Salam Tempel  Masa Kecilku Amanah Bagiku
Kehidupan mengajarkan sesuatu hal yang sangat bermakna. Karena dari situlah kita akan belajar meneladani segala perbuatan yang orang tua contohkan.
Sedikit atau banyak contoh perbuatan baik atau sebaliknya, telah kita pelajari semenjak kecil.
Ingatanku pun terusik, kembali ke masa kecil yang sangat menyenangkan.
Karena kami tidak punya saudara terdekat, maka tetanggalah orang pertama yang dikunjungi untuk silaturahmi, saling bermaaf-maafan.
Sebenarnya Ibu mempunyai saudara laki-laki. Namun, pakde dan seluruh keluarganya pergi meninggalkan tanah kelahiran bertahun-tahun lamanya.
Bahkan, rumah tempat tinggalnya yang terbuat dari kayu jati rusak berat hingga ambruk, rata dengan tanah karena tidak terawat dengan sempurna.
***
Masih terkenang hangat dalam ingatan, kala itu awal mula silaturahmi pada hari raya lebaran.
Seperti layaknya anak kecil yang lainnya, ketika usai menjalankan sholat Idul Fitri, acara sungkem kepada Nenek, minta maaf dan saling memaafkan.
Nenek memeluk kami sambil memberi koin Rp 100, kami sangat senang kala itu. Setelah usai kami makan bersama menikmati hidangan lebaran apa adanya.Â
Nasi, sayur sambal goreng kentang kacang tholo dan tahu jadi menu favorit lebaran. Berteman tahu, tempe, goreng atau bacem. Taklupa sebutir telur asin untuk dibagi empat.
Hari itu banyak tamu berdatangan untuk silaturahmi, terlihat olehku Nenek pun memberi koin kepada sesama teman, jumlahnya taksama denganku.Â
Hidangan di meja pun ala kadarnya. Ada kacang tanah yang direbus, tape ketan, kue apem, kerupuk emping ketan dan rengginan. (Jajanan takseperti saat ini)
 Setelah tamu berangsur sepi, kemudian, Ayah dan Ibu mengajak saya dan kedua adik berkunjung ke rumah tetangga dekat, depan, belakang dan kanan kiri satu demi satu.
Rata-rata kehidupan di kampung, ya, begitulah. Jauh dari kata mampu, pada saat berkunjung ke salah satu keluarga yang hidupnya lebih berkecukupan(keluarga dari teman masa kecil)
Kedua orang tua sungkem menjabat erat tangan tuan rumah dengan komat-kamit (mengucapkan mohon maaf lahir batin dengan logat jawa solo).
Sembari menunggu orang tua selesai dengan misi tersebut, tuan rumah yang lain mempersilahkan kami untuk mencicipi hidangan yang telah tersedia. Saya dan adik pun hanya  tersenyum, sesekali melirik ke orang tua.
Kami tidak terbiasa langsung main sambar begitu saja, sebelum orang tua mengizinkan untuk sekadar mencicipi.