Mohon tunggu...
yudi biantoro
yudi biantoro Mohon Tunggu... Guru - Guru BK

Penyuka kata-kata, pengejar diksi bermakna...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakter Siap Kalah

25 April 2019   00:16 Diperbarui: 25 April 2019   05:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Kalah dan menang sudah menjadi kemestian dalam pertandingan atau kompetisi apapun. Yang menjadikannya tidak biasa adalah kemampuan mengelola kekalahan dan kemenangannya. Sebagai pihak yang menang, uforia tentunya tak bisa dihindari. Sorak sorai bahkan pesta pora sering dilakukan sebagai bagian dari perayaan kemenangan. 

Bahkan ada pemain bola yang dibuatkan patung besar karena dianggap sebagai sentral dan simbol yang membawa kemenangan tim nya. Pihak yang kalah, tentunya merasa sedih dan kecewa  usahanya dalam mempersiapkan kompetisi akhirnya tidak memperoleh hasil yang ditargetkan. 

Pihak yang menang cenderung akan melupakan kejadian kejadian yang dianggap salah, khilaf dan curang. Setiap kejadian yang terjadi akan dianggap angin lalu, tertutupi oleh kemenangan itu sendiri. Baginya proses selama menuju kemenangan adalah benar dan tidak perlu diungkit lagi. Pun ada evaluasi tentunya dalam situasi yang santai dan tidak banyak pertentangan.  

Kekalahan tentu menjadi hal yang tidak mengenakkan. Rasa bersalah, emosi yang tidak stabil, capek yang berlebih dan rasa tidak menerima kekalahan  rentan muncul sehingga dapat menjadi masalah selanjutnya. Pihak yang kalah cenderung mencari kesalahan dan pelanggaran dalam proses kekalahannya. Hal teknis yang biasanya dianggap biasa menjadi hal besar yang patut dipermasalahkan. Bahkan hingga menjadi permasalahan hukum karena dianggap ada pelanggaran pidana. 

Hari ini Rabu 24 April 2019, bala wiratama kalah di pertandingan bola dalam rangka memeriahkan program tahunan pemkot Jogja. Anak anak jelas kecewa karena mereka menguasai pertandinngan tapi gagal dalem penyelesaian akhir dan rapuh dalam pertahanan. Untuk usia mereka ini adalah pembelajaran empirik dalam penanaman karakter gotong royong dan kemandirian. Kerjasama yang kuat, siap berkompetisi, pantang menyerah, siap dengan kekalahan tapi siap kerja keras kembali. 

Sedini mungkin ditanamkan tentang karakter sehingga diwaktunya nanti mereka menjadi garda depan bangsa dapat diteladani. Dengan pembelajaran empirik mereka tidak terpengaruh  oleh adanya hingar bingar kegaduhan di masa pemilu ini. Seperti yang kita tahu dan rasakan  tidak semua yang dilakukan dan dicitrakan oleh para pesohor politik saat ini layak di contoh dan menjadi modeling para siswa. 

Tak  biasa kita perbandingkan sikap anak anak ini dengan para pesohor politik, kompleksitasnya berbeda. Namun substansi bagaimana  mensikapi hasil kompetisi tetaplah sama bahwa anak anak sesuai kesederhanaan karena usianya, pun pesohor komplek karena sesuai usinya juga. Diakhir mereka mengucapkan salam, bersalaman, tersenyum bahkan berpelukan sebagai wujud penjagaan suasana damai dan nilai sportifitas. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun