Bismillahirrahmanirrahim.
Seiring berjalannya waktu, segala aspek kehidupan mengalami perubahan secara perlahan namun pasti. Teknologi sekarang serba canggih, dulu kita hanya bisa berkirim surat, kemudian bertelepon dan ber-SMS, sekarang kita hidup di era sosial media di mana aplikasi seperti Facebook, Twitter, dan Instagram digunakan untuk berkomunikasi.
Hal ini berlaku untuk perubahan pemikiran manusia. Pemikiran orang zaman sekarang lebih maju daripada orang zaman dahulu, di bidang apa pun, seperti di dunia kerja dan kesehatan mental. Saya akan membeberkan beberapa di antaranya.
Dulu: Di dunia kerja, kita yang mencari uang
Sekarang: Di dunia kerja, uanglah yang mencari kita
Saya baru tahu akan hal ini. Let me tell you a story: saya pernah naik ojek daring pulang ke rumah. Supir ojeknya baik sekali, beliau menanyai saya ingin bekerja di mana setelah lulus kuliah (alhamdulillah saya sudah lulus kuliah dan sedang mempertimbangkan melamar kerja sebelum wisuda). Ketika saya menjawabnya, beliau memberi saya wejangan: bekerjalah hanya sekedar untuk mengembangkan kemampuan di bidang yang kita pelajari saat kuliah. Tidak apa-apa uangnya tidak banyak, tidak apa gajinya tidak besar. Yang penting kita punya teman di dunia kerja. Itu yang saya tanamkan di kedua belah otak saya.
Kemudian beliau mengatakan, kita hidup di zaman di mana bukan kita lagi yang mencari uang di dunia kerja, tetapi uanglah yang mencari kita. Banyak cara mendapatkan uang, tidak hanya dengan bekerja. Namun, tidak dengan bermalas-malasan atau leyeh-leyeh juga.
Maksud dari "uang mencari kita" yaitu kita mencari cara menghasilkan uang tanpa harus bekerja kantoran. Misalnya dengan membuat video YouTube atau menjadi content creator. Kontennya juga harus menarik, yang digemari banyak orang. Atur sesuai kesukaan kita.
Saya tahu saya harus bekerja keras dengan mandiri dan fleksibel jika ingin sukses, jauh dari kekangan orang tua. Saya tumbuh dewasa di zaman sekarang; sudah saatnya saya mandiri dan mengikuti kata hati sendiri. Jika terus-terusan bergantung pada orang tua, saya bisa dicap Anak Papi.
Dulu: Penyakit mental bukanlah hal besar yang harus dibesar-besarkan
Sekarang: Penyakit mental adalah hal besar, dan akan selalu dibesar-besarkan oleh penderitanya
Saya relate dengan hal ini. Sebagai pengidap gangguan kecemasan sosial, saya hidup dengan gejala yang terus-menerus datang dan pergi tanpa izin dan tanpa terduga. Kadang saya merasa sesak napas, kadang saya merasa pusing, kadang seperti ada ratusan ribu jarum di atas kulit saya, dan kadang saya merasakan overthinking. Gejalanya tidak tertebak dan rasanya tidak enak.
Gejalanya sering kambuh ketika saya berada di sekeliling orang banyak.