Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa di "Tena Bang"?

31 Juli 2013   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:47 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perdebatan dan polemik yang terjadi seputaran penertiban lokasi Tanah Abang menjadi hal yang menarik hari-hari ini. Salah satu titik sentralnya adalah pro-kontra penataan termasuk didalamnya adalah perdebatan yang terjadi antara Wagub Ahok dan Wakil Ketua DPRD H Lulung.

Pokok masalah terkait dengan pernyataan terkait keberadaan Invisible Hand yang turut terlibat dalam sulitnya menata kawasan perdagangan tersebut, sampai kemudian terkait tuntutan atas pelanggaran HAM dari penertiban pedagang kaki lima.

Pelik nampaknya, namun memang perlu dibuat resultan positif dari berbagai perdebatan yang mengemuka tersebut agar menjadi suatu hal yang berkontribusi bagi Jakarta kedepan.

Istilah PKL-pedagang kaki lima merujuk pelaku usaha kecil dan menengah yang bersifat tidak permanen. Seiring dengan perkembangannya, maka kemudian PKL diidentifikasi sebagai pengguna trase jalan raya untuk berjualan, sehingga menyebabkan kemacetan.

Berdasarkan sejarahnya, kegiatan ini sudah berlangsung sejak jaman Kolonial Belanda, sehingga menjadi sebuah hal yang turun temurun terjadi. Kembali kepada persoalan penataan dan penertiban di Tanah Abang, maka tentu harus dilakukan dekonstruksi budaya yang telah terbentuk lama.

Simbiosis antar pelaku di Tanah Abang juga merupakan hal lain yang terkait dan perlu disikapi mulai dari metode berdagang dengan menggelar lapak, kemudian pola pembeli sembari parkir sembarangan sampai keuntungan dari pemberi jasa pengamanan dan perparkiran.

Pada fokus tersebut kita berharap tentu Pemerintah dan Legislatif daerah bisa bersinergi dalam menjawab persoalan dan bukan tarik urat saling menuding. Prinsip utamanya adalah penegakan aturan sesuai ketentuan yang berlaku tanpa terkecuali, dan itu harus dilakukan sekarang juga.

Memberi ruang kompromi tentu akan membutuhkan waktu yang lama dalam solusi. Pendataan, relokasi dan pembinaan adalah beberapa hal yang nampaknya harus dapat diterapkan oleh pemerintah DKI. Dalam hal ini dapat berkoordinasi melalui Dinas UMKM Provisi guna pemberdayaan.

Penguatan basis ekonomi rakyat merupakan hal baik, namun perlu diberikan orientasi yang benar sesuai peraturan sehingga tidak melanggar atau bahkan meniadakan hak dari pihak lain. Terlebih ternyata infrastruktur pasar Blok G secara fisik telah tersedia.

Untuk itu, hentikan silang sengkarut perdebatan mulailah bersikap dan bertindak secara nyata. Pemda DKI harus bersiap dengan konsekuensi turunan mengenai optimalisasi Blok G, karena dianggap sepi pembeli, dalam hal ini harus dibuat perencanaan yang terbaik tentunya.

Karena sangat dimungkinkan, daerah yang semakin tertata bebas kemacetan membuat lokasi tersebut menyedot pembeli lebih banyak. Terlebih lagi bila kemudian Tanah Abang dapat dijadikan sebagai kompleks wisata belanja dan terintegrasi dengan Jakarta Great Sale sebagai daya tarik pariwisata Ibukota, kenapa tidak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun