Mohon tunggu...
Yusmariati
Yusmariati Mohon Tunggu... Guru Les Privat dan Penulis Lepas -

Seorang wanita yang sedang belajar untuk senantiasa memperbaiki diri sehingga memiliki akhlak yang mulia dan diridhoi Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Hati Belum Siap Menikah, Maka Berhentilah Sejenak

22 Januari 2018   11:40 Diperbarui: 22 Januari 2018   12:11 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmaanirrahim..

Di suasana pagi yang dingin ini,  ya pagi hari hujan telah membasahi bumi.. Hmm, kok jadi puitis begini.

Sudah beberapa bulan ini saya sering merasa galau sekali. Yah galau karena saya sudah dilamar oleh seorang laki-laki yang Insya Allah baik agama dan juga akhlaknya. Seharusnya saya merasa senang ya karena sebentar lagi saya akan menikah.

Saya merasa belum siap untuk menikah karena sebelumnya saya sudah pernah menikah dan pernikahan saya gagal. Banyak kisah pilu yang saya rasakan selama menikah dahulu membuat saya jadi trauma.

Dari pernikahan yang sebelumnya saya memiliki seorang anak. Sekitar 2,5 tahun saya menjadi janda. Di masa ini saya merasa lebih bahagia daripada saat menikah dulu. Saat ini anak saya berusia 8 tahun, dan uniknya anak saya ini begitu dekat dengan calon ayahnya.

Namun masalahnya ada pada diri saya sendiri. Saya yang masih sangat ketakutan dan belum siap menjadi seorang istri. Saya juga belum bisa mencintai calon saya walaupun dari matanya, saya melihat betapa tulusnya dia pada saya. Banyak faktor yang membuat saya berat menerimanya. Lagi-lagi ini masalah dunia. Seharusnya saya tak boleh bersikap seperti ini.

Banyak hal yang telah dilakukan calon saya untuk membantu meringankan beban saya salah satunya ialah merawat anak saya. Sebelum anak saya tinggal bersama calon ayahnya,  anak saya tinggal di sebuah asrama. Hal ini terpaksa saya lakukan karena saya harus bekerja, sedangkan keluarga saya jauh dari saya.

Seharusnya hal ini membuat saya senang. Namun saya harus berperang dengan ego saya sendiri. Saya belum bisa mencintainya. Dan beberapa orang yang dekat dengan saya menyarankan agar saya menikah dengannya. Banyak yang beralasan kasihan anak saya dan kasihan juga calon saya.

Di sini saya harus tetap berfikir jernih. Saya tidak ingin menikah hanya karena anak saya sudah dekat dengan calon ayahnya. Saya pun tak ingin menikah karena kasihan dengan calon saya.

Tak terasa satu bulan telah berlalu sejak dia melamar saya. Belum ada kepastian kapan menikahnya. Hati saya masih saja dipenuhi berbagai ketakutan. "Bagaimana bila setelah menikah nanti saya tidak bisa patuh dan ta'at pada suami? "Bagaimana bila saya belum bisa ikhlas menerima dan melayaninya?".

Mungkin orang lain akan menganggap gitu aja kok repot sih. Kalo suka ya nikah, kalo gak suka,  ya gak usah nikah. Tapi hal itu tidak mudah bagi saya. Saya mempunyai banyak pertimbangan yang mungkin sulit dimengerti orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun