Mohon tunggu...
yupi andaresta
yupi andaresta Mohon Tunggu... Akuntan - Mengkhayal dan Menulis

Orang kecil di simpang jalan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Sang Maestro, Merawat Jiwa Lewat Seni

23 Agustus 2020   20:48 Diperbarui: 27 Agustus 2020   15:37 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di usianya yang tak lagi muda, semangat itu masih tersimpan rapi. Terbungkus dengan lembaran2 kisah perjalanan musik yang mengirigi dan menghidupinya. Sesekali semangat itu menyeruak menyala diatas senar2 piano dan gitar. Yang mendengar pun lantas terbakar. Terbakar ingin bersimfony bersama dengan sang maestro. 

Tahun 1985, bakat musiknya lamat-lamat nampak ke permukaan, Daeng Nasa' tiba2 direkrut oleh Orkes Sirannuang, Orkes yang menjadi hiburan masyarakat Pomalaa Jaman beheula bila ada hajatan pernikahan maupun acara hiburan lain di Panggung terbuka Dawi-Dawi. 

Di tangannya semua alat musik hampir dikuasainya. Juga vokalnya yang sebelas dua belas dengan Mansur S Arifin. Bukan hanya Orkes Sirannuang yang merekrut Dg. Nasa, setelahnya juga ada Astis (Baso Oyo), Mutiara dan Birama yg melegenda tak luput dari campur tangan Skill beliau. Hebat memang. 

Daeng Nassa' muda mengispirasi banyak orang, utamanya anak2 usia belia yang gandrung dengan permusikan. Banyak diantara mereka yang ingin berguru mendapat warisan Skill dari tangannya maupun olah vokalnya. 

Jika diibaratkan Pomalaa jaman dulu, hampir mirip dengan Inggris di abad pertengahan dimana musik simfony seperti Mozart  Clasic dan Beethoven yang menjadi ciri khas kebudayaan  di era Renaisance. Hampir semua pemuda Pomalaa seperti itu, suka musik. 

Menurutnya, bermain orkes hampir mirip dengan bermain bola, skill individu perlu ditampilkan namun juga harus menjaga irama kekompakan pemain. Kekompakan inilah yg di sebut dengan Seni sesungguhnya. Karena ada banyak orang yang bisa bermusik dan ber skill tinggi tetapi tidak bisa bermain bersama di dalam grup. Irama yang terdengar menjadi tidak presisi, sigarumbang kata orang bugis. Mirip Balotelli yang bermain di rumput Italia. Egois. 

Menonton orkes lebih asik dibandingkan dengan menonton festival atau konser. Penonton bisa lebih dekat dan bebas menyaksikan pergumulan tangan2 lincah di atas panggung kayu 3 x 4 meter yang beraratap terpal, sembari menikmati menu nasi toppa ladang sang pemilik pesta. Tinggal Lulo dan joget yang ditunggu. "Saatnya mengatur kursi" teriak miming dari luar tenda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun