Jam masih menunjukkan pukul sebelas ketika mobil yang kami naiki mulai memasuki Bululawang Kabupaten Malang. Siang itu kami berencana jalan-jalan untuk sedikit healing di akhir pekan.
"Ini lanjut ke mana? Sengkaling atau Dempok? Atau Masjid Tiban Turen?" tanya driver kami.
"Kalau ke Dempok kita bisa menikmati aneka hidangan ikan di tepi semacam telaga," lanjutnya.
Wah, menarik ini, pikir kami.
Setelah berunding sejenak, kami memutuskan bahwa hari itu kami akan jalan-jalan ke Dempok untuk sedikit refreshing.
Perjalanan terus dilanjutkan melalui jalan yang tak begitu ramai. Di kiri kanan jalan pemandangan sawah ataupun ladang tebu yang serba hijau sangat memanjakan mata.
Setelah hampir satu jam perjalanan, sekitar pukul dua belas kami pun tiba di tempat wisata Mahoni Dempok.
Berlokasi di Dusun Dempok, Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Mahoni Dempok adalah sebuah tempat wisata berkonsep alam. Tempat wisata ini berupa waduk.Â
Dikutip dari buku Sedimentasi Waduk, Sisinggih (2021:3), waduk adalah tampungan air buatan manusia yang dilakukan dengan membuat bending atau bendungan di sungai.Â
Meskipun hanya berupa tampungan air, Waduk Dempok punya banyak daya tarik. Di sini kita bisa menikmati panorama yang indah, berperahu, naik kuda, belanja ikan segar ataupun menikmati hidangan olahan ikan di warung-warung lesehan di sekitarnya.
Kita bisa lesehan di bagian dalam warung ataupun di gazebo yang ada di depannya.
Dinamakan Mahoni Dempok mungkin karena di sekitarnya banyak ditanami pohon mahoni.Â
Ya, di antara gazebo, warung dan tempat parkir, banyak tumbuh pohon mahoni yang membuat suasana terasa sejuk.
Ketika kami sampai di Dempok, mendung demikian tebal. Angin yang sesekali berhembus agak kencang membuat suasana terasa agak dingin.Â
Setelah membayar tiket per orang tiga ribu rupiah, kami pun masuk. Pengunjung tidak begitu ramai saat itu sehingga kami bisa lebih leluasa melihat pemandangan di sekitarnya.
Di dekat waduk ada tempat berjualan ikan segar yang penjualnya didominasi oleh para wanita.
"Ikannya.. ikannya...," kata beberapa pedagang sambil menyodorkan dagangannya. Di sini ikan ikan segar tidak ditimbang tapi dimasukkan dalam baskom baskom kecil atau keranjang-keranjang.
Ikan dan udang yang dijual adalah hasil tangkapan dari waduk Dempok.
"Ini berapa, Buk?" tanya teman saya sambil menunjuk dua keranjang ikan gurame. Tiap keranjang berisi tiga ekor gurame besar.
"Seratus ribu," kata pedagang tadi
"Kalau ditambah udang?" tanya teman saya lagi.
"Satu baskom dua puluh ribu, berarti seratus dua puluh ribu," jawab si pedagang.
"Tidak boleh kurang?" jawab teman saya lagi.
Tawar-menawar pun terjadi. Setelah sepakat dengan harga, kami membeli dua keranjang gurame dan satu baskom udang yang dipindah dalam kresek.
Uniknya di Dempok ini, ikan segar yang sudah kita beli bisa kita bawa ke warung untuk dimasakkan sesuai permintaan kita.Â
Ikan segera kami bawa ke warung yang terletak tidak jauh dari waduk.
"Ikannya dibakar atau digoreng?" tanya pemilik warung.
"Dibakar saja," jawab kami serempak.
"Udangnya digoreng ya Bu," tambah teman saya.
Tak begitu lama menunggu di gazebo, pesanan kami pun datang. Ya, setiap warung mempunyai gazebo di depannya untuk lesehan.
Enam buah ikan gurame bakar, sepiring udang goreng tepung, nasi, urap sayur, terong goreng dan yang tak boleh ketinggalan yaitu sambel.
Wuih, benar-benar hidangan yang mantap. Nasi hangat, sambal, ditambah dengan rasa lapar plus udara dingin membuat kami tambah dan tambah lagi.Â
Makan di tempat terbuka dengan angin yang sesekali bertiup membuat suasana terasa begitu nyaman.
"Ada yang mau pesan untuk dibawa pulang?" tanya teman saya.Â
Sambal juga urapnya terasa demikian mak nyus. Pasti orang rumah senang dibawakan oleh-oleh ini, pikir saya.
"Pesan udang saja,"Â
"Saya ikan goreng tepung...,"
Alhasil semua pesan untuk dibawa pulang, dan akhirnya kami semua pulang dengan membawa paling tidak satu kresek oleh-oleh untuk dibawa ke rumah.
Semakin sore suasana semakin ramai. Tampaknya tempat ini sering dijadikan lokasi untuk acara-acara tertentu. Terbukti di gazebo sebelah kami sepertinya ada acara pertemuan dari sebuah komunitas.
"Ada yang mau berperahu?" tanya Bu Ari leader kami.
Sebenarnya saya ingin berperahu, apalagi tiketnya hanya lima ribu rupiah per orang.
Tapi mengingat hari sudah terlalu sore, acara naik perahu dibatalkan.
Sesudah membayar semua pesanan pada pemilik warung, bergegas kami menuju parkiran untuk kembali menuju kota Malang.
Udara semakin dingin dan mendung semakin tebal ketika mobil kami meninggalkan kawasan Mahoni Dempok.
Ya, akhirnya perjalanan kami hari itupun selesai dengan meninggalkan kesan yang begitu mendalam.
Waduk, deretan pohon mahoni, semangat para penjual di pasar ikan, lezatnya olahan ikan adalah cerita harmoni denyut kehidupan masyarakat Dempok dengan alam sekitarnya.
Semoga suatu saat kami bisa duduk-duduk lagi di gazebo, menikmati lezatnya hidangan ikan, bercengkrama dengan teman-teman, atau bahkan bisa berperahu bersama di Dempok. Aha...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI