Mohon tunggu...
Yumna Muzakkir
Yumna Muzakkir Mohon Tunggu... -

@yumnamuzakkir

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rokok, Ibu Menteri, dan Kita

30 Oktober 2014   02:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:13 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dunia berita Indonesia beberapa hari terakhir sedang heboh. Gara-garanya, ada seorang pembantu presiden (menteri),wanita, yang dengan santainya merokok di depan awak media pada saat diwawancara. Gaya cueknya ini tak butuh lama untuk segera menjadi pergunjingan di media sosial. Masalah rokok ini kemudian merembet kepada hal-hal lain. Tatoan, suami bule, dan tidaktamat SMA , membuat bu Menteri dengan cepat menjadi trending topic di Indonesia mengalahkan berita tentang kisah suksesnya memulai usaha dari nol hingga punya puluhan pesawat dan maskapai perintis, meningkatkan ekonomi perikanan masyarakat Pangandaran, juga ceritanya terjun langsung sebagai perintis pengangkutan bantuan pada saat Tsunami Aceh,ketika sebagian dari kita sedang menangis terdiam di depan televisi menonton berita tanpa tahu harus berbuat apa.

Ya, merokok , tatoan, bule, dan hanya tamatan SMP memang tidak ada hubungannya dengan ‘track record’ nya sebagai ‘entrepreneur’ hebat, dan kinerjanya kelak sebagai menteri, tapi bukankah masyarakat kita memang senang mempermasalahkan hal-hal yang tidak substansial?. Maka ibu menteri,selamat datang di Negeri tercinta ini. Di negeri ini, anda akan dipuja-puja bahkan saat anda belum berkarya,hanya karena mereka suka. Di negeri ini, anda akan dicela bahkan pada saat anda belum melakukan apa-apa, hanya karena mereka tak suka. Di negeri ini ‘terlihat baik’ di sebut pencitraan, ‘terlihat nakal’ adalah kejahatan. Bu menteri sendiri dalam beberapa kesempatan menegaskan “sulit bagi saya menjadi birokrat, atau ibu-ibu manis yang feminim’’ (dilansir dari detik.com) yang entah kenapa mengingatkan saya pada ibu Ratu At*t, ibu manis dan feminim, yang dipenjara karena kasus korupsi. Maka sekali lagi Bu Menteri, selamat.. dalam beberapa waktu ke depan mungkin gaya anda akan tetap menjadi trending topik di Negara kita.

Saya pribadi berusaha memisahkan hal-hal tersebut dalam ruang yang berbeda. Perilaku merokok di ruang A, Kerja Menteri di ruang B. Sebagai praktisi kesehatan yang dulu semasa mahasiswa pernah bergabung dalam organisasi dan divisi “public health” yang salah satu programnya adalah “world without tobacco” dan juga pengalaman dimana Alm. Ayah saya diserang penyakit dengan faktor resiko nya adalah merokok, saya tidak pernah suka dengan yang namanya rokok. Permusuhan saya dengan benda ini membuat saya dengan tegas menyatakan tidak suka dengan gaya merokok si ibu menteri. Rasanya tidak etis dalam kapasitas beliau sebagai pejabat publik. Maka mengenai hal itu, mari sama –sama kita kritisi. Tapi saya juga harus memuji kebijakan hari pertama nya sebagai menteri yang mengubah jam kerja lebih awal, dan pulang lebih awal, agar pegawai kementriannya lebih cepat bertemu keluarga dan tidak terkena macetnya ibukota. Bijak, dan tak terpikir oleh banyak orang, maka mari sama-sama kita apresiasi. Teman, bukan hanya si ibu menteri, saya juga sudah tidak sabar ‘nyinyir’-in menteri-menterinya Pak Presiden. Hanya saja saya merasa bukan sekarang waktunya, tapi kelak ketika mereka kerjanya tidak beres atau jika suatu saat mereka tersandung kasus korupsi. Jadi bukan hanya sekadar memuji karena kita sukai, atau sekadar memaki hanya karena kita benci. Bahwasanya kelak walaupun kinerjanya bagus tetap ada yang mencela, itupun hal yang wajar. “Because We Cannot Please Everyone”.

Kembali ke masalah rokok. Agak aneh memang masalah rokok ini baru menjadi perhatian sekarang, bukan sejak dahulu ketika rokok menjelma menjadi salah satu pembunuh terbesar di dunia. Mudah-mudahan ini bukan isu musiman yang muncul dengan latah dalam masyarakat hanya gara-gara oknum-oknum yang tidak suka dengan bu menteri (atau bisa jadi tak suka dengan Presiden ), tapi lebih kepada muncul karena meningkatnya kesadaran Masyarakat terhadap kesehatan.Karena bagaimanapun juga, rokok akan terus menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia (cc: Bu Menkes).

Dalam sebuah kesempatan wawancara aa’ gym, ulama kondang, berkomentar mengenai ibu menteri: “Guru-guru akan susah. Nanti kalau guru nanya ke muridnya, ‘Kenapa kalian merokok?’ ‘Kan Bu Menteri Merokok, Bu’,” ujar Aa Gym (dilansir dari republika online). Tak salah 100%, tapi ketika berbicara lebih ilmiah, secara statistik ada hal menarik yang muncul.Lebih dari 70 % penduduk Indonesia yang merokok adalah kalangan menengah ke bawah. Jadi hampir sebagian besar dari mereka tidak punya akses terhadap berita bu menteri (yang paling banyak berseliweran di media online), kecuali jika kita yang menceritakan kepada mereka. Kalaupun ada, pasti sedikit yang jadi perokok gara-gara bu menteri merokok. Lantas dari mana anak-anak dan adik-adik itu bisa mendapat perilaku merokok ? Sederhana. Dari orang-orang terdekatnya. Anak-anak atau adik-adik itu punya kecenderungan meniru orang-orang dekatnya, ayahnya, ibunya, abangnya, kakaknya, kakak kelasnya, gurunya, temannya. Singkatnya, apa yang kita lakukan, baik sebagai orang tua, ibu, abang, kakak, guru, dan teman akan berpengaruh terhadapgenerasi muda di sekitar kita. Jadi buat para perokok, jangan hanya mengkambinghitamkan bu menteri ya..!?

Maka, mari kita doakan semoga semua perokok yang secara kebetulan membaca tulisan ini untuk segera berhenti merokok. Karena kita sayang pada anak-anak , dan adik-adik kita.

29 Oktober 2014

Dr. Yumna Muzakkir

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun