Saya pernah berhenti meminum obat dan akhirnya kambuh. Hal itu membuat saya sadar bahwa saya benar-benar sakit dan saya butuh obat. Saya lebih takut kambuh, tidak bisa bekerja, merepotkan banyak orang daripada hanya sekedar gendut, padahal saya harus menopang dan membantu keluarga saya.
Tidak menyenangkan memang menjadi penderita skizofrenia. Pernah dulu ada teman yang sempat menertawakan kejadian di mana saya berhalusinasi.Â
Sedih memang, tetapi saya berpikir positif dan mencoba memahami bahwa mereka tidak memahami kondisi saya. Selain itu, teman-teman dekat yang mengeluh dan merasa dirugikan, direpotkan oleh sakit saya membuat saya terluka.Â
Sekali lagi saya mencoba memahami mereka. Apalagi di usia saya sekarang yang memasuki tahun ke 35 dan saya belum menikah, belum punya calon pasangan, terkadang saya bersedih memikirkan masa depan saya. Saya hanya bisa berserah.
Menderita skizofrenia bukanlah kejahatan. Sehingga saya tidak malu mengatakan bahwa saya menderita skizofrenia, jika orang-orang di sekeliling saya bertanya sakit apa, kelihatan sehat kok ke dokter terus.Â
Dalam pikiran saya itu akan membantu memberikan penanganan yang tepat jika sewaktu-waktu saya kambuh. Teman-teman saya dan saya sendiri selalu menanamkan keyakinan bahwa jika Tuhan izinkan kita mengalami hal yang berat maka Tuhan yakin bahwa kita sanggup menanggungnya.Â
Tuhan memiliki rencana yang baik di balik segala peristiwa yang kita alami. Satu hal yang saya doakan adalah saya berharap hidup saya masih bisa berguna bagi orang lain, setidaknya bagi keluarga saya.