Mohon tunggu...
Yusticia Arif
Yusticia Arif Mohon Tunggu... Administrasi - Lembaga Ombudsman DIY

I Q R O '

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menengok Proses Revitalisasi Museum KA Ambarawa

3 Oktober 2015   15:37 Diperbarui: 3 Oktober 2015   15:37 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah Negara kedua di Asia setelah India, yang mempunyai jaringan kereta api. Setelah Masa Tanam Paksa (1830 – 1850_, hasil pertanian di Jawa tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan domestic, tapi juga untuk pasar internasional. Karena itu diperlukan sarana transportasi untuk mengangkut hasil pertanian daripedalaman ke kota-kota pelabuhan. Karena waktu itu jalan raya pos sudah tidak memadai lagi, muncul gagasan pembangunan jalur KA dan pada tahun 1862, gagasan ini disetujui pemerintah Hindia Belanda dan pada tanggal 7 Juni 1864, Gubernur Jendral Baron Sloet van de Beele melakukan pencangkulan pertama untuk pembangunan jalur KA di desa Kemijen, Semarang. Pada tahun 1873, pembangunan Stasiun Ambarawa dan pembangunan jalur-jalur baru Kedungjati – Bringin – Tuntang – Ambarawa.

Sejarah panjang pembangunan KA merupakan warisan industry transportasi (industrial heritage). Berbagai warisan tinggalan yang meliputi benda sarana dan prasarana wajib untuk dilestarikan

Museum KA Ambarawa terletak di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Untuk menuju kesana, bisa ditempuh melalui jalur darat, dari Yogyakarta (jarak 75 km) dengan waktu tempuh kurang lebih 1,5 hingga 2 jam tergantung kepadatan lalu lintas, atau kurang lebih 1 jam dari Kota Semarang (jarak 30 km). Letaknya cukup strategis dan kita bisa menumpang angkutan kota dengan kendaraan jenis wagon dengan tariff Rp 5000 per orang.

[caption caption="Tulisan yang eye catching di halaman luar"][/caption]

Stasiun KA Ambarawa pada awalnya adalah sebuah stasiun yang bernama Stasiun Willem I. Pemilihan lokasi Ambarawa oleh pemerintah Hindia Belanda merupakan keputusan strategis, baik secara ekonomi, militer, politik dan ekonomi. Posisi Ambarawa yang merupakan titik perhubungan Yogyakarta, Solo dan Semarang adalah alasan kuat bagi nilai strategis ini. Lokasinya yang merupakan perbukitan alami menjadi pelindung alami bagi Hindia Belanda ketika menghadapi Inggris waktu itu. Lokasi Ambarawa juga dekat dengan Rawa Pening, sebuah sumber air yang potensial untuk menghidupi kepentingan benteng yang dibangun Belanda disana (Fort Willem I – merujuk nama raja Belanda yang berkuasa waktu itu).

Pada tanggal 8 April 1976, Gubernur Jateng waktu itu, Supardjo Rustam mencanangkan sekaligus meresmikan Stasiun KA Ambarawa menjadi Musem KA Ambarawa. Museum KA ini juga telah ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya berdasarkan Peraturan Menteri No PM 57/PW.007/MKP/2010.

Sebenarnya, saat ini museum sedang ditutup sementara untuk publik karena sedang dilakukan renovasi dan penataan ulang terhadap kawasan museum dan koleksinya yang sudah direncanakan sejak tahun 2009. Kebetulan kemarin saya mendapat kesempatan berkunjung kesana karena mendapat undangan dari PT KAI Divisi Maintenance, Preservation dan Architecture untuk mengikuti workshop manajemen koleksi rolling stock bersejarah milik PT KAI yang berpotensi menjadi koleksi unik museum tersebut. Workshop ini bekerja sama dengan Kementrian Budaya dan Sains Kerajaan Belanda.

Proses workshop menuntut peserta untuk melakukan observasi di kompleks museum, sehingga saya mendapatkan kesempatan luar biasa detil untuk melihat koleksinya. Saat ini, proses renovasi telah mencapai 50% dari keseluruhan pekerjaan. Ada suasasa perubahan yang sangat banyak. Halaman depan stasiun kini luas dan diperkeras dan disiapkan untuk menjadi lahan parker kendaraan pengunjung, meski menurut rekan peserta workshop lain, perluasan ini “membayar mahal”, karena ada Benda Cagar Budaya (BCB), yaitu rumah dinas, yang dulu berada di bagian depan stasiun Ambarawa ini dirobohkan.

[caption caption="I Ambarawa di halaman dalam"]

[/caption]

Memasuki halaman berikutnya, yang dulu merupakan halaman parkir, kini menjadi taman luas, dengan ikon baru tulisan I Ambarawa yang ditujukan untuk branding museum. Tulisan ini meniru tulisan I Amsterdam yang berada di depan Rijkmuseum yang ada di Amsterdam (atau di 2 tempat lainnya : Schiphol dan museum Amsterdam dan 1 lagi tulisan yang movable sesuai event besar di sana). Penjelasan Pak Tri dari Daop IV terkait miripnya tulisan ini dengan branding dari Amsterdam adalah bahwa selama konsep yang ditiru bagus dan positf, tak apalah. Tulisan ini menempati halaman depan museum, dimana sebelum renovasi, dipasang sebuah lokomotif uap yang dipreservasi.

Penataan Koleksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun