Mohon tunggu...
Yudhistira Sulaiman Amandus
Yudhistira Sulaiman Amandus Mohon Tunggu... Mahasiswa

Tugas kuliah enjoyer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia di Persimpangan: Membaca Makna #KaburAjaDulu

19 Juni 2025   08:58 Diperbarui: 19 Juni 2025   08:58 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial kini menjadi cermin bagi keresahan dan harapan masyarakat. Salah satu tren yang belakangan ini mencuri perhatian adalah #kaburajadulu, sebuah hashtag yang menggema di berbagai platform, terutama di X. Tagar ini bukan sekadar ungkapan spontan, melainkan representasi dari keinginan banyak orang untuk "melarikan diri" dari situasi atau bahkan negara mereka saat ini. Dari sekian banyak posting yang menggunakan hashtag ini, terlihat jelas bahwa ada rasa frustrasi yang mendalam terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang dihadapi masyarakat, khususnya di Indonesia.

Akar Masalah Fenomena #KaburAjaDulu

Tren ini pertama kali mencuat sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang dianggap gagal memenuhi ekspektasi rakyat. Banyak pengguna media sosial mengeluhkan korupsi, ketidaktransparanan, dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Tidak hanya itu, faktor ekonomi seperti tingginya pengangguran dan inflasi, serta isu sosial seperti ketimpangan dan kurangnya peluang, turut memicu keinginan untuk mencari kehidupan baru di tempat lain. #KaburAjaDulu bukan lagi sekadar tren digital, tetapi juga alarm bahwa ada sesuatu yang salah dalam tatanan masyarakat kita saat ini.

Ada beberapa pemicu utama yang membuat #kaburajadulu menjadi populer. Pertama, ketidakpuasan politik. Banyak warganet menyuarakan kekecewaan terhadap pemerintah yang dianggap tidak mampu menjalankan amanah dengan baik. Korupsi yang merajalela, kurangnya akuntabilitas, dan kebijakan yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat menjadi sorotan. Seorang pengguna X pernah menulis, "Banyaknya buzzer yang memberi opini tidak jelas tentang #kaburajadulu memperlihatkan bahwa pemerintah sendiri ketar-ketir." Ungkapan ini mencerminkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang ada. 

Kedua, tekanan ekonomi. Kondisi ekonomi yang sulit menjadi alasan besar lainnya. Harga kebutuhan pokok yang terus naik, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak, dan rendahnya daya beli membuat banyak orang merasa terjebak. Bagi sebagian orang, mencari peluang di luar negeri menjadi solusi yang menarik. Sebuah posting di X menyatakan, "Coba kerja dan tinggal di negara yang pemerintahnya benar-benar bekerja, dan rasakan kualitas hidup yang lebih baik." Meskipun gaji di luar negeri mungkin tidak selalu fantastis, harapan akan stabilitas ekonomi dan kehidupan yang lebih terjamin menjadi daya tarik tersendiri. 

Ketiga, masalah sosial. Ketimpangan ekonomi, diskriminasi, serta akses terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas juga memainkan peran penting. Banyak yang merasa bahwa di negara lain, mereka akan mendapatkan perlakuan yang lebih adil dan kesempatan yang lebih besar untuk maju. Ketiga faktor ini---politik, ekonomi, dan sosial---berpadu menjadi pendorong utama yang membuat #kaburajadulu bukan sekadar keluhan, tetapi juga cerminan dari keinginan akan perubahan besar. 

Dampak Fenomena #KaburAjaDulu 

Tren ini membawa dampak yang kompleks, baik positif maupun negatif. Di sisi positif, #kaburajadulu bisa menjadi lonceng peringatan bagi pemerintah dan masyarakat. Ketika banyak orang menyuarakan keinginan untuk pergi, ini menunjukkan bahwa ada masalah serius yang perlu segera diatasi. Tekanan ini bisa mendorong reformasi dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan ekonomi, dan sistem sosial. Bagi individu yang memilih untuk pergi, keputusan ini juga bisa menjadi jalan untuk memperbaiki kehidupan mereka dan keluarga, membuka peluang baru yang sulit didapatkan di dalam negeri. 

Namun, ada pula dampak negatif yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah risiko brain drain, yaitu kehilangan tenaga terampil dan terdidik yang memilih meninggalkan negara. Jika hal ini terjadi dalam skala besar, Indonesia bisa kehilangan sumber daya manusia yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembangunan. Ekonomi bisa semakin terpuruk, dan ketimpangan sosial bisa makin melebar. Selain itu, tren ini juga berpotensi menciptakan rasa apatis di kalangan masyarakat yang tersisa, yang mungkin merasa bahwa perubahan sudah tidak lagi mungkin terjadi. Dalam jangka panjang, hal ini bisa melemahkan semangat kolektif untuk memperbaiki kondisi. 

Antara Pemahaman dan Penolakan Fenomena #KaburAjaDulu

Saya memahami mengapa banyak orang tergoda untuk "kabur." Ketidakpastian politik, tekanan ekonomi, dan ketidakadilan sosial adalah realitas yang sulit dihadapi. Namun, saya percaya bahwa meninggalkan negara bukanlah jawaban pertama yang seharusnya kita ambil. Melarikan diri mungkin menyelesaikan masalah individu, tetapi tidak akan mengubah kondisi yang mendasarinya. Sebaliknya, kita harus berani menghadapi tantangan ini dan bekerja sama untuk menciptakan perubahan. 

Solusi Fenomena #KaburAjaDulu

Partisipasi aktif dalam proses politik adalah salah satu langkah yang bisa kita lakukan. Memilih pemimpin yang kompeten dan jujur, mengawal kebijakan publik, serta menyuarakan aspirasi adalah cara untuk memastikan suara kita didengar. Selain itu, mendukung inisiatif ekonomi lokal, seperti usaha kecil atau komunitas yang bergerak untuk perubahan sosial, juga bisa menjadi solusi nyata. Saya yakin bahwa dengan kolaborasi dan komitmen, kita mampu membangun masa depan yang lebih baik tanpa harus meninggalkan tanah air. 

Namun, saya juga tidak menutup mata bahwa bagi sebagian orang, pergi adalah pilihan terakhir yang terpaksa diambil demi kelangsungan hidup. Untuk mereka, kita harus memberikan dukungan, bukan penghakiman. Yang terpenting, bagi kita yang memilih bertahan, mari jadikan ini sebagai motivasi untuk memperbaiki apa yang salah, bukan menyerah pada keputusasaan. 

Saran Penulis Terhadap Fenomena #KaburAjaDulu

#KaburAjaDulu adalah lebih dari sekadar tren media sosial---ini adalah cerminan dari kegelisahan kolektif yang tidak bisa diabaikan. Meskipun keinginan untuk pergi bisa dimengerti, solusi sejati terletak pada kemauan kita untuk bertahan dan memperbaiki. Alih-alih memilih #kaburajadulu, saya mengajak kita semua untuk mengusung semangat #berbenahbersama. Dengan saling mendukung, terlibat dalam perubahan, dan berkomitmen untuk membangun, kita bisa mengubah frustrasi menjadi harapan. Mari jadikan tren ini sebagai titik awal untuk aksi nyata, bukan akhir dari perjuangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun