[caption caption="ilustrasi dpd "][/caption]
sumber gambar :
http://www.antaranews.com/berita/455049/
Beberapa minggu lalu, Kompasiana mengadakan acara “Tokoh Berbicara” yang menghadirkan seorang Tokoh penting di DPD. Kebetulan saya tidak dapat menghadiri acara ini dikarenakan jauhnya lokasi acara dengan lokasi saya berada. Setelah acara tersebut berlangsung, Kompasiana juga mengadakan blogcompetition yang bertajuk “Saatnya DPD RI didengar”. Ketika saya membaca tema lomba ini, sayapun mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya mengapa DPD RI minta didengar, bukankah seharusnya DPD RI yang mendengar. Saya pun mulai berselancar di internet untuk menjawab pertanyaan ini tetapi saya tidak menemukan jawabannya tetapi saya menemukan titik permasalahannya. Tapi sebelum itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu DPD berserta wewenang dan perannya.
Mengapa DPD RI terbentuk
Awal terbentuknya DPD RI ada setelah amandemen ketiga UUD 1945 mengenai pasal 2 ayat (1) yang intinya MPR terdiri dari DPR dan DPD. Sejak awal UUD 1945, BPUPKI sebagai badan pembuat Undang-Undang Dasar zaman sebelum kemerdekaan sudah melekatkan kata “mewakili daerah” di pasal 2. Terbentuknya DPD merupakan angin segar buat daerah-daerah yang ada di Indonesia. Tugas awal terbentuknya DPD RI adalah memperjuangkan otonomi daerah dimana daerah dapat mengelola pendapatannya sendiri dan terdapat pembagian hasil diantara pusat dan daerah dalam pembagian hasil sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Walaupun akhirnya pembagian hasilnya masih tidak dirasa adil oleh daerah-daerah yang ada di Indonesia, selain itu DPD RI juga bertugas sebagai penghubung daerah dengan pusat. Dari awal terbentuknya DPD RI diinginkan bahwasannya anggota lembaga legistatif yang satu ini bebas dari pengaruh parpol sehingga bisa memfokuskan ke daerah yang mereka wakili, walaupun pemilu tahun-tahun kemarin ada yang kampanye untuk menjadi anggota DPD RI memakai embel-embel parpol. Oleh karena itu,untuk menjadi wakil daerah di DPD sebaiknya dipilih berdasarkan kualitas dan pengetahuan orang tersebut mengenai daerah yang diwakilinya.
Wewenang dan peran DPD RI
[caption caption="Fungsi DPD RI"]
sumber gambar :
http://slideplayer.info/slide/2766535/
Wewenang DPD RI terdapat pada pasal 22D UUD 1945. Dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa wewenang DPD RI adalah dapat mengajukan kepada DPR serta ikut membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; ikut membahas RUU mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak, pendidikan dan agama (ayat 1); dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.(ayat 2).
Dari paragraf di atas kita dapat menyimpulkan bahwasanya DPD RI memilki tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi pertimbangan dan fungsi pengawasan, dimana fungsi legislasi adalah fungsi unuk membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitan dengan daerah (pasal 2 ayat 1 UUD 1945), fungsi pertimbangan adalah fungsi memberikan pertimbangan berupa saran dan kritik terhadap RUU yang berkaitan dengan poin –poin yang ada di pasal 2 ayat 2 UUD 1945, fungsi pengawasan adalah fungsi mengawasi keberjalanan Undang-Undang yang berkaitan dengan daerah (pasal 2 ayat 1 UUD 1945).
DPD : Badan Legislatif yang serba salah
Beberapa alasan mengapa saya katakan DPD adalah badan legislatif yang serba salah, yaitu :
- DPD sebagai badan legislatif mempunyai beberapa tugas, salah satunya adalah menampung aspirasi yang berasal dari rakyat yang berkaitan dengan daerah, permasalahannya adalah walaupun DPD memiliki fungsi legislasi yaitu membuat RUU tetapi fungsi itu hanya sekadar membuat tetapi yang memastikan RUU menjadi UU bukan tugas DPD sehingga sama saja artinya dengan aspirasi yang telah dikumpulkan yang dijadikan sebagai dasar dan bahan pembuatan RUU belum tentu terealisasi. Hal ini juga berlaku untuk aspirasi rakyat yang berkaitan dengan RUU mengenai empat hal yaitu: APBN, Pajak, Pendidikan dan agama, dimana fungsi pertimbangan DPD berlaku hanya untuk memberi pertimbangan, dimana pertimbangan tersebut berasal dari aspirasi rakyat yang telah didengar oleh DPD, tetapi fungsi pertimbangan tersebut hanya terbatas dikarenakan, si pembuat keputusan untuk membuat RUU menjadi UU (baca DPR) dapat tidak mendengarkan pertimbangan dari DPD.
- DPD dalam mengumpulkan aspirasi masih mengalami kesulitan, kesulitan dimaksud disini adalah DPD dalam mengumpulkan aspirasi masih mengandalkan website dpd.go.id dan menerjukankan langsung anggota DPD ke daerah-daerah yang mereka wakili untuk mendengar aspirasi di sana. Oleh karena itu, DPD sedang merencanakan untuk membangun rumah aspirasi di tiap daerah yang diwakili dimana dana yang dibutuhkan adalah sekitar 40 Milyar rupiah, tetapi hal ini mendapat penolakan baik dari beberapa anggota DPD maupun di luar DPD karena besarnya biaya yang akan dikeluarkan. Kita juga belum tahu sampai seberapa maksimal rumah aspirasi dapat menampung segala aspirasi yang berasal dari rakyat. Walaupun begitu, aspirasi sangat penting karena tugas dan fungsi DPD tidak terlepas dari aspirasi rakyat itu sendiri.
- Fungsi pengawasan yang dimiliki DPD sendiri kelihatan semu, dimana hasil pengawasan yang disampaikan DPD terkait dengan Undang-Undang yang berkaitan dengan wewenang mereka belum tentu ditindaklanjuti hal ini dikarenakan DPD tidak mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti hasil pengawasan, karena tugas DPD sendiri hanya sampai melaporkan saja.
[caption caption="ilustrasi aspirasi rakyat"]

sumber gambar : http://www.slideshare.net/uweschaeruman/pendidikan-kewarganegaran-modul-3-kb-1
Kesimpulan, saran dan kritik
DPD sebagai badan legislatif yang sah yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat secara langsung tidak memiliki wewenang dan peran yang kuat, DPD ketika meminta untuk didengar seharusnya meminta kepada DPR, karena DPD tugasnya adalah mendengar aspirasi rakyat bukan rakyat yang mendengar aspirasi DPD, DPR juga harus bekerja sama dengan DPD dalam proses legislasi terutama yang berkaitan dengan kepentingan daerah. DPR tidak perlu takut dengan keberadaan DPD karena DPR dan DPD tidak bersaing dalam menampung aspirasi dan membuat Undang-Undang. DPD sendiri walaupun dalam kondisi yang serba salah karena wewenang dan peran yang lemah bukan berarti tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan wewenang dan perannya. DPD juga masih harus berbenah dalam menampung aspirasi rakyat, dimana semakin banyak aspirasi yang didengar maka DPD akan semakin mengetahui letak suatu permasalahan yang ada di daerah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI