Semangat untuk bersatu itu harus secara ikhlas dilaksanakan. Tidak ada yang riya (menunjukkan diri), dia harus melepaskan dirinya dari atribut personal atau bahkan kelompok. Sikap untuk rela berkorban demi kepentingan negara dan bangsa, musti ditempatkan di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Banyak partai masih belum meninggalkan atributnya dalam rangka berkampanye dan membantu yang terkena musibah. Untuk itu diperlukan sikap kedewasaan dalam tindakan menolong mereka-mereka yang membutuhkan itu.
Keempat dalam aspek permusyawaratan. Sering kami amati selama ini pernyataan pemimpin daerah dalam menyikapi bencana ini kurang bijak. Misalnya pada kasus bencana banjir di Jakarta saat ini, rasanya tidak elok untuk menyalahkan kepala daerah lain yang ada di sekitarnya.
Yang dibutuhkan adalah bermusyawarah untuk memecahkan masalah bersama. Namun alih-alih bermusyawarah, yang terjadi malah saling menyalahkan satu sama lain.
Selain berupaya bermusyawarah, para pemimpin dapat mengacu pada hasil permusyawarahan sebelumnya. Mengingat bencana ini --terutama banjir di daerah Ibukota dan sekitarnya- menjadi kegiatan yang rutin, sehingga sangat dimungkinkan pemimpin-pemimpin sebelumnya telah menyepakati beberapa hal demi kelancaran roda organisasi pemerintahan.
Saya pernah menulis di sini bahwa salah acuan dalam peraturan perundang undangan terkait bencana ini misalnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Perpres ini muncul mengingat kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan strategis nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu.
Di dalam Perpres tersebut diatur juga mengenai strategi pengendalian banjir --pada Pasal 21. Ditulis bahwa strategi pengembangan prasarana drainase dan pengendalian banjir dilaksanakan dengan pengelolaan sungai terpadu dengan sistem drainase wilayah.
Pengendalian debit air sungai dan peningkatan kapasitas sungai, peningkatan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air dengan sistem polder, pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dilaksanakan dengan ketat di kawasan hulu hingga sepanjang daerah aliran sungai, pembuatan sudetan sungai, dan pengendalian pembangunan di sempadan sungai.
Hal lain yang perlu diperhatikan misalnya pada Pasal (64) bahwa "Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antardaerah di Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antardaerah".
Di pasal berikutnya dinyatakan kurang lebih bahwa badan kerja sama antardaerah terbut juga melaksanakan/memfasilitasi pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas provinsi/kabupaten/kota di Kawasan Jabodetabekpunjur.