Mohon tunggu...
Yudo Baskoro
Yudo Baskoro Mohon Tunggu... Lainnya - Just a human being

Pour out some abstract things living in my head

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tato dan Identitas Individu

1 Februari 2023   13:10 Diperbarui: 16 Agustus 2024   21:00 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: youtube.com/Extreme Jobber

Randy Orton, LeBron James, dan Tato

Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang memiliki karakteristik yang beraneka ragam, baik itu karakteristik internal maupun karakteristik eksternal seperti kepemilikan suatu objek. Pada tanggal 29 September 2020 saya sempat membaca artikel online di screenrant.com yang memberitakan tato artis bernama Cathrine Alexander, desainer tato di lengan bintang WWE Randy Orton, menggugat perusahaan pengembang game bernama Take-Two dikerenakan telah melakukan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran yang dimaksud adalah duplikasi tato di lengan Randy Orton.

Seperti yang diketahui, Take-Two adalah perusahaan game yang mengembangkan game gulat WWE yang menampilkan berbagai atlet gulat yang turut serta dalam WWE, salah satunya Randy Orton. Cathrine sendiri menggugat atas desain tato di lengan Randy Orton yang muncul di WWE 2K16, WWE 2K17, dan WWE 2K18. Kasus serupa pernah terjadi dimana ketika James Hayden, desainer tato yang melukiskan tato di badan LeBron James, menggugat perusahaan pengembang game tersebut atas duplikasi tato yang dibuatnya. Akan tetapi Take-Two dapat memenangkan perkara tersebut.

Penerapan Sabda Hegel Dalam HKI

Permasalahan tato ini adalah perkara yang rumit dalam lingkup hukum hak kekayaan intelektual. Setiap manusia memiliki apa yang dinamakan cipta, rasa, dan karsa. Dengan karakteristik tersebut, manusia berpotensi untuk dapat menciptakan sesuatu demi melestarikan kehidupannya. Seorang filusuf asal Jerman bernama Friedrich Hegel menekankan bahwa kepemilikan adalah tanda jika seseorang itu ada. 

Merujuk pada pimikiran Hegel tersebut, manusia memiliki kebebasan, dan manusia harus menerjemahkan kebebasannya tersebut ke luar dirinya agar manusia lainnya dapat merasakan kehadirannya. Disadur dari buku Prof. Dr. Rahmi Jened Parinduri, SH., MH., Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Persaingan Usaha (Penyalahgunaan HKI), Friedrich Hegel menekankan bahwa kreasi intelektual merupakan perwujudan personalitas sebagai hak abstrak, sebagai alasan manusia eksis. Masih dalam buku yang sama, menurut beliau penghargaan tidak hanya sebatas kompensasi ekonomi semata, tetapi juga lebih bersifat etis dan moral yang berimplikasi pada hak moral. Pendapat ini yang kemudian diamini sekaligus diterapkan dalam dunia HKI.

Efek dari sabda Hegel tersebut dapat kita rasakan dari pendapat Cathrine Colston dalam bukunya yang berjudul "Principle of Intellectual Property Law". Cathrine mengatakan bahwa dalam konsep hak cipta, yang mana konsep tersebut merupakan bagian dari konsep hak kekayaan intelektual, mengakui insentif ekonomi atau hadiah kepada kreator atas kreasi yang telah diciptakannya (hak ekonomi). Namun hal yang tidak kalah penting adalah menjaga reputasi ciptaannya, salah satunya dilakukan dengan cara menyematkan nama si kreator di karya yang dibuatnya (hak moral). 

Banyak negara di dunia ini yang melindungi karya seni, terutama desain, didalam undang-undang terkait hak cipta. Sebagai contoh, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang nomor 28 Tahun 2014 berbunyi "Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata." Lebih lanjut di pasal 40 ayat (1) undang-undang yang sama mengatur lebih spesifik karya-karya yang dilindungi.

Memandang Kompleksitas Karakteristik Tato

Hubungan antara desainer tato dan pelanggan adalah hubungan transaksional. Artinya, ketika desainer tato menggambar suatu pola, gambar, ataupun simbol di tubuh pelanggan, maka pelanggan harus membayar sejumlah uang kepada desianer tato atas jasa gambarnya tersebut. Terkadang ide pola dan/atau gambar yang ingin dilukis tidak hanya muncul dari inisiatif desainer tato saja, sering pula ide muncul dari pelanggan. 

Seperti penata rambut yang membantu pelanggan untuk mencukur dan/atau menata rambut agar terlihat rapih, desainer tato memberikan ide gambarnya kepada pelanggan yang mana nantinya gambar yang melekat di tubuh pelanggan tersebut akan menjadi identitas si pelanggan di lingkungannya, tidak peduli siapa gerangan yang menggambar tato tersebut.

Tato berbeda dengan pakaian. Pakaian dapat dipakai dan dilepas, sedangkan tato tidak demikian. Terkadang butuh waktu yang relatif lama untuk menghilangkannya, bahkan butuh pengorbanan yang berpotensi menyakiti tubuh apabila tato yang melekat adalah tato permanen.

Seperti yang terjadi dalam kasus Randy Orton, apabila Take-Two  tidak menampilkan tato lengan Randy Orton di dalam game WWE yang dikembangkannya, boleh jadi pihak Randy Orton akan mengajukan protes atas kebijakan yang diambil Take-Two. Kemungkinan lainnya, apabila Randy Orton bermain pada sebuah film, dan desainer tatonya meminta agar gambar tato di lengan Randy Orton dihilangkan, dan pihak perusahaan film memutuskan menggunakan teknologi CGI atau teknik lainnya demi mengabulkan permohonannya tersebut, maka hal tersebut akan menambah beban biaya pembuatan film. Kalau sudah begini, potensi yang timbul di lingkungannya boleh jadi orang akan melihat Cathrine sebagai seorang yang serakah, sehingga orang-orang, termasuk pelanggan tetapnya, menjadi enggan untuk meminta jasanya. 

Dalam membuat karya, dalam hal ini karya lukis, publisitas adalah kunci krusial agar kreasi dan kreator dikenal banyak orang. Apabila suatu karya lukis dibuat di tubuh manusia, desainer tato harus bersiap jika karyanya menjadi ciri khas yang melekat bagi klien di mata masyarakat/lingkungan sekitar. Oleh karena itu membuat karya lukis relatif lebih aman, baik dari segi hak moral dan hak ekonomi, jika dilakukan diatas kanvas atau media lainnya yang tidak menimbulkan persepsi yang tidak diinginkan dari masyarakat.  

Inilah hal krusial ketika menyaksikan perkara kekayaan intelektual, kita harus dapat dengan jeli melihat perihal apa yang berpotensi menjadikan seseorang serakah dan apa yang tidak. Tujuan kreator ketika menciptakan suatu kreasi terkadang tidak saja untuk dimiliki secara personal, namun boleh jadi untuk dimiliki orang lain, dan si kreator hanya mendapatkan sejumlah bayaran sebagai kompensasi kreasi yang dipindahtangankan tersebut. Sehingga kreator belum tentu pemilik kreasi, harus dilihat konteksnya seperti apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun