Julyna Batubara
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Negara kita ini dikenal dengan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda namun tetap satu. Semboyan ini diangkat sebagai suatu pertanda walaupun negara Indonesia memiliki banyak perbedaan namun akan tetap satu dalam nama bangsa Indonesia. Perbedaan yang dimaksud dimulai dari suku bangsa, bahasa, budaya, ras dan sebagainya yang nantinya akan menjadi kearifan lokal dari setiap daerah asalnya. Salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia yaitu Tradisi Meti Kei dari Pulau Kei, Maluku yang sudah menjadi budaya turun temurun dari nenek moyang kita. Dalam esai ini, akan dikenalkan lebih mendalam mengenai tradisi ini secara tuntas.Â
Sejarah Tradisi Meti Kei
sumber : terasmaluku.com
Tradisi Meti Kei saat ini merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang terdahulu di Pulau Kei sendiri. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana tradisi ini pertama kali berkembang dan dijadikan salah satu budaya atau tradisi bagi masyarakat Kei. Meti sendiri berasal dari bahasa Kei yang artinya "kering kerontang" atau surut, dan Kei adalah nama daerah tempat asal tradisi ini.Â
Oleh karena itu secara keseluruhan Meti Kei adalah kegiatan memancing atau menangkap ikan yang dilakukan saat air laut surut dan biasanya dilakukan di bulan Oktober. Tradisi ini sendiri muncul karena fenomena unik yang terjadi saat air laut surut di bulan Oktober ini, karena saat itu air laut surut menjauhi daratan hingga ratusan meter sangat berbeda jauh dengan normalnya yang hanya puluhan meter saja.
Ketika air surut hingga ratusan meter, tak jarang laut yang memisahkan dengan daerah terpisah berubah menjadi daratan sehingga banyak masyarakat yang saling mengunjungi daerah yang lain, para anak-anak akan bermain di sana sedangkan para orangtua akan pergi menangkap ikan bersama penduduk lainnya. Disaat yang bersamaan, cuaca di bulan tersebut adalah saat yang sangat pas untuk bercocok tanam karena keadaaan laut yang tenang, udara yang segar, dan juga sinar terik matahari tentunya sangat cocok untuk melakukan kegiatan cocok tanam yang sebelumnya didahului dengan membakar lahan.Â
 Tradisi ini sebenarnya sudah lama dilakukan oleh masyarakat Kei terhitung 23 tahun yang lalu di bulan Oktober, namun baru dikenalkan secara nasional pada Tahun 2016 melalui Festival Kei yang dilakukan di salah satu pantai terbesar di Kei. Semakin dikenalnya tradisi ini secara nasional, masyarakat juga semakin antusias dalam menyambut tradisi ini setiap tahunnya yang mana melalui tingginya antusiasme masyarakat dapat membantu mengangkat kembali tradisi ini dan semakin memperbaikinya tiap tahun sehingga dapat dijadikan salah satu ikon nasional negara tentunya. Â
Tradisi Meti Kei
Untuk tradisinya sendiri tentunya terdapat beberapa tahapan dan juga rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Tradisi Meti Kei diawali dengan mempersiapkan sesajen yang wajib dilakukan oleh orang Kei untuk menyambut peristiwa Meti Kei dan juga sebagai awal mula dalam kegiatan bercocok tanam pada bulan Oktober. Dalam sesajen ini, orang Kei biasanya memasukkan sirih, uang koin, pinang dan sebagainya kedalamnya dan akan diletakkan dalam piring atau wadah polos atau yang berwarna putih.Â