Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Budaya Risiko Menjadi Tuntutan Kemajuan yang Harus Dipenuhi

13 September 2021   12:24 Diperbarui: 15 September 2021   13:07 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Foto oleh: Anna Nekrashevich dari Pexels

Budaya risiko yang sangat kuat menunjukkan kesiapan seluruh masyarakat untuk mengelola risiko yang akan terjadi, sehingga dampak yang besar dan berbahaya dapat dikurangi, bahkan kalau bisa dihindari pun ditiadakan. 

Dampak risiko terbesar dalam pengelolan organisasi adalah korban jiwa, sebagai prioritas yang harus dihitung, dicermati dan dianstisipasi seakurat mungkin. Kalau korban jiwa bisa dihindari, mungkin saja dampak cedera pada orang yang mengalami. Kemudian menyusul kerugian material, harta benda, bangunan, maupun yang lainnya, yang kalau itu terjadi masih bisa ditolrir ketimbang korban jiwa manusia.

Itu risiko secara klasik dan umum. Tetapi sesungguhnya, budaya risiko menjadi tuntutan dalam setiap aspek pengelolaan organisasi pun perusahaan. Dengan kata lain, segala bentuk kejadian yang akan menggangu dan bahkan menginterupsi pencapaian tujuan utama harus dicermati, dihitung dan dikelola secara seksama.

Barangkali mudah bagi perusahaan melakukan hal ini, karena semuanya diikat dalam sebuah kata yang disebut pencapaian laba, atau profitabilita sebagai darah yang menghidupi keberlanjutan perusahaan itu sendiri.

Dan karenanya segala bentuk kejadian yang akan mengganggu pencapaian laba adalah risiko yang harus disadari dan dikelola oleh setiap orang dalam perusahaan.

Model Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 misalnya, menjadi acuan secara global, paling tidak dalam industri finansial, khususnya pasar modal yang mensiagakan semua pelaku untuk mengelola risiko yang akan terjadi. Dan dengan demikian, para investor, artinya para nasabah pemegang akun dalam pasar modal, individual atau institusi akan merasa aman dan nyaman.

Pada tataran ini, kesadaran akan pentingnya budaya risiko tidak lagi hanya terbatas pada dinamika organisasi, tetapi yang utama adalah pada pola pikir dan pola perilaku setiap orang dalam sebuah negara yang mengembangkan sikap risiko yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan. 

Pola pikir dan perilaku ini akan menjadi kondisi universal yang membangun situasi yang baik, aman dan tenteram bagi seluruh penghuni sebuah komunitas. Bukan lagi mementingkan diri sendiri tetapi kepentingan bersama, keselamatan bersama dan kesejahteraan bersama.

Pandemi Covid-19 menjadi sebuah contoh yang sangat bagus, bagaimana setiap orang di muka bumi ini memiliki budaya risiko yang sama terkait dengan pandemi Covid-19.

Tanpa budaya risiko itu, yang mungkin dikenal dengan istilah new normal lif, maka virus corona akan terus merjalela dan korban akan terus berjatuhan setiap saat.

Menjadi jelas bahwa budaya risiko menjadi tuntutan dan bukan sekedar kebutuhan biasa saja, mulai sekarang dan hari hari kedepan.

Yupiter Gulo, 13 September 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun