Mohon tunggu...
AYE Pramana
AYE Pramana Mohon Tunggu... Dosen - Urban Scholar, Lecturer, Football Lover

Pemerhati masalah perkotaan (belum pantas menyebut diri sebagai Urban Planner), dosen PTS di Jogja, Pecinta Sepakbola (bukan pemain sepakbola)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Work from Home: Mengembalikan Kegilaan Menulis di Kompasiana

10 April 2020   23:52 Diperbarui: 10 April 2020   23:48 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya saya berhasil masuk kembali ke akun Kompasiana. Saya scroll profil saya hingga akhirnya saya menyadari bahwa saya sudah absen menulis di Kompasiana tepat sejak 2 tahun lebih 4 hari yang lalu.

Sejenak saya me-review akun Kompasiana saya. Terlebih tampilan Kompasiana sudah berubah banyak sejak terakhir kali saya membukanya. Ternyata pada saat saya "gila" menulis dulu, saya bisa menghasilkan 89 artikel, dimana dari 89 artikel tersebut hanya 1 yang berhasil masuk jadi Headline.

Masa paling "gila" bagi saya untuk menulis adalah pada tahun 2012, saat saya sangat rajin mengulas seluk beluk sepakbola nasional, khususnya segala sesuatu tentang tim kebanggaan daerah asal saya, PSS Sleman.

Sejujurnya Kompasiana adalah media yang memberikan milestone penting dalam hidup saya. Pertama, berkat kegilaan menulis di Kompasiana, saya dan beberapa rekan yang rajin menulis tentang PSS Sleman memutuskan untuk kopi darat dan membentuk komunitas Elja Kompasiana. Komunitas ini cuma kecil dan sudah lama juga kami tidak bertemu.

Tapi terbentuknya komunitas ini menjadi satu hal yang sangat berkesan. Apalagi berkat tulisan-tulisan di Kompasiana, saya mendapatkan "kehormatan" dipanggil oleh seorang pentolan suporter sepakbola Sleman yang bercita-cita menyediakan satu "wadah" bagi pecinta PSS Sleman untuk menuangkan ide melalui tulisan.

Yang kedua, Kompasiana berperan besar untuk menunjang karir saya saat ini sebagai tenaga pengajar di salah satu PTS di Jogja. Salah satu hal yang wajib dilakukan oleh seorang dosen adalah membuat akun SINTA, akun sistem informasi publikasi ilmiah bagi dosen.

Syarat membuat akun SINTA adalah harus memiliki akun Google Scholar, dimana untuk membuat akun Google Scholar, seseorang harus sudah pernah menulis artikel yang kemudian diindeks oleh Google Scholar.

Pada saat awal-awal diterima di PTS tersebut, saya belum memiliki artikel ilmiah apapun. Namun sungguh beruntung karena salah satu tulisan saya di Kompasiana pernah dikutip oleh salah satu artikel jurnal.

Alhasil, saya seperti mendapatkan bypass untuk membuat akun Google Scholar plus akun SINTA, satu hal yang pada saat itu sulit dilakukan oleh rekan-rekan yang sama-sama diterima sebagai dosen baru.

Kompasiana memang menjadi ajang yang tepat bagi saya untuk mengolah kata, dan jika beruntung, mendapatkan feedback untuk ide yang dilontarkan.

Saya menyadari 2 tahun sudah saya tidak menulis di Kompasiana. Saya mencoba merefleksikan mengapa demikian. Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat saya semakin jarang menulis bebas di Kompasiana:

  • Waktu luang yang semakin berkurang. Pekerjaan sebagai dosen ternyata cukup menguras waktu, dan sayangnya, tidak seperti yang saya pikirkan sebelumnya. Saya berpikir bekerja sebagai dosen berarti saya akan mempunyai banyak waktu luang untuk membaca, meneliti, dan menulis. Kenyataannya tidak demikian. Ada seabrek tugas-tugas administratif yang harus diselesaikan, plus tugas-tugas tambahan lain dari institusi. Ini belum ditambah kewajiban baru sebagai suami, plus ayah bagi seorang bayi laki-laki mungil yang baru lahir 6 bulan yang lalu. Alhasil, untuk pekerjaan rutin pun saya sering kehabisan waktu, apalagi untuk menuangkan ide melalui tulisan di Kompasiana.
  • Saya jadi lebih hati-hati dalam menulis. Sempat menjalani studi S2 selama 1 tahun saya sadari ikut membentuk pola pikir saya. Budaya akademik menuntut saya untuk lebih berhati-hati di dalam mengemukakan argumen dan mengambil kesimpulan. Saya merasa bahwa saya menjadi lebih takut-takut di dalam menuliskan sesuatu. Padahal sebenarnya prinsip mendasar dalam menulis adalah "kalau mau menulis ya tinggal menulis saja". Tetapi tetap saja kehati-hatian dalam berpikir itu menjadi hal yang terlanjur melekat. Apalagi dengan profesi yang saya jalani saat ini. Jika dulunya saya mudah mengemukakan pendapat dan mengambil kesimpulan dengan data yang minim dan tanpa kutipan, sekarang saya jadi tidak berani melakukan hal tersebut. Padahal sebenarnya tulisan populer macam di Kompasiana ini tidak banyak tuntutannya. Justru jika terlalu banyak kutipan, tulisan menjadi kurang menarik untuk dibaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun