Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Salah Kaprah tentang Sekolah Minggu dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

27 Oktober 2018   08:43 Diperbarui: 28 Oktober 2018   14:49 2581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.premier.org.uk

 

Lho, ada apa di Sekolah Minggu?

Pengaturan Sekolah Minggu atau SM di gereja sebagai unit pendidikan oleh RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan bagaikan "gempa bumi dan gelombang tsunami" yang membangunkan semua umat Kristen dari tidurnya dan seakan melongo dengan ribuan tanda tanya dan pertanyaan sangat besar terus berkecamuk di kepala ini, Lho ada apa sih?

Ribuan tanya ini terus berkecamuk dan nyaris sulit difahami jalan pikiran orang atau "oknum" yang memasukkan dalam dua pasal RUU Pesantren itu. Lho, ada apa dengan sekolah minggu?

"Lho ada apa dengan sekolah minggu di Gereja?", "apakah sekolah minggu selama ini sudah mengganggu pemerintah sehingga harus diatur oleh Undang-undag?", "lho ada apa dengan sekolah minggu, apakah sudah mengganggu lingkungan selama ini?", "lho, ada apa koq sekolah minggu lalu diatur melalui RUU Pesantren?", "lho, ada apakah dengan sekolah minggu di gereja sehingga harus minta izin dari penguasa agar bisa dilaksanakan?", "lho, ada apa dengan bangsa dan negeri ku ini?", "Lho, apakah bangsa ini sedang sakit sehingga harus mengurus sesuatu yang tidak perlu diatur dan diurus?".

Isu tentang pengaturan Sekolah Minggu dan Katekisasi di Gereja telah menimbulkan pergolakan dalam lingkungan umat gereja di Indonesia. Dan nampaknya hampir semua gereja menolak dengan tegas tentang rumusan dua pasal dalam RUU Pesantren itu. PGI atau Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia sebagai reprenstatif dari ratusan Organisasi Gereja atau Sinode di Indonesia telah melakukan penolakan dan reaksi kritis yang sangat tegas dengan berbagai dasar pemikiran.

Sebagai RUU, melihat reaksi dan resistensi dari gereja-gereja di Indonesia, harusnya pemerintah dan legislatif menjadikan itu sebagai acuan dan indikator untuk melakukan revisi tentang dua pasal yang dimaksud.

Memang, tidak bisa dihindari, bahwa memasukan dua pasal dalam RUU ini tentang pengaturan Sekolah Minggu dan Ketekisasi memiliki muatan dan kepentingan politik tertentu yang sangat tidak sehat dan tidak nyaman dalam kehidupan beragama, khususnya dalam lingkungana gereja.

Salah Kaprah tentang Sekolah Minggu 

Bila tidak ada muatan dan kepentingan tertentu dalam dua pasal di RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, saya sangat yakin bahwa di sana ada salah kaprah tentang pendidikan sekolah minggu yang diselenggarakan di setiap gereja, baik gereja  sangat kecil maupun gereja besar. Artinya, ada misunderstanding tentang hakekat dari sekolah minggu itu sendiri yang sesungguhnya tidak sama dan tidak setara dengan apa yang disebut dengan Pesantren.

Sesungguhgnya sekolah minggu atau sering disingkat SM, atau dalam bahasa inggrisnya Sunday School, hanyalah sebuah istilah saja dan bukan "SEKOLAH" yang dipahami seperti SD, SMP, SMU atau Pesantren sekaligus. Karena di dalam sekolah minggu itu, pada dasarnya sama dengan "ibadah" yang dilakuan oleh gereja setiap minggu yang dihadiri oleh umat, baik pagi, siang dan sore atau malam hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun