Mohon tunggu...
Veronica Yuliani
Veronica Yuliani Mohon Tunggu... Guru - Guru bahasa yang jatuh cinta dengan cello, panflute, dan violin.

Menulis untuk berbagi dan menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Aku Skizofrenia, Aku Tidak Malu

9 Februari 2020   15:14 Diperbarui: 10 Februari 2020   03:01 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock via megapolitan.kompas.com

Mei  tahun 2015 lalu saya mendampingi murid-murid saya 'Maxi Fieldtrip' ke Bali. Di dalam perjalanan menuju ke Bali tiba-tiba jari-jari tangan saya bergerak di luar kemauan saya, menulis kata-kata di paha saya. 

Dalam pikiran saya, saya merasa ada yang ingin berkomunikasi dengan saya dengan cara tersebut. Awalnya saya merasa tidak berpikir itu aneh. Lama-kelamaan saya mulai kehilangan fokus, lebih asik dengan pikiran saya sendiri sehingga mengabaikan orang di sekeliling saya.

Setengah kesadaran saya menghilang. Saya larut mengikuti cerita dalam pikiran saya. Beberapa yang masih saya ingat adalah  ketika di hotel saya terus saja 'berkomunikasi dengan orang lain' dengan cara menulis di badan saya.

Saya mulai ketakutan ketika sudah mulai larut malam saya masih terus saja menulis dan tidak bisa berhenti. 

Saya tidak bisa tidur, saya mendengar seperti orang berlari mengitari hotel. Saya juga mendengar suara menggelagar di atas atap hotel seperti pertempuran yang seolah-olah hendak merubuhkan kamar hotel.

Kejadian lain yang masih saya ingat adalah di pagi hari saat semua sedang sarapan. Dalam pikiran saya muncul cerita bahwa banyak orang-orang yang jatuh pingsan atau mati karena saya. Saya menangis ketakutan. Teman saya mencoba menenangkan saya dan memberi pengertian bahwa tidak ada orang yang mati. 

Selama seminggu di Bali saya terus berhalusinasi. Namun, saya tidak pernah mengalami halusinasi penglihatan, bahkan sampai saat ini. 

Satu-satunya yang saya lihat dengan perasaan aneh adalah wanita bule berambut panjang menggunakan 'kemben' bertelanjang kaki berjalan di pinggir jalan raya di waktu magrib. Hanya posisi duduk saya yang membuat saya tak bisa melihat wajahnya, apakah ia benar-benar manusia.

Setiba kembali di sekolah saya langsung di bawa pulang ke rumah. Saya juga dibawa ke dokter. Saya tidak ingat apa pun ketika diperiksa dokter. Hingga saat ini pun saya belum pernah mendengar dari dokter langsung menyebut apa sakit saya.

Saya justru mengetahui dari rekan kerja saya. Melihat gejalanya, katanya saya menderita skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. 

Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku. Gejala tersebut merupakan gejala dari psikosis, yaitu kondisi di mana penderitanya kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri.  

Saya tidak ingat kapan mulai berbicara sendiri. Bentuk halusinasi saya bukan lagi tulis menulis dengan jari, tetapi berubah menjadi berbicara sendiri.

Saya mengalami delusi. Delusi atau waham merupakan keyakinan kuat akan suatu hal yang salah, serta hal tersebut tidak dapat dibantah oleh bukti apapun. Saya meyakini ada seseorang bisa membaca pikiran saya dan berkomunikasi saya dengan cara itu. 

Saya berkata-kata sendiri dan saya jawab sendiri. Sekalipun orang yang saya ajak bicara tidak berada di dekat saya, tetapi saya yakin berbicara dengan seseorang, semacam berbicara melalui 'telepati'. 

Bagi penderita skizofenia semua itu masuk akal dan tidak aneh. Ketika masih parah-parahnya saya berbicara kapanpun saya mau dengan berbisik-bisik tak peduli dengan orang di sekitar saya. 

Namun, kini ketika kondisi sudah mulai membaik saya hanya berbicara kadang-kadang jika tidak ada orang. Biasanya di jalan atau saat di kamar ketika hendak tidur.

Saya bersyukur gejala skizofrenia yang saya alami tidak menyebabkan saya ingin menyendiri dan asik dengan dunia sendiri. Saya justru tidak suka sendirian, sehingga saya tetap bisa bekerja walaupun dengan susah payah.

Saya juga bersyukur teman-teman di lingkungan saya bekerja sangat membantu dan memahami kondisi saya sehingga saya tetap nyaman bekerja.

Masalah utama yang saya hadapi sebagai penderita skizofrenia adalah delusi. Saya bersyukur rekan saya yang menolong saya selalu mengajak saya berpikir logis.

Dia mengajak saya bercerita dan menganalisis setiap cerita atau kejadian yang menurut saya aneh atau ajaib kemudian dirunut dijelaskan secara ilmiah dan logis tanpa harus menghakimi bahwa keyakinan saya salah. 

Selain itu saya sendiri juga banyak-banyak membaca mengenai skizofrenia, delusi, gejala, dan sebagainya di internet. Semua itu sangat membantu. Setidaknya jika saya berhalusinasi yang buruk pikiran sadar saya mengingatkan bahwa itu hanyalah halusinasi, sesuatu yang tidak nyata.

Selain dua hal di atas yang perlu dilakukan lagi adalah melakukan pengobatan yang benar, minum obat secara teratur. Ini memang hal yang tidak menyenangkan dan membosankan. Selain itu minum obat menimbulkan efek samping. Berat badan saya naik 20kg setelah mengkonsumsi obat anti depresan. 

Saya pernah berhenti meminum obat dan akhirnya kambuh. Hal itu membuat saya sadar bahwa saya benar-benar sakit dan saya butuh obat. Saya lebih takut kambuh, tidak bisa bekerja, merepotkan banyak orang daripada hanya sekedar gendut, padahal saya harus menopang dan membantu keluarga saya.

Tidak menyenangkan memang menjadi penderita skizofrenia. Pernah dulu ada teman yang sempat menertawakan kejadian di mana saya berhalusinasi. 

Sedih memang, tetapi saya berpikir positif dan mencoba memahami bahwa mereka tidak memahami kondisi saya. Selain itu, teman-teman dekat yang mengeluh dan merasa dirugikan, direpotkan oleh sakit saya membuat saya terluka. 

Sekali lagi saya mencoba memahami mereka. Apalagi di usia saya sekarang yang memasuki tahun ke 35 dan saya belum menikah, belum punya calon pasangan, terkadang saya bersedih memikirkan masa depan saya. Saya hanya bisa berserah.

Menderita skizofrenia bukanlah kejahatan. Sehingga saya tidak malu mengatakan bahwa saya menderita skizofrenia, jika orang-orang di sekeliling saya bertanya sakit apa, kelihatan sehat kok ke dokter terus. 

Dalam pikiran saya itu akan membantu memberikan penanganan yang tepat jika sewaktu-waktu saya kambuh. Teman-teman saya dan saya sendiri selalu menanamkan keyakinan bahwa jika Tuhan izinkan kita mengalami hal yang berat maka Tuhan yakin bahwa kita sanggup menanggungnya. 

Tuhan memiliki rencana yang baik di balik segala peristiwa yang kita alami. Satu hal yang saya doakan adalah saya berharap hidup saya masih bisa berguna bagi orang lain, setidaknya bagi keluarga saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun