MBS Diperlukan?
Sistem pendidikan Indonesia sejak lama dikenal sangat sentralistik. Segala keputusan, mulai dari kurikulum, pengelolaan dana, hingga program pengembangan siswa, sering kali diputuskan dari pusat tanpa mempertimbangkan konteks lokal sekolah. Model ini memang menjaga keseragaman, tetapi juga menimbulkan masalah: sekolah menjadi kaku, kurang adaptif, dan minim inovasi.
MBS hadir sebagai jawaban. Dengan memberikan otonomi kepada sekolah, MBS memberi ruang agar setiap sekolah mampu:
Menyesuaikan kurikulum dengan kondisi lokal.
Mengelola sumber daya secara lebih efektif.
Melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat dalam keputusan.
Menguatkan akuntabilitas dan transparansi.