Mohon tunggu...
yudi hermawanto
yudi hermawanto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pecinta buku, belajar sedikit menulis, dan suka film fiksi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Empati Itu Dipraktekkan, Bukan Sekedar di RPPkan

11 Agustus 2022   08:20 Diperbarui: 11 Agustus 2022   08:21 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi  siswa berbagi kuota internet yang mereka miliki adalah hal yang sangat biasa,  untuk sekedar WA, ber sosmed atau bahkan saat bertugas mencari informasi dalam rangka menyelesaikan Lembar Tugas melalui googling, atau aplikasi lain yang tidak dijalankan dengan mode offline. Tethering yang mereka lakukan itu sesungguhnya pelaksanaan empati secara nyata. Mereka langsung melihat kondisi teman di sekitarnya yang memerlukan bantuan. Sederhana memang, tapi sanggup membangun semangat untuk ikut merasakan dan membantu sesamanya. 

Perilaku sehari - hari dalam membuat hubungan yang baik antar teman merupakan contoh nyata bagaimana empati itu diterapkan. Sebuah kemampuan memahami dan merasakan orang lain atau melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain adalah keterampilan  yang harus diasah dan dikembangkan oleh semua pihak. Sebagai laboratorium kehidupan, sekolah harus memperkenalkan dan memberikan penguatan yang terus menerus agar anak didiknya mempunyai kekuatan seperti itu. Empati abstrak ini  ini dimulai sejak siswa berusia 12 tahun, dimana pada masa itu, pelaksanaan empati tidak lagi didasarkan pada pengalaman visual semata sebagaimana pembentukan empati kognitif, egosentrik dan emosi di masa awal - awal perkembangan anak (Wida:2019). Tidak perlu ada hubungan khusus agar terjadi perilaku empati. 

.

Berbagi bekal  saat istirahat juga bisa menjadi penanda bahwa empati sedang berproses dalam jiwa anak - anak karena tak semua anak diberikan bekal oleh orang tuanya. Mereka dapat saling melihat bekal apa yang disiapkan oleh orang tua masing - masing, mencicipinya, lalu kemudian makan bersama - sama. Variasi makanannya pun jadi lebih banyak jika dibandingkan kantin yang tetap sejenis dari hari ke hari. 

Antri kamar mandi saat olahraga juga menjadi ajang memupuk empati. Otomatis akan memberikan kesempatan kepada siapapun yang berada di depan pintu kamar mandi paling dulu untuk berganti pakaian. Namun. menariknya, bagi yang BAB, mereka akan diberikan kesempatan pertama untuk menggunakannya. Ini tentu tidak ada dalam materi pelajaran apapun. 

Siswa bertengkar atau saling berolok ? Inilah saat yang tepat melihat bagaimana mereka mengontrol emosi dan secara bersamaan membangun komunikasi untuk menyelesaikan masalah mereka. Intervensi guru semata - mata adalah menjembatani dan mengarahkan bagaimana permasalahan itu bisa diterima oleh pihak - pihak yang bertikai.

Hal - hal sederhana diatas adalah beberapa contoh bagaimana empati bisa dihadirkan dalam kehidupan sehari - hari siswa karena sesungguhnya 98 % manusia telah terlahir dengan potensi empati (Siwi : 2019). Empati yang dikembangkan membuat toleransi sesama siswa juga meningkat. Dalam pembelajaran, empati juga seharusnya telah inheren dengan semua mata pelajaran yang diampu, terutama  dengan adanya contoh dalam kehidupan nyata siswa. 

Empati yang dirancang dalam RPP, sering menjadi aksesoris belaka. Barangkali secara konseptual rancangan itu sangat "empatis" sekali, namun dalam pelaksanaannya butuh kondisi tertentu.  Unesco telah memberikan kisi - kisi  bagaimana alur pembelajaran empati itu dibangun melalui sintaks - sintaks pembelajarannya sehingga memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis empati ini. Mulai dari refleksi dari nilai - nilai empati yang akan dibangun, adanya masalah dan alternatif pemecahannya, hingga adanya transformasi perilaku yang diharapkan. 

Pengembangan RPP berbasis empati ini tentu saja memberikan guru arahan bagaimana empati yang dijalankan di sekolah dapat dibuktikan secara akademis dan terstandar. Siswa diajak melihat tayangan - tayangan yang nyata terjadi lalu mereka berimajinasi apa yang akan mereka lakukan jika mereka dalam posisi seperti itu dalam situasi yang terkontrol, diada-adakan, atau dibuat - buat, karena terjadi diluar pengalaman siswa.  Maka setiap penyusunan RPP seharusnya contoh - contohnya merupakan dunia nyata siswa. Sederhana, namun secara alami mereka rasakan.

 

Tak hanya antar siswa, empati guru dengan siswa dapat dimunculkan secara spontanitas tanpa menunggu RPPnya jadi. Justru inilah kesempatan bagi siswa untuk melihat secara langsung contoh perilaku empati dilakukan oleh role model sejatinya.  Cukup dengan menyatu dengan siswa  - siswanya dalam kehidupan di sekolah.  

Dimulai dengan menunjukkan kesantunan guru dalam menyambut kedatangan siswa saat masuk sekolah. Sapaan dan senyum mereka adalah contoh bagaimana belajar menghormat. Jika Guru saja menyapa, mengapa siswa tidak ?  Guru dapat membantu menyisir siswa yang kebetulan rambut terlalu panjang, sembari mengingatkannya agar memotong besok pagi. Membawakan tepak makan mereka saat cuci tangan,  Atau bahkan sekedar membiasakan kata "Tolong..." saat meminta bantuan. Adalah hal biasa dan sederhana namun akan membekas dalam memori jangka siswa dan berdampak kelak dalam perilaku mereka

Simpulan

Empati itu sederhana. Ia berjalan bahkan tanpa RPP. Menyatukan diri kita (guru) ke dalam dunia siswa adalah cara paling efektif dalam menumbuhkan rasa itu, dan dengan mempraktekkannya, empati akan dapat diduplikasi dengan cepat dan diterima oleh siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun