Mohon tunggu...
Yudi Husen
Yudi Husen Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah saya, bukan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kontradiksi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT Arun

3 Mei 2013   22:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:09 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Jafar Sarong (45) bersama istri setianya Basyariah Binti Matsyam (37) warga dusun C Gampong Ujong Pacu Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Selasa, 2 April 2013. Keluarga ini tinggal di gubuk berukuran 2x1,5 meter dengan dinding sama sekali tidak bernilai jual seperti sampiran kelapa, pohon pinang, bambu, dan beratapkan daun rumbia tanpa listrik.

[caption id="" align="alignleft" width="640" caption="Muhammad Jafar Sarong (45) bersama istri setianya Basyariah Binti Matsyam (37) warga dusun C Gampong Ujong Pacu Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Selasa, 2 April 2013. Keluarga ini tinggal di gubuk berukuran 2x1,5 meter dengan dinding sama sekali tidak bernilai jual seperti sampiran kelapa, pohon pinang, bambu, dan beratapkan daun rumbia tanpa listrik. (Foto: acehtraffic.com)"][/caption] Sangat miris kondisi masyarakat binaan pabrik vital Aceh seakan tidak pernah dihiraukan dan “bukan” tanggung jawab sosial perusahaan raksasa yang ada didaerah itu “itu mah derita loe”.

Contoh kecil berdasarkan temuan Acehtraffic.com, pemukiman kumuh yang terletak di Dusun C Gampong Ujong Pacu Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, yang juga dilintasi oleh “tong sampah B3 PT PIM” (daerah aliran sungai) Ujong Pacu yang menjadi tanggung jawab PT PIM dan PT Arun NGL sedikitpun tidak tersentuh pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Hal tersebut dirasakan oleh Muhammad Jafar Sarong (45) bersama istri setianya Basyariah Binti Matsyam (37) warga dusun C Gampong Ujong Pacu Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Selasa, 2 April 2013.

Keluarga ini tinggal di gubuk berukuran 2x1,5 meter dengan dinding sama sekali tidak bernilai jual seperti sampiran kelapa, pohon pinang, bambu, dan beratapkan daun rumbia tanpa listrik.

Muhammad Jafar Sarong (45) mengatakan dirinya tidak pernah menerima bantuan dari pabrik raksasa “dipinggir rumahnya” itu. Dia memilih untuk tidak berharap lebih dari perusahaan gas itu.

Walaupun pabrik gas raksasa “dipinggir” rumahnya namun Basyariah Binti Matsyam sempat bercanda dan mengakui dirinya memasak masih menggunakan ranteng kayee ngen tukok u (ranting kayu pelepah kelapa).

“Pabrek gah isampeng rumoh tapi long mantong long maguen ngen tukok u (pabrik gas dipinggir rumah tapi saya masih masak pake kayu dan pelepah kelapa)” Katanya sambil menunjuk kearah dapur, disambut tawa oleh suaminya yang sedang membuat memperbaiki teplok yang terbuat dari bekas kaleng cat.

Masih di dusun C Gampong Ujong Pacu Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Kini giliran Abu bakar (64) yang sedang jualan diwarung “mungil”nya. Namun dia menolak untuk diwawancara “beginilah nak, kehidupan di dusun ini” Kata kakek itu sambil mengupas pinang (tak pineung).

Sementara Rosmani (20) mahasiswi ekonomi pembangunan Universitas Malikussaleh memilih untuk membuka usaha kecil-kecilan didepan rumahnya ketimbang berharap diberi beasiswa berkelanjutan dari PT Arun.

“terlampau berharap supaya diperhatikan, apalagi menyampaikan keluh kesah sama mereka nggak nggak, apa kata dunia bila mereka bilang itu mah DL (derita loe)” Canda Ros disambut gemuruh tawa kawannya.

Namun dia lansung mengklarifikasi istilah DL (derita loe) itu “Iya kan itu realita yang terjadi saat ini hanya saja mereka tidak mengatakan lansung, lihat saja bagaimana pelaksaan tanggung jawab sosial perusahaan itu, seakan-akan ini bukan tanggung jawab mereka, sikap cuek itu bukti mereka tidak begitu mementingkan lingkungan eksternal” Kata tulang punggung keluarga itu.

Maryana (48) ibu Rosmani memiliki tiga saudara kandung, tanpa ditemani oleh orang tua laki-laki, ketiganya tidak sanggup melanjutkan pendidikan akibat keterbatasan dana ditengah mahalnya biaya pendidikan.

Dia mengakui sebenarnya PT Arun pernah menyalurkan beasiswa akhir 2011 lalu, khusus untuk mahasiswa dari desa binaan sebesar 1 juta/orang. “bantuan sembako sekedar amal baik dibulan ramadhan ada, tapi begitulah program setengah-setengah tidak berkelanjutan” Katanya.

Sementara menurut Bustami, mahasiswa sosiologi Universitas Malikussaleh mengatakan implementasi tanggung jawab sosial PT Arun NGL saat ini lebih mengutamakan kepada Advertising dalam rangka menyukseskan alih fungsi (revitalisasi) menjadi terminal migas.

program yang hampir tidak ada hubungannya dengan apa yang diamanatkan dan hanya meraup untung serta pembentukan citra perusahaan semata “hana perusahaan gas yang siddiq bin amanah lilahi ta’ala lam donya nyoe boss (tidak ada perusahaan migas yang siddiq bin amanah lillahita’ala dalam dunia ini boss), mereka lahir dari rahim kapitalis berorientasi profit semata” Kata Bustami.

Dia mencontohkan, perusahaan tersebut memilih mendanai seminar atau kegiatan-kegiatan suksesi lain yang digelar oleh lembaga-lembaga ternama dengan biaya ratusan juta ketimbang membangun rumah kaum dhuafa atau melakukan program pembangunan berkelanjutan lainnya dengan menggait perusahaan sustainable development dan dana CSR yang dikelola secara transparan dan akuntabel.

“karena masyarakat sama sekali tidak mengetahui binatang apa itu CSR apalagi pengertian dan implikasinya sehingga dengan mudah diolah, Arun pun bisa asal-asalan, suka-suka dalam implementasi tanggung jawab sosialnya” Kata dia.

Koordinator Gerakan Persatuan Mahasiswa Nisam (Gapman) itu menambahkan karena alokasi CSR sebesar 2,5% dari keuntungan sehingga setiap akhir tahun mereka sering bilang tidak ada keuntungan, malah analisis manajemen pun “dikorbankan” demi mengelabui publik “target produksi tidak tercapai” entah konsep apa yang dipakai untuk menentukan batas maksimal prakiraan target produksi selain konsep optimalisasi produksi?

Hal ini pernah disebutkan oleh presiden PT Arun NGL Iqbal Hasan saat temu ramah dengan insan pers di Goes Hoest komplek perumahan PT Arun, Batuphat Kota Lhokseumawe, Kamis, 10 Januari 2013, lalu.

Dalam pertemuan tersebut manajemen Arun mengatakan bahwa perusahaan tersebut tidak lagi produktif, hanya mampu memproduksi 16 kapal perbulan dengan kesimpulan tidak ada keuntungan. “hanya satu kapal yang diberikan untuk biaya operasional (kami) dan disitu pula kami sisih sedikit untuk CSR, yang 15 kapal lain kami tidak tau dibawa kemana uangnya” Kata Iqbal Hasan.

Koordinator Gapman bersama Persatuan Mahasiswa Dewantara (Permata) menganggap “lolucon” presdir Arun sangat lucu. Pasalnya mereka mengatakan produksi gas hanya 16 kapal, “lantas sulfur, kondensat, mercury dan limbah B3 lain dibawa kemana, apakah tidak bernilai ekonomis?, anak-anak Aceh seperti yang menjadi tampuk pimpinan Arun saat sulit untuk dipercaya” Katanya.

Sebenarnya, meskipun pabrik vital memiliki Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility) yang merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

Namun realitas berkata lain, “penyaluran “amal baik” PT Arun seperti beasiswa hanya 1 kali sebesar 1 juta bukan sampai selesai studi itu contoh kasus konsep implementasi CSR Arun” Kata Bustami.

Wikipedia melansir CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Domain yang didirikan oleh Jimmy Wales itu juga menulis, beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR sejak dari surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh pabrik vital di Aceh), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR.

Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial yang kini sedang dipraktekkan oleh PT Arun, PIM, Exxon, Triengle Pase, umumnya profit di Aceh.

Tidak ada anjuran dan dorongan untuk para pekerjanya agar sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat nama baik perusahaan.

Konsep dan implementasi CSR provit di Aceh hanya sekedar kegiatan beramal seperti menyalurkan sumbangan ketika musibah menghadang (Kebocoran H2S, amoniak, B3 Exxon tumpah dsb) demi pencitraan nama baik perusahaan bukan atas dasar kemaslahatan bersama stokeholder dalam menjaga keseimbangan dan lingkungan.

Wiki juga menjelaskan dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas. Kepedulian kepada masyarakat sekitar atau relasi komunitas yang dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.

CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup.

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama. Setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut"

Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), perusahaan ini adalah suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa "CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau pun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya" Tulis mereka.

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (Brundtland Report dari PBB, 1987).

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. (oman).

Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.

Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

Sementara bagaimana dengan Aceh yang jelas kaya sumber daya alamnya, namun kondisi pertumbuhan ekonominya berdasarkan observasi lapangan hingga Selasa, 2 April 2013 masih sangat memprihatinkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun