Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Kepanjangan dari PAN, Pak Amien Rais?

18 Juni 2018   02:53 Diperbarui: 18 Juni 2018   02:57 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini, terhitung tiga bulanan ini -termasuk Ramadhan 1439 Hijriyah kemarin- salah satu pendekar Chicago menggeliat lagi. Sebutan "pendekar Chicago" tersebut meniru analogi Gus Dur yang pernah menulis di majalah Tempo, mengomentari pulangnya alumnus Universitas Chicago (Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, dan almarhum Nurcholis Madjid) balik ke Indonesia saat itu.

Maksudnya "menggeliat" adalah ketika pak Amien mulai berkoar-koar lagi mengkritik presiden yang berkuasa pada masanya. Suatu hal yang pernah beliau lakukan dulu saat Orde Baru, kemudian saat pak Habibie, saat Gus Dur, SBY, dan sekarang Jokowi. Sepertinya saat mbak Mega jadi Presiden (2001-2004) tidak beliau lakukan, mungkin karena posisi sebagai Ketua MPR dan pendukung pemakzulan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid saat itu.

Meski sekarang banyak yang mencomooh, namun kita perlu menengok era tempoh doeloe saat beliau amat berjasa dalam rangka penumbangan Orba. Asal muasalnya di suatu seminar pada tahun 90-an (mungkin 1994 ya) pak Amien ditantang Permadi: Apakah U berani jadi Presiden? Pak Amien menjawab, "Insyaallah".

Berita itu jadi heboh karena membicarakan suksesi di era Orde baru adalah tabu, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Kemudian saat presiden Soeharto sudah di ujung tanduk (tahun 1998), beliau memanggil tokoh Islam ke cendana untuk bertukar pendapat. Pak Harto setuju untuk mengundang rohaniawan semacam Gus Dur, Emha Ainun Nadjib, dan Nurcolish Madjid. Namun ketika disodori nama "Amien Rais", beliau menolaknya. Kritikannya terlalu keras, kurang lebih seperti itu katanya.

Walaubagaimanapun kalau melihat kondisi pak Amien saat ini, maka di era 98 itulah beliau mengalami masa peak performancenya, sehingga pantas dijuluki "Lokomotif Reformasi". Sebagai ketua PP Muhammadiyah (sejak tahun 1995) paradigma yang beliau tawarkan adalah "high politic" yang meniadakan politik ecek ecek, atau politik yang hanya mengandalkan kasak kusuk. Ia ganti dengan politik tingkat tinggi yang berkualitas dan bermoralitas.

Pernyataan-pernyataan beliau menjadi viral saat itu. Selain high politic, ada juga "koruptor is begundal" (yang disampaikan pada forum Jakarta Lawyer Club dengan pembawa acara Ira Koesno ketika itu) dan reformasi yang "termehek mehek", serta menyebut pak Harto dengan "the old man".

Pernah suatu saat ketika di tengah demo mahasiswa di kampus UGM tahun 1998, ada seorang intel yang ketahuan massa. Mahasiswa mau mengajar intel tersebut, datang pak Amien yang melerai keroyokan mahasiswa itu. Tidak bisa dibayangkan bila tidak dihentikan, nasib si intel barangkali tinggal nama.

Lalu saat debat presiden tahun 1999 di kampus UI, ada pertanyaan menarik ke Amien Rais soal kediktatoran. Pertanyaan dari salah seorang panelis (kalau tidak bu Harkristuti Harkrisnowo ya pak Imam Prasojo. Saat itu ada tiga orang panelis) mengapa pak Amien sangat getol untuk merubuhkan penguasa di ibukota, sementara di Yogyakarta masih ada dinasti yang bercokol turun temurun. Ternyata jawaban pak Amien: Kita mulai dulu dari Pusat baru ke bawah, intinya dari yang besar dulu.

Semangat perlawanan pak Amien bahkan sampai sedikit mengorbankan diri, ketika menyatakan bahwa dirinya  menerima dana non budgeter dari Kementerian (saat itu masih Departemen) Kelautan dan Perikanan, lalu katanya: Demikian pula dengan presiden dan wapres terpilih saat itu (SBY dan MJK). Presiden SBY tampaknya gerah dengan pernyataan itu, maka ketemulah mereka berdua.

So kembali ke judul: Bagaimana memahami langkah-langkah pak Amien di masa lalu dan saat ini? Kita kembalikan ke penyingkatan (atau plesetan) PAN sebagai partai bentukan beliau sendiri. Beliau dalam sebuah wawancara di teve pernah menyatakan dengan joke bahwa PAN adalah P-asti A-min N-aik. Mungkin dengan membuat berita heboh ini akan meningkatkan "rating" beliau. Ingat gak saat Pemilu 1999 di jam jam terakhir pencoblosan PAN menyatakan bahwa warna gambarnya salah (artinya panitia salah cetak meski mirip). Atau saat pemilu 2004 dukungan terhadap pasangan Amin-Siswono dinyatakan sehari sebelum pencoblosan (oleh partai PKS).

Arti PAN berikutnya adalah "Pak Amin Nakal". Mungkin ini memang hobi beliau, dengan sedikit sedikit nyindir bernada sarkas terhadap penguasa. Nakal disini berarti seperti anak kecil yang jahil, suka nganggu lalu lari. Mungkin analogi tidak persis seperti anak kecil semacam itu. Anggap saja kurang lebih sama. Selanjutnya PAN bisa berarti Prof Amin Nyuri_start. Artinya beliau memanfaatkan waktu satu tahun kurang ini untuk menyisihkan lawan (karena ikut menjadi vokalis dalam lagu 2019Ganti Presiden ).

Bisa juga "Penginnya Amien Nyapres (PAN)". Pernah pada kesempatan peluncuran buku Anas Urbaningrum tahun 2004 yang berjudul "Melamar Demokrasi", cak Nun (Emha) menyebut diantara kandidat presiden yang ada -saat itu ada Hamzah Haz, Wiranto, Megawati, SBY dan tentu saja Amien Rais- pak Amienlah yang paling cocok. Kemenangan SBY saat itu karena didukung badannya yang besar (metafora cak Nun, "Kita selama ini disuguhi presiden yang seperti tempe, sekarang ada SBY kayak hamburger").

Saat tahun 2004 itu ada pooling liputan6 SCTV berdasarkan sms yang masuk, memang pasangan Amien Siswono yang menduduki peringkat satu. Apesnya, mereka berdua tidak lolos ke dua besar. Mungkin kesempatan menggeliat atau berkoar koarnya pak Amien ini sebagai sarana benar-benar menuju Capres 2019 nanti. Dan memang PAN menjadikan Amin Rais sebagai salah satu alternatif untuk presiden 2019 nanti.

PAN berikutnya -dalam bahasa Jawa- adalah Pikiranne Arang Nyandhak, alias cara berpikirnya jarang "nyampe" atau tanggung. Seingat saya di tabloid detak tahun 1998 (saat itu detik sudah dibreidel, adanya detak), pak Amien menulis tentang ilmu "gerontologi" atau ilmu yang membahas orang-orang tua. engan beranekdot gerontologi adalah ilmu orang orang yang kuatnya makan "gerontol" (karena gigi sudah pada habis). Kurang lebih tulisan beliau bahwa ketika masa tua maka akan kembali ke masa kanak-kanak lagi. 

Membaca sindiran pak SBY ke prof Amin yang menekankan perlunya kritikan disampaikan secara santun karena "kita ini sudah tua" bukankah artinya pak Amin balik ke masa kanak kanak lagi (dus ilmu gerontologi seperti tulisan beliau 18 tahun yang lalu terjadi kepada penulisnya). Apapun itu politik RI semakin bergairah dan variatif dewasa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun