CUMA DI BULAN YANG GAK MACET !
Stress... itu  pertamakali ketika saya memulai hari pertama kerja di Jakarta.  Dari rumah berangkat pukul 05.30 pagi sampai kantor pukul 08.30 praktis 3 jam perjalanan dihabiskan dari senin hingga jumat. Penyebabnya  salah satunya adalah pintu tol karang tengah yang padat  merayap belum lagi arah kebun jeruk dan tomang.  Setiap hari ketemu macet dan ini berlangsung kurang lebih 4 tahun hingga akhirnya saya memutuskan untuk berhenti kerja di  Jakarta (dejure) kalau defacto sih masih suka keluyuran di Jakarta.
Macet kekinian banyak disebabkan oleh pertumbuhan kepemilikan mobil yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan atau pembangunan jalan. Macet juga  disebabkan oleh perbaikan dan pembangunan jalan di ruas protocol jalan Jakarta. Lihat saja arah semanggi sebelum dibangun  lingkar semanggi jalanan di situ sudah macet parah. Ketika terjadi pembangunan malah semakin parah dan Alhamdulillah ketika lingkar jalan semanggi itu resmi beroperasi kemacetan mulai mengurai tidak separah sebelumnya. Ke depannya dengan pertumbuhan volume kendaraan disinyalir akan terjadi  kemacetan juga seperti yang sudah sudah. Oleh karenanya harus ada kebijakan yang baru selain dari kebijakan "Kalau beli mobil harus ada garasi rumah" Kebijakan incremental ini  masih bisa dimanipulasi oleh pembeli dan penjual seperti hasil investigasi dari beberap stasiun tv  swasta nasional dalam tayangan investigasinya.
MOBIL DULU APA PEJALAN KAKI YANG MEMBUAT MACET?
AKhir akhir ini ada pernyataan dari  sang petinggi mengenai penyebab macetnya jalan di  kawasan Tanah Abang Jakarta. Disebutkan dari hasil riset  penyebab macet atau semrawutnya jalan adalah para pejalan kaki yang melewati kawasan itu.  Hasil riset yang membuat kontra banyak pihak ini membuktikan bahwa masih banyak warga yang memilih jalan kaki ke tanah abang tersebut. Hemat saya kalau semua pejalan kaki yang diriset tersebut membeli kendaraan roda dua dan roda empat maka tentulah hasilnya akan berbeda. Hehehehehe
Di saat moda transportasi  yang disediakan pemerintah semisal Bus Transjakarta, Kereta Rangkaian Listrik (KRL)  mulai digemari warga, ada yang mesti dan harus dilakukan oleh pemerintah untuk menyikapi bagaimana seharusnya penyediaan ini lebih bermanfaat dan berdaya guna. Lihatlah pengalaman saya ketika pagi pagi harus berjibaku berhimpit himpitan di bus transjakarta dan KRL dari Stasiun Rawa Buntu hingga Stasiun Palmerah misalnya. Akan kita temui suasana yang menurut saya "menyeramkan". Bus  atau kereta itu penuh sesak oleh para penumpang , belum lagi ada aksi jahil  orang yang  berwatak durjana yang aktif mengerayangi tubuh (pelecehan seksual) atau menggerayangi benda benda berharga kita (copet). Sungguh berbahagilah para pemilik mobil yang duduk di belakang pak sopir bersama alunan syahdu lagu faovortinya sehingga bisa tidur nyenyak melanjutkan mimpi semalam yang belum usai.
Kami yang berhimpitan di moda transportasi umum (bus, Transjakarta,KRL) yang tidak atau  belum menyumbang kemacetan jalan karena berkeinginan merasakan yang sama duduk manja di balik kemudi mobil pribadi tanpa harus kepanasan di bus yang tak ada AC nya, mencium bangu keringat  orang yang tidak kita kenal atau rezeki kita dirampas oleh para pencoleng yang menyaru jadi penumpang. Sungguh kami iri sangat akan arti sebuah kenyamanan. Permintaaan sederhana dari saya sampai kepada bisakah bus transjakarta di tambah agar tak ada "teri- teri yang terpanggang " tidak pada tempatnya. Bisakah gerbong KRL ditambah agar kami merasakan sedikit saja kenyamanan dan jangan membiarkan kami berfikiran ya sudah kami beli mobil baru/ second saja "peduli setan " soal macet,  toh tidak ada  kebijakan dari pemerintah yang komprehensif dalam penanggulangannya. Sampai akhirnya Aplikasi Moda Online pun hadir dalam kehidupan kami .
SHARING RIDE SOLUSI ATAU SUMBER KEMACETAN !
Anda tentunya sudah pasti pernah melihat ketika sedang duduk dalam bus bermacet macet ria dan di  samping  bus terlihat mobil mobil pribadi aneka bentuk dan merk dari  terkenal. Semakin menyebalkan ketika kita melihat pengendara tersebut hanya sendirian di dalam mobilnya. Ada yang salah dengan negeri ini kenapa sumber masalah kemacetan  seperti ini tidak diberangus. Di manakah letak keadilannya. Ketika  mobil mobil tersebut yang berjejer memenuhi jalan  tol yang setiap hari saya lewati  ternyata berisi satu orang saja. Kenapa mereka tidak  mau pakai moda transportasi umum?
Kebijakan  Three in One hanya omong kosong saja, di pinggir jalan mereka dengan mudahnya mengambil joki -- joki  untuk memenuhi kuota  minimal 3 orang penumpang agar bisa melewati jalanan protocol di Jakarta. Beruntung eksploitasi manusia ini berakhir dengan kebijakan kendaraan genap ganjil yang diterapkan  kemudian.
