Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Ada Dusta di Antara Ketiganya

4 Mei 2021   06:42 Diperbarui: 4 Mei 2021   10:30 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sumselsatu.com


Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang kedua di era pandemi ini saya akan menyajikan beberapa ilustrasi tentang permasalahan yang sering timbul dalam dunia pendidikan. Ilustrasi ini  dibuat berdasarkan pengalaman mengajar sejak pembelajaran daring hingga luring yang baru berlangsung beberapa hari ini.

  • Bu Narti

Bu Narti menutup LMS dengan gelisah.  Sampai kapan kondisi akan terus begini?  Siswa yang masuk pembelajaran semakin sedikit,  apalagi yang mengerjakan tugas.  Segala trik sudah dilakukan.  Trik yang telah diperolehnya dari segala jenis pelatihan.  Namun hasilnya tidak begitu signifikan.  Siswa tetap ogah- ogahan mengumpulkan tugas.  Ketika orang tua atau siswa sendiri dichat,  tidak ada balasan.  Pernah juga dibalas,  alasannya tidak ada kuota atau jaringannya susah. Lha, kok bisa jaringannya susah? Padahal siswa tinggal di sekitar sekolah? Ternyata siswa diajak sambang ke kota yang lumayan jauh dari Malang.

  • Ali

Ali menunduk dalam ketika segala macam nasehat diberikan oleh guru BKnya.  Di sebelahnya Bapak menatapnya prihatin.  Ya,  gara-gara sering tidak ikut pembelajaran ia dan orang tua diundang ke sekolah.  Dalam surat ditulis untuk membicarakan masalah pendidikan Bapak/Ibu. Tapi ia sudah menduga pasti berkaitan dengan absennya yang banyak.  Ali merasa bersalah pada Bapak.  Bapak selalu memenuhi kuotanya dengan harapan agar ia jadi anak pintar. "Pinter yo Le,  ojo koyok Bapak, " begitu selalu ucap Bapak.  Tapi bapak tidak tahu godaan ngegame begitu menggiurkan.  Akhirnya dari hari ke hari ia ngegame sampai malam dengan alasan belajar.

  • Bu Neni

Bu Neni meletakkan belanjaan manik-manik di meja dengan gemas.  Tugas hari ini membuat kerajinan manik-manik. Kemarin dari tanah liat.  Besok apalagi? Sungguh merepotkan.  Belum lagi kadang-kadang anaknya ada PR yang Bu Neni tidak mengerti apa maksudnya.  Akhirnya sejak pembelajaran di rumah ini bawaannya uring uringan terus.  Lagipula kenapa tugas begitu banyak?  Seolah tiada hari tanpa tugas.  Memangnya kerja guru apa?  Hanya duduk memberikan tugas?

  • Pak RW

Pak RW membuka chat di grup whatsapp kampung . Matanya menerawang sedih.  Dari informasi yang diperoleh ternyata banyak anak yang menyalah gunakan fasilitas wifi yang disediakan di balai serbaguna.  Fasilitas itu sebenarnya disediakan untuk anak anak yang masih sekolah supaya ikut pembelajaran darig dengan baik. Tapi apa yang terjadi?  Anak anak menggunakannya untuk kepentingan lain, hanya beberapa saja yang benar benar belajar. Pak RW juga mendapatkan laporan dari warga yang tinggal di dekat warnet kampung bahwa anak anak suka berteriak tak karuan,  jauh dari kata sopan. 

  • Masalah PTM

Sejak PTM dilaksanakan dua minggu yang lalu ada  fenomena yang patut dicermati. Dari hari ke hari siswa yang ikut PTM semakin sedikit,  ada kelas yang harusnya diisi 16 hanya terisi empat, lima, dua bahkan satu siswa. Ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan ini, di antaranya sakit, tidak diizinkan orang tua atau terlambat bangun karena semalam sahur. Siswa lebih memilih daring. Tak apalah ikut daring. Yang menyedihkan, luring tidak datang,  daringpun tidak muncul. 


Pembelajaran luring, dokpri
Pembelajaran luring, dokpri
Ilustrasi di atas hanya sedikit menggambarkan masalah --masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Betapa sering terjadi salah paham antara orang tua, guru dan masyarakat. Saling berprasangka.

Orang tua mengatakan bahwa guru terlalu banyak memberikan PR. Mereka tidak bisa mendampingi karena harus bekerja.  Zaman yang sulit,  rasanya makin sulit ditambah masalah  sekolah anak.

Guru menganggap orang tua kurang memberikan pengawasan pada anak.  Anak-anak akhirnya sering tidak masuk tanpa sepengetahuan orang tua.  Tidak mengerjakan tugas hingga tidak ada sepotong nilaipun yang bisa dimasukkan ke rapor.

Masyarakat mengeluhkan etika anak yang semain merosot.  Sopan santun dan kepedulian semakin menurun.  Jangankan menyapa,  tersenyum pada tetangga saja sepertinya enggan.  Bahkan tidak kenal dengan tetangga.  Kemana saja sekolah dan keluarga selama ini? Apakah mereka tidak pernah diingatkan?

Semua mengeluh dan saling menyalahkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun