Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Rektor Nurul Qomar dan Wajah Pendidikan Kita

27 Juni 2019   08:32 Diperbarui: 27 Juni 2019   18:29 1677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: reviewbekasi/uzone.id

Wajah pendidikan tinggi di Indonesia seakan tercoreng habis, ditampar kiri dan kanan habis-habisan oleh kejadian Nurul Qomar yang memalsukan ijazah S2 dan S3 agar bisa dipilih menduduki jabatan sebagai Rektor di UMUS. Begitu mudahnya penyimpangan itu di lakukan yang seharusnya secara kasat mata warga civitas akademika pasti sadar bahwa seseorang yang telah mencapai S2 dan S3 dan rektor pula memiliki track record akademik yang terbuka.

Sebagai seorang rektor harusnya memenuhi kriteria tertinggi dalam kualifikasi akademik, moral spiritual serta leadership yang tinggi. Karena rektor akan menjadi role model, teladan, acuan dan pedoman bagi seluruh komunitas kampusnya dan lingkungannya.

Keberanian, atau lebih cocok kenekatan seorang Rektor Qomar memalsukan ijazah yang dimiliki menjadi cerminan sistem nilai yang dimiliki oleh sang rektor sendiri.

Apa yang terjadi di dalam proses pembelajaran dan akademik di kampus seperti ini kalau rektor yang memimpin "menghalalkan" segala cara untuk meraih sebuah kedudukan tertinggi. Tidak terbayangkan, bagaimana nasib mahasiswa yang dipercayakan oleh setiap orangtua kepada rektor.

Tentu saja dampaknya akan semakin jauh dan meluas, ketika alumni perguruan tinggi itu memasuki kerja, dunia usaha, dunia industri, dan dunia nyata. Ketika mereka tidak dibekali dengan sistem nilai moral yang kuat maka sangat mungkin mereka akan menjadi penerus dari perilaku menyimpang dari si rektornya.

Sebetulnya, semacam kasus pemalsuan ijazah Rektor Qomar ini, bukan baru sekarang. Sekitar dua tahun yang lalu juga dihebohkan oleh sejumlah pejabat di beberapa Pemda di Indonesia bermasalah ijazah S3-nya dari salah satu Universitas di Jakarta karena dicurigai diperoleh dengan cara yang menyimpang.

Sistem Zonasi PPDB: Tujuan Keadilan tetapi Masyarakat Merasa Tidak Adil
Sudah hampir sebulan ini hiruk-pikuk penerapan sistem zonasi dalam PPDB masih berlangsung. Bahkan protes di sejumlah kota muncul karena merasa diperlakukan tidak adil oleh sistem zonasi ini kendati tujuan utama sistem baru ini adalah menciptakan keadilan.

Terpaksan Presiden Jokowi turun tangan dengan memerintahkan mendikbud melakukan perbaikan, bahkan revisi kuota diubah agar masyarakat tidak merasa dizolimi oleh peraturan ini.

Situasinya menjadi kritis terutama bagi sejumlah keluarga yang anaknya susah mendapatkan bangku sekolah yang diinginkan. Pun sudah berusaha untuk mengikuti semua prosedur yang ditetapkan. Tetapi kesan "amburadul" dan tidak profesional sangat terasa bagi masyarakat. Apalagi di awal dilakukan secara manual dan bukan secara online dan menimbulkan antrean panjang dan berjam-jam menjadi berita sangat buruk bagi dunia pendidikan kita.

Nampaknya tujuan dan cita-cita mulia dari penerapan sistem zonasi PPDB ini tidak seindah yang dibayangkan dalam prakteknya. Karena sistem ini seakan-akan memaksakan masyarakat untuk melakukan berbagai "tipu-tipu" agar anaknya bisa diterima di sekolah yang diinginkan.

Seminggu yang lalu, ketika saya menerima rapor anak saya di sebuah sekolah, dan dalam percakapan dengan guru wali anak saya mengalir pembicaraan tentang penerapan sistem zonasi PPDB ini. Guru ini bercerita kalau sekarang ada kecenderungan keluarga untuk "memanipulasi KK", kalau perlu dititipkan di KK keluarga lain supaya dekat dengan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun