Mohon tunggu...
Yulia Chen
Yulia Chen Mohon Tunggu... Konsultan - Ibu, Istri, Individu yang sedang menjalani Misi kehidupan pada cycle yg ke 999

Produktif ditengah kesibukan menjadi tantangan tersendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Darah itu di tutupi koran

1 Agustus 2014   22:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian ini terjadi pada Tanggal, 25 Juli 2014 :

Pagi ini lenggang sekali sepanjang jalan dari rumahku ke daerah Sudirman, pengguna busway di halte Harmoni baru pagi ini aku dapati tanpa antrian. Sebagian orang di dalam bus turun di halte Monas dengan persiapan gitar dan plastik besar yang berisi kotak-kotak makanan seperti tupperware besar. Suasana hati takala lebaran di Jakarta selalu terasa santai dan dari tahun ke tahun tidak berubah, selalu Holiday Mode.

Turun di halte Karet 2 pagi ini aku melaju lepas karena sepi sekali, sesampainya aku di atas jembatan itu aku tidak menemukan pandangan yang berbeda. Harapanku hendak menemui penjual kaos kaki langgananku dan jajaran pedagang di jembatan itu tidak terlalu bereda namun ada kejanggalan, salah satu spot yang berada di tukang kue dan penjual amplop lebaran di isi oleh barang seperti walkman dan earphone dalam kondisi yang sangat berantakan.

Mungkin abangnya belum ready pikirku, belum habis aku layangkan pandanganku aku melihat sesuatu yang tidak biasa. OH NO! seperti tidak percaya dan tidak yakin akan apa yang aku lihat aku memperjelas pandanganku dan kemudian berpaling dan hampir menjerit, wanita yang berada di belakangku terpekik sedikit seraya berlalu dengan mimik jijik dan prihatin. Darah itu sudah ditutupi koran, namun masih sebanyak itu.....

Pandanganku bergegas mencari gerombolan manusia yang berlalu sebelumnya turun, banyak sekali tapi tidak tampak apakah ada orang yang dalam kondisi seburuk seperti penampakan darah tadi. Bercak darah sebesar kepalan tangan menyertai langkahku sepanjang jembatan itu. Seorang ibu tampak trauma diujung jembatan itu dan takala aku bertanya padanya 'apakah ibu baik-baik saja?' ibu itu hanya mengangguk-angguk tanpa mampu menyembunyikan rasa shock yang ada pada dirinya, aku lalu melanjutkan 'emang kenapa sih bu?' ibu tersebut langsung memalingkan badannya lalu berkata 'saya tidak liat apa-apa, saya tidak lihat apa-apa'. Kakiku bergerak turun beriringan dengan banyak orang lainnya yang bergerak turun.

Takala saya menuliskan hal ini saya masih teringat ibu itu dan menyesal dalam hati saya tidak mengiringnya turun, mungkin ia tidak mampu turun karena pusing dan lain sebagainya. Saya juga ternyata kurang peka dan sedikit tergerak akan suatu event! saya lupa kapan kepedulian saya pernah tergerak akan suatu hal sehingga saya mampu melupakan diri saya dan bergerak untuk orang lain.

Saya memikirkan genangan darah itu dan bertanya-tanya, hal macam apakah yang mendorong sang pelaku hingga mencederai seseorang sampai seperti itu? bahkan kepotong pisau sedikit saja sudah membuat saya merasa sakit? Setelah saya googling ternyata kejadiannya adalah Penjual Tissue di bacok penjual HP karena rebutan Lapak. Ah karena posisi untuk jualan seorang manusia sedang merajang nyawa di Rumah Sakit, saya sendiri berpikir bahwa rejeki itu sudah ada yang ngatur. Apalah arti sebuah posisi, kalo milik mau jualan di bagian ujung rejeki pasti ada aja.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun