Mohon tunggu...
yunayusnita
yunayusnita Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama saya Yuna Yusnita seorang mahasiswa di universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh dengan jurusan ilmu ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketika Data Berbicara dari Uang: Menakar Masa Depan Penerimaan Indonesia di Era Digital

21 Agustus 2025   12:55 Diperbarui: 14 Agustus 2025   12:54 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era berubah. Transaksi kas berpindah ke QRIS, pengeluaran bulanan lewat e-wallet, bahkan gaji honorer kini dikirim melalaui platform keuangan digital. Perubahan transformasi satu hal permanen menjadi tulang punggung negara: penerimaan. Pajak serta penerimaan negara lainnya adalah penggerak pembangunan nasional yang berkelanjutan. Namun di era di gital, penerimaan tersebut tak lagi bersumber dari sektor konvensional, algoritma, transaksi lintas negara, dan konsumsi yang tak terdeteksi kasat mata. Di sinilah letak data dideteksi mengambil peran sentral. Karena uang bergerak digital, maka data pun bicara lantang.

Digitalisasi membuka warna baru bagi fiskal Indonesia. Walaupun menghadirkan sosok tantangan besar : sektor informal yang tak tercatat, perusahaan global beroperasi bagaikan tinggal di rumah sendiri, jenis transaksi digital terbaru, game online, dan aset kripto. Di satu sisi lain, digitalisasi memberikan peluang: otomatisasi pelaporan pajak, transparansi, dan integrasi data lintas sektor.

Bukti empiris terlihat dalam pertumbuhan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Dari data Asosiasi E-Commerce Indonesia, nilai transaksi mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Namun tidak ada kehadiran kontribusi nyata pada penerimaan negara yang setara. Dalam kasus lain, penyedia jasa digital asing contohnya Netflix, Spotify, dan layanan Cloud dengan keuntungan besar tanpa harus membayar pajak sepadan.

Data jadi Senjata Kebijakan

Data bukanlah angka, ia adalah profil perilaku, peta aliran ekonomi serta evaluasi kepatuhan fiskal, Indonesia mulai menyadari pentingnya peran data melalui integrasi penetapan sistem perpajakan seperti e-Faktur, e-Bupot, DJP Online, dan pelaporan secara daring. Dengan tujuan membentuk ekosistem fiskal digital yang bijak dan adaptif. Teknologi big data dan machine learning memudahkan Ditjen Pajak untuk melacak transaksi mencurigakan, mendeteksi penolakan pajak dan cegah regulasi, menyusun profil pajak secara prediktif, dan penyesuaian kebijakan fiskal mengikuti dampak aktualnya. Data platform ride-hailing, e-commerce, dan digital bangking mulai di sinergikan dengan akurasi data pajak, menciptakan jaringan informasi yang valid dan efesien.

Skema Kebijakan Terpadu

Pemerintah Indonesia tak berdiam diri, terdapat terobosan kebijakan terus digulirkan:

1. PNN atas PMSE

Semenjak 2020, Indonesia penetapkan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyedia Jasa digital asing. Ini langkah awal progresif menuju terbangunnya keadilan fiskal yang merata, meskipun berbalut tantangan tersendiri.

2. Integrasi Digital dan Rupiah Digital

Pengembangan "Digital Rupiah" yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai bagian Central Bank Digital Currency (CBDC). Menjadikan fasilitas pembayaran sekaligus pencatatan transaksi yang terekam langsung bagaikan CCTV pada sistem keuangan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun