Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mati Listrik dan Pindah Titik Ibu Kota

8 Agustus 2019   15:38 Diperbarui: 8 Agustus 2019   20:47 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejadian akhir pekan lalu ternyata mengembalikan apa yang tampaknya telah berakhir. Pengakhiran pengkubuan politik belumlah usai. Sisa