Urgensi Tindakan Poligami Ditinjau Dari Sisi Fiqih
A. PendahuluanÂ
Perkawinan merupakan suatu tahap dari kehidupan yang tentunya menjadi hal yang penting, karena akan menjadi penentu keberlanjutan kehidupan seseorang setelah dewasa. Manusia pada umumnya akan mencari pasangan untuk menemani masa depannya baik untuk mencari teman hidup ataupun melanjutkan generasi pada keluarganya.Â
Dengan adanya perkawinan tersebut tentunya akan menyatukan 2 Â keluarga yang berbeda, dari adanya keluarga tersebut maka akan membentuk masyarakat dan bahkan bangsa. Pentingnya perihal perkawinan hingga dibahas di dalam kitab-kitab agama dan juga adat-adat masing-masing daerah bahkan negara juga ikut campur dalam aturan permasalahan perkawinan
Poligami dalam kehidupan masyarakat bukan merupakan hal yang baru untuk dibicarakan.Â
Perkawinan tersebut telah terjadi di kalangan masyarakat dalam berbagai kalangan. Hal ini karena didasari oleh alasan-alasan yang sensitif, swperti ketidakmampuan istri dalam melayani  seorang suami ataupun seorang istri yang tidak bisa memperoleh keturunan.. alasan tersebut tentunya menjadi pertimbangan dalam berpoligami. Namun demikian, tidak berarti bahwa tindakan poligami tidak dipermasalahkan dikalangan masyarakat.Â
Adapun anggapan yang menjadi penyebab maraknya poligami yaitu itu poligami dianggap sebagai sunnah nabi sehingga melaksanakannya pun dianggap sebagai kebaikan.Â
Namun pada prakteknya poligami di masa sekarang cenderung dilakukan dengan alasan takut berzina dan birahi yang kuat. Hal ini merupakan suatu alasan yang melenceng dari adanya praktek poligami. Sehingga hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam dalam masail fiqhiyah yaitu relevansi antara kebebasan suami berpoligami dengan aturan berpoligami yang ada dalam fiqih.Â
Pada praktek poligami yang marak terjadi suami cenderung menjadi penentu dari keputusan poligami. Hal ini didasarkan pada " Suami adalah Imam" sehingga perempuan dianggap tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan berpoligami. Namun, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 3 ayat 2 yang berbunyi : "pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan" .Â
Hal ini Tentunya merupakan sebuah pendapat yang saling bersinggungan sehingga perlu dikaji lebih rinci antara pendapat agama dengan hukum positif. Poligami saat ini sedang ramai diperbincangkan, terutama dengan alasan nafsu pria yang mungkin tidak bisa ditahan namun ia takut untuk berbuat zina.Â
Bahkan poligami pada saat ini bukan merupakan suatu hal yang rahasia namun menjadi suatu hal yang patut untuk dibanggakan. Namun persoalannya bagaimana seorang suami menghalalkan segala cara untuk bisa berpoligami bukan dengan alasan seorang istri tidak memenuhi kewajibannya namun karena alasan nafsu, sedangkan dirinya sendiri belum tentu dapat  berperilaku adil?. Hal ini merupakan suatu  kasus yang ramai dibicarakan, sehingga perlu kajian lebih mendalam dalam menanggapi kasus seperti ini.