Nilai pertaruhannya tentang masa depan generasi dan kehidupan negeri kemudian hari. Problemnya publik terbelah akibat politik kekuasaan, terjadi kekosongan kolektif oposisi yang korektif.
Tidak heran, KPK menjadi target dan sasaran dari para pihak yang menggambarkan sebagai ganjaran. Walhasil, sekitar 75 pegawai terpental. Mereka tidak lolos seleksi, dengan indikator yang masih buram, butuh transparansi.Â
Lebih jauh lagi, hal ini merupakan konsekuensi dari episode panjang upaya berbagai kepentingan guna mereduksi fungsi dan tugas KPK. Berkali-kali, hingga pengesahan revisi UU KPK.
Wacana
Substansi dalam perubahan UU KPK berbicara mengenai aspek pembatasan kewenangan kerja serta ruang pengawasan, dengan alasan agar tidak terbentuk lembaga yang superbody, cerita lama yang terus diputar ulang.
Mengacu pada hasil rilis Indeks Persepsi Korupsi Transparency International Indonesia-TII 2020, terjadi penurunan skor dan peringkat secara bersamaan. Indonesia menduduki posisi ke 102 dari 180 negara, sebelumnya peringkat 85, dengan nilai 37 terjadi penurunan 3 poin.
Sebuah situasi yang tidak menguntungkan, karena kita menjadi setara dengan Gambia, bahkan lebih rendah peringkatnya dari Timor Leste skor 40.Â
Sorotan tajam ditujukan pada soal penegakan hukum dan pelayanan birokrasi serta nilai integritas politik yang bersanding dengan kualitas demokrasi. Hasil temuan tersebut memberikan gambaran tentang penyakit kronis korupsi.
Keberadaan KPK secara signifikan menjadi dibutuhkan untuk memastikan perilaku korupsi tidak berbiak. Disini proksi perang kepentingan termuat dalam pertarungan narasi yang terbaca pada berbagai media, baik mainstream maupun media sosial.
Tercatat berbagai narasi yang perlu dirunut: (i) wacana tentang kelompok Taliban di KPK, (ii) KPK bukanlah Novel Baswedan, dan Novel Baswedan bukan representasi KPK, (iii) pegawai yang tidak lulus TWK memang tidak memenuhi kualifikasi, (iv) pegawai yang non aktif perlu belajar dari anak presiden yang gagal tes CPNS.
Berbagai upaya mendistorsi informasi tersebut, menciptakan ruang bias bagi persepsi dan opini publik. Hal ini juga dilengkapi dengan kejadian serangan digital dan peretasan siber saat ICW konferensi pers menyikapi pemberhentian 75 pegawai KPK. Paket komplit.