Mohon tunggu...
Yunda fithriyah
Yunda fithriyah Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswa Sastra Inggris IAIN Surakarta

Tutor bahasa Inggris, Founder Foreign Language Community. Director Foreign Language Community.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Atheispun Bertuhan

21 April 2020   00:02 Diperbarui: 21 April 2020   00:57 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidakkah kita berfikir selintas mengenai Tuhan, dan mengepa harus bertuhan?, toh orang Ateis hidupnya juga baik-baik saja, dan tak jarang orang yang bertuhan hidupnya melarat. pertanyaan ini sering menjadi perbincangan tajam bagi kritikus besar dunia beberapa abad silam seperti Friedrich Niecthze.

Sampai saat ini fatwa fikiranya masih menjadi telaah filsafat, bahkan sebagian ada yang mengimaninya. Ketika kita memaknai Tuhan dalam format agama bisa dikatakan bahwa manusia bisa tanpa Tuhan. Namun ketika dikatakan format Tuhan adalah sesuatu yang timbul dari sifat alamiah manusia, maka manusia tidak bisa Tuhan. 

Secara ruhaniah dan sifat alamiah manusia, manusia tidak bisa hidup tanpa Tuhan, manusia tidak bisa menyelasaikan masalah kehidupanya sendirian, manusia butuh sandaran jiwa ketika menghadapi situasi pelik. Beberapa abad silam manusia mempunyai cara berbeda dalam meneyembah Tuhan, ada yang menyembah matahari, bulan dan bintang sebagai Tuhan.

Hal ini sebagai simbolis  manusia untuk memberikan rasa terimaksih dan memohon  terhadap sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan lebih dari apa yang tidak dimiliki manusia, seperti contoh dalam mentuhankan  matahari   yang telah menyinari bumi  dalam rentan waktu satu hari. 

Permasalahanya disini bagaimana saat manusia kehilangan kepercayaan terhadap sesamanya dalam memecahkan beberapa persoalan akibat dari sifat trauma dihianati dan mengalami keterpurukan, alhasil keputusan terakhir dari mereka adalah bunuh diri.

Fakta abad terakhir menyebutkan bahwa Negara yang mayoritas penduduknya tidak beragama memilik angka bunuh diri yang lebih besar dari pada Negara yang pendudukanya beragama. ketika kita lihat Bunuh diri terbesar ada di mana Negara-negara yang menegasiasikan agama seperti Korea Selatan sebagaimana yang diakses oleh LIPUTAN 6.COM (21/07/1017).

Penyebabnya adalah problem mental dan rasa terkekang. Mereka tidak menemukan solusi dalam dirinya sendiri dan orang lain, sehingga timbullah rasa frustasi atau rasa tidak bergairah untuk hidup yang menimbulkan hasrat untuk bunuh diri.

Ketika manusia mengalami hal yang tidak bisa dipecahkan sendiri menurut akal dan entitas yang ada dalam diri manusia, mereka akan mencari tempat penyandaran dari apa yang tidak bisa manusia pecahkan secara nalar.

Secara naluri manusia bisa menegasikan agama namun tidak akan mampu menegasikan Tuhan. Immanuel Kant mengatakan kebenaran adanya tuhan merupakan kebenaran yang postulat, kebenaran yang tidak bisa diraba oleh pancaindra. 

Seorang Ateispun juga bertuhan, kisah ini  disampaikan oleh Syekh Muhammad Al Gazali dalam bukunya Jadid Hayatak kisah seorang Ateis yang tidak percaya tuhan. 

Seorang beragama bertanya ke pada si Ateis, "bagiamana jika kau  hampir tenggelam di tenggah lautan hanya dengan perahu kosong, tanpa dayung tampa rekan, tidak ada mahluk hidup dan alat untuk dimintai pertolongan, apa yang kaufikirkan?"

Si Ateis menjawab, "aku berharap aku hanya bisa selamat dengan suatu keajaiban".

Ujar si agamawan,  berarti kau masih percaya Tuhan, tergeraknya hati nalurimu dengan meminta tolong kepada hal yang tidak kau ketahui wujudnya dan harapanmu terhadap keajaibna itu sebenarnya gerak dari nalurimu dalam bertuhan. Si atiespun bungkam tanpa kata, begitulah ilustrasi singkat verrsi bahasa saya. 

Manusia bisa menegasikan Agama namun tidak untuk Mengasikan tuhan, orang tak beragama belum tentu tidak bertuhan, walaupun tuhan-tuhan mereka tidak terformat kedalam bentuk agama. mereka ada yang menuhankan science, logika, harta bahkan kehiudpan itu sendiri.

Saya menganalisis dari buku Nietzsche yang berjudul Zarahustra, Senjakala Anti-Krist, dan The Will to Power, ada rasa kecewa Nietzsche terhadap agama pada masa itu, ia mengangap keterbelakangan ummat terutama di Jerman disebabkan Kekangan Agama yang ada pada masa itu dalam merasup dan memepengaruhi masyarakat.

Penindasan terhadap kemanusiaan dan sosial, kekangan fanatic terhadap logika dan keagungan hanya dimilki oleh pemuka agama, Oleh karenanya, dengan segala kekuatan jasmani dan ruhani manusia masih tidak mampu memberikan penjelasan secara jelas mengenai exsitensi Tuhan walaupun ribuan literasi ditulis diterbitkan  menggungkapkan tentang Tuhan.

Inilah yang membedakan manusia dengan tuhan, jika eksistensi Tuhan tampak secara jelas maka keangkuhan manusia akan timbul dan tidak ada hal yang sepesial tentang Tuhan itu sendiri. Bentuk ketidak mampuan manusia dalam menalar tuhan itu sebenarnya bentuk adanya tuhan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun