Bung Karno sudah belajar Islam sejak berusia 15 tahun tatkala dititipkan untuk tinggal di rumah H. Oemar Said  Tjokroaminoto (H.O.S Tjokroaminoto) . Kepada Beliaulah mentalitas spritualitas keislamannya tergembleng. Bung Karno pun mengakui pemikirannya soal Islam banyak dipengaruhi oleh Gurunya yang sangat dihormatinya.
Perkembangan islamnya seiring dengan pemahaman anti penindasan dan anti penjajahan. Oleh karenanya, jelas akan ada perbedaan dengan pemikiran islam yang selama ini kita dapatkan.
Menjadi Santri Kiai Ahmad Dahlan
Bung Karno merasa tertarik dengan tablig dan menjadi santri. Ketertarikannya yang membuatnya selalu mengikuti tablig tablig Kiai Ahmad Dahlan di Surabaya.
Sahabat Pena Ahmad Hassan,Â
Surat - suratnya dengan  tokoh tokoh keagamaan semisal Ahmad Hasan, Pemimpin Persatuan Islam  (Persis) di Bandung sedikit banyak mengilhami perenungannya terhadap konsep ketuhanan dan kebangsaan. Terutama semakin menambah wawasan keislamannya.Â
Menjadi Guru di sekolah Muhammadiyah
Pengalaman saat di buang oleh Belanda ke Bengkulu  Tahun 1938 ketika menjadi anggota dan guru perkumpulan Muhammadiyah . Bahkan saat menjadi ketua majelis pengajaran Muhammadiyah Tahun 1938 - 1943 .
Bung Karno menghendaki Bangsa Indonesia menjadi bangsa religius yang setiap umat Islamnya  menjadi umat yang taat kepada perintah agamanya melalui petunjuk kitab  suci Al Quran dan Al Hadits.  Begitupun umat agama lainnya yang harus taat kepada ajaran sesuai keyakinan masing masing.Â
Terakhir saat menjadi Presiden RI pertama, saat pidato penutupan Muktamar Muhammadiyah Tahun 1962, di Jakarta ada kalimat yang sesunggguhnya pernyataan keislaman Beliau, bahwa "Jikalau saya meninggal, supaya saya dikubur dengan membawa panji muhammadiyah atas kain kafan saya".Â