Setiap orang butuh kenyamanan, banyaknya orang membeli harga kenyamanan ini dengan  kepemilikan mobil sampai akhirya moda online memanjakan para penggunanya. Sebelum moda online booming, Istri saya  biasa sampai ke rumah  menjelang pukul  20.00 malam  dan selalu ketika anak sudah tertidur lelap . Tidak ada kualitas  hidup di sini yang membuat anak anak merasa nyaman bertemu dengan orang terkasih. Sejak moda online tiba,  Ibu dari kedua anak saya sampai ke rumah sebelum dan atau sesudah magrib. Itu karena sharing ride sebagai solusi perkembangan zaman yang dilirik oleh para foundernya sebagai bisnis yang sama sama menguntungkan.
BISAKAH MACET TERSELESAIKAN
Berbicara  kebiasaan masyarakat Indonesia untuk tidak membeli kendaraan baru sangat sulit sama seperti menyuruh warga belanda untuk tidak membeli sepeda. Yup, di  Belanda kepemilikan sepeda mengalahkan kepemilikan kendaraan roda empat dan ini menjadi trend hidup. Di Jepang  kebiasaan dan menjadi budaya ketika  berjalan kaki dibandingkan menggunakan kendaraan  roda empat berbanding lurus dengan aturan  tentang kepemilikan mobil. Untuk membuat SIM A di Jepang saja berkisar Rp 40 juta rupiah saking mahalnya, belum lagi harga biaya parker yang akan membuat orang Jepang lebih suka menggunakan transportasi umum dibanding  menggunakan mobil pribadi.
Ketika mobil  atau motor  berubah fungsi  menjadi benilai ekonomis ada beberapa hal yang  bisa dijadikan pijakan :
- Peran pemerintah dari melarang moda online menjadi  saling membutuhkan dengan tidak mengenyampingkan perbaikan kualitas moda transportasi umum yang sudah ada. Selama  mereka para sopir angkot yang sering ngetem, ugal ugalan dan ongkos yang mahal maka moda online akan terus dinanti oleh para pengguna. Sama saja ketika pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi standar nasional dalam pengelolaan moda transportasi umum, maka jangan salahkan semakin banyak orang beralih kepada penggunaan mobil pribadi.
- Siapa yang merasakan efek dari kemacetan yang membuat stress ? Tentu saja para  pengguna jalanana  ibu kota dan sekitarnya.
- Siapa yang bertanggungjawab atas hilangnya waktu dan terjadi  pemborosan bahan bakar yang bila dihitung  nominalnya sangat fantastis itu? Tentu saja dibebankan kepada pemerintah karena belum menemukan solusinya.
Macet itu sudah hukum alam, pembangunan jalan untuk mengurangi kemacetan di jalan raya bukanlah salah satu solusinya karena ini bersifat sementara. Selama ada niatan satu rumah memiliki lebih dari satu mobil maka tinggal tunggu waktunya jalanan ibu kota "terkakapar" tak berdaya. Â
Dilema yang sesuai Realita. Hidup di Jakarta  memaksa kita supaya lebih cerdas agar jangan tua di jalan.  Kemacetan yang sudah diprediksi oleh kita akan menghabiskan waktu terbaik untuk keluarga di rumah bisa disiasati dengan menggunakan moda transportasi online. Jangan pula salah pilih kendaraan sudah tahu macet parah ehh  kita malah pilih moda online roda empat . Jadinya sami mawon cuy !
Disadari atau tidak ini akan mengganggu psikologis kita seperti kata psikolog terkenal Bu Tika Wibisono macet adalah penyumbang stress terbesar di negeri ini. Kualitas kehidupan akan menurun di masa depan bahkan ketika Anda sampai di rumah sendiri. Belum lagi efek jangka panjang dari sisi kesehatan semisal kena prostat untuk laki laki yang sering menahan pipis karena terjebak macet atau badan sering pegal linu karena duduk berjam jam di mobil. Kita saja sebagai penumpang sering sebal kalau kena macet apalagi si pengemudi yang terus menekan perseneling  giginya sampai batas waktu yang tidak ditentukan sambil menahan hasrat buang air besar/ kecil. Hehehehehe.
Itulah kenapa ketika ke Jakarta saya lebih senang ikut mobil omprengan, tentu saja bukan sembarangan omprengan karena ini  mobil pribadi yang dipakai  untuk mengangkut penumpang lainnya  yang satu tujuan ke arah Jakarta. Konsep ini bisa dikatakan sebagai  kendara bersama ( ride sharing). Tentu hal ini sangat membantu  apalagi perkembangan digitalisasi semakin mudah untuk para pengguna  memilih kendaraan yang akan datang menjemput Anda. Tinggal download aplikasinya ,semisal Uber . Cara cerdas menggunakan aplikasi  moda ini diprediksi dapat membuat Jakarta tidak Macet total dalam lima tahun ke depandiakibatkan membludaknya invidu individu yang memiliki mobil .
Dengan Uber ,Anda tinggal memilih  titik penjemputan dan ketik titik tujuan maka  segala jenis moda akan datang menyervis kenyamanan tujuan Anda.  cara ini lebih mudah  seperti membalikan telapak  tangan sambil berharap dengan sangat  kondisi kemacetan  seperti sat ini  tidak membuat orang terjangkit hypertensi , tekanan darah tinggi . Semoga uber  membuat banyak orang semakin produktif terhindar dari stress berkepanjangan.Â