Mohon tunggu...
Jejak Pena Yuni
Jejak Pena Yuni Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, Buzzer, Culinary, Content Writer

Blogger, Buzzer, Culinary, Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Tua dan Wanita Pengais Rezeki

25 September 2018   08:33 Diperbarui: 25 September 2018   08:56 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebidang tanah dengan bangunan tua didalamnya, kini menjadi satu-satunya peninggalan almarhum ayah. Meski demikian, bangunan itu tak serta merta menjadi sesuatu yang menyeramkan bagi lingkungan sekitarnya. Terlebih bagi penghuninya, disetiap sudutnya menggambarkan sebuah perjuangan yang demikian pelik.

Kamilah yang menghuni bangunan tua itu. Ibu, aku dan adik telah menyulap bangunan itu menjadi sesuatu yang menghasilkan. Semenjak ayah tiada, kehidupan kami berubah 180 derajat. Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga, harus berjuang keras demi kelangsungan hidupnya. Apalagi gaji pensiunan ayah yang harus cukup digunakan untuk menghidupi kami dan membantu nenek di desa, otomatis membuat beliau harus memutar otak untuk makin gigih berjuang.

Keadaan yang demikian sulit, tak lantas membutakan mata batin kami. Apalagi membuat kami merenungi nasib atau menganggap Allah tidak adil. Justru disinilah iman kami diuji. Sudah sepantasnya kami bangkit demi mendapatkan sesuatu yang lebih baik.

Kala itu, aku masih kelas 1 SMA, sementara adikku masih kelas 1 SMP. Apakah ibu bisa membiayai pendidikan kami hingga lulus?

"Bisa"! inilah kami saat ini. Aku dan adik sama-sama sarjana lulusan Universitas Brawijaya, yang hanya dibiayai oleh seorang ibu rumah tangga berstatus janda. Lalu darimana biaya kuliah itu? Tentunya dari kerja keras kami. Dan bangunan tua itu adalah saksi bisu perjuangan kami, yang sekaligus menjadi sumber rezeki bagi kami.

Bukan lantas bangunan itu kami jadikan tempat mistis. Sebaliknya di setiap sudutnya, selalu kami fungsikan untuk mengumpulkan pundi-pundi rezeki. Di halaman depan, ibu menanaminya beberapa pohon rambutan. Di sela-sela itu ada juga pohon jeruk dan bunga mawar. Dan beberapa tahun kemudian, kamipun panen. Para pedagang buah berdatangan membeli buah kami.

Tak hanya itu, disamping kanan rumah kami, juga penuh dengan tanaman cabe, terong dan bayam. Tak jarang pedagang sayur juga ikut membeli hasil kebun kami. Bahkan rumah kami, yang mungkin terbilang bangunan tua, namun dinding penopangnya masih demikian kokoh, ternyata juga mendatangkan rezeki. Kamar-kamar yang demikian banyak, oleh ibu dibersihkan dan digunakan untuk menampung anak-anak sekolah yang mencari rumah kost. Apalagi sebagian dari mereka meminta bantuan ibu untuk memasakkan, jadilah bangunan dan tenaga ibu menambah pundi rupiah kami.

Lantas aku? Apa saja pekerjaanku selama itu?

Selain membantu ibu merawat kebun dan membersihkan rumah kost, sejak dulu aku hobi menulis. Dengan mesin ketik manual, kucoba merangkai kata demi kata, yang akhirnya jadilah sebuah naskah tulisan yang siap kukirim ke media. Senang rasanya kala itu, ketika pak pos datang membawa wesel pos. Meski jumlahnya tak seberapa, namun kebanggaan itu selalu terpancar diwajahku.

Sayang, aku tak konsisten menggeluti hobiku itu. Aku lebih fokus membantu ibu di rumah, karena rumah kami bukan hanya dijadikan rumah kost. Ibu memperluas bidang usahanya dengan membuka warung beras dan minyak tanah. Selain itu masih ada usaha lain, yaitu tukar tambah sepeda kayuh dan jasa pengantar kue kering. Semua itu kami lakukan bertiga, bahu membahu demi keberhasilan tujuan kami. Apalagi ibu dengan segala idenya, membuat kami, anak-anaknya selalu siap mendukung. Di lain waktu, beliau mengumpulkan nasi yang sudah basi. Ketika cuaca panas, ibu menjemurnya hingga kering. Dan nasi itulah yang dijadikan campuran membuat kopi bubuk.

Ternyata sungguh diluar dugaan, kopi bubuk buatan ibu banyak dicari orang. Sejak saat itu, aku dan adik membantu ibu membuat kopi bubuk pesanan. Dan alhamdulillah, bangunan yang nampak tua, bahkan hampir tak ada yang meliriknya, ternyata menjadi sumber rezeki bagi kami. Meski bukan kemewahan yang kami dapat, namun kami sangat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Usaha yang berangkat dari sebuah bangunan tua, ternyata membuat kami sanggup mengejar mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun