Dalam perihal ini berbahagialah yang berpaham ekonomi. Ekonom akan cenderung untuk "optimalizing under constraint". Atau mungkin pakai prinsip optimalitas Pareto. Tidak mungkin akan memberi kebahagian kepada rakyat secara totaliter 100 persen. Namun berpihak pada rakyat yang selama ini dirugikan oleh roda pembangunan. Memang ada trade off, yaitu mereka yang dulu diuntungkan, menjadi sedikit atau agak dirugikan. Intinya memang hidup di dunia ini repot. Banyak risiko. Juga sedikit kejam.
Seandainya korban adalah persis sama dengan qurban maka yakinlah akan masa depan yang lebih baik pasca pengorbanan.
Kemudian saran saya lainnya adalah berhati hatilah memakai kata "rakyat". Siapa sih rakyat itu. Bisa jadi yang pernah dialami Prof Mubyarto ketika pada sidang MPR era Orde Baru, beliau memaparkan terkait ekonomi kerakyatan. Spontan kemudian mBak Tutut Suharto sang konglomerat itu berinterupsi, "Memangnya saya ini bukan rakyat, Pak".
Jadi rakyat ang disebut musti spesifik. UMKM pun bisa jadi belum spesifik, karena masih ada "M"-nya atau menengah. Usaha menengah itu memiliki kriteria aset: 500 juta - 10 Miliar, dan omset antara 2,5 Miliar sampai 50 Miliar rupiah. Gedhe kan. Apakah mayoritas rakyat. Namun sekali lagi berhati hati karena gap atau kesenjangan yang lumayan tinggi di republik ini.
Kemudian berikutnya terkait hadist Rasulullah SAW yang mengatakan, "Maukah aku tunjukkan perbuatan yang lebih baik daripada puasa, shalat, dan sedekah? Kerjakan kebaikan dan prinsip-prinsip yang tinggi di tengah-tengah manusia.". Bagi orang awam yang baru mendengar pertama sabda kanjeng Nabi, sebaiknya disertakan riwayat hadist tersebut. Dari mana oleh siapa, juga konteksnya mungkin.Â
Selanjutnya yang terakhir, mengenai lirik lagu "Hari Lebaran" ciptaan Ismail Marzuki, "Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin." Memang lagu tersebut menjadi indah irama dan rima-nya, pada akhiran "in" di setiap barisnya: Â Minal aidin wal faidzin, maafkan lahir dan batin, selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin. Namun berapa banyak manusia Indonesia yang keseleo pikir, dikira arti Minal aidin adalah "maafkan lahir dan batin". Lalu pada nunggu 1 Syawal untuk mengumpulkan permohonan maaf. Padahal meminta maaf harus segera dilakukan setelah berbuat salah. Satu lagi, di tengah musim corona ini barangkali bisa kita sisipkan: Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin, terlepas dari covid nine teen