Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Merawat Denyut Bumi di Rimba Kalimantan

23 Juli 2015   10:01 Diperbarui: 23 Juli 2015   10:01 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Di tengah belantara kota, di tengah hamparan manusia-manusia yang mengejar karier dan prestasi, di tengah banyaknya orang-orang yang memikirkan pencapaian materi, terdapat sejumlah anak muda yang mendapatkan bahagia melalui penjelajahan ke pulau-pulau terjauh.

Tak sekadar melakukan perjalanan dan memosting foto-foto di media sosial, mereka menjadi aktivis yang melakukan misi-misi penting untuk memberikan fasilitasi, pendampingan, dan penguatan pada masyarakat di tempat terpencil itu. Mereka mendedikasikan dirinya untuk mencintai alam, mengalir dalam gerak semesta, dan mewariskan bumi yang hijau untuk generasi mendatang.

***

Selama tiga hari, lelaki Ali Sasmirul menyusuri hutan, memasuki rimba raya Kalimantan, demi menemukan jejak orangutan. Bersama rekan-rekannya pada tim ekspedisi yang berada di bawah naungan The Nature Conservancy (TNC), ia melacak jejak orangutan lalu menyusuri habitatnya.

Perjalanan itu tak serupa ekspedisi menemukan harta karun. Ali dan temannya tak hendak menangkap, menjual, hingga mengekspor orangutan ke negara tetangga. Mereka ingin memahami hewan itu, berusaha untuk bersahabat dengan primata itu, lalu memahami suara-suara lirih orangutan yang kian tergusur dari habitatnya. “Perjalanan itu cukup berbahaya. Kami nekad melakukannya,” katanya.

Dari Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur, Ali menyusuri beberapa perkampungan Dayak. Di kampung-kampung itu ia menyerap kisah bahwa pada setiap musim buah, warga kampung kerap kali diganggu oleh orangutan yang juga datang untuk mengambil buah. Makanya, warga kampung kerap membawa tombak, mandau, parang, sumpit, dan anjing pemburu demi berjaga-jaga.

Barangkali Ali merasa masygul. Ia tahu persis bahwa posisi orangutan kian terjepit. Rumah rimba kian sempit akibat meluasnya pemukiman manusia. Yang lebih parah adalah hutan rimba menjadi konsesi yang diperuntukkan bagi banyak perusahaan sawit, pemegang hak pengelolaan hutan, hingga perusahaan tambang terus-menerus mengeruk bumi Kalimantan. Faktanya, hutan semakin sempit. Orangutan kekurangan bahan makanan, lalu masuklah mereka ke perkampungan penduduk demi mengambil buah, yang dahulu adalah hak mereka.

Perjalanan lalu dilanjutkan. Ali dan kawan-kawannya menelusuri Sungai Segah dengan perahu katinting. Perjalanan itu menjadi berbahaya sebab sungai Kalimantan mengalir deras dan banyak batu-batu cadas. Setelah itu, mereka lalu masuk hutan hingga kawasan perbukitan. Mereka menyaksikan sendiri betapa ruang hidup orangutan semakin terbatas.

Perjalanan itu gagal menemukan orangutan, tapi Ali dan rekan-rekannya belajar banyak hal tentang betapa kritisnya bumi, dan betapa menyedihkannya menjadi orangutan yang kian kehilangan ruang. Namun, ketimbang menyalahkan perilaku manusia, jauh lebih baik melakukan sesuatu untuk mengembalikan alam sebagai rumah bersama bagi seluruh entitas mahluk bumi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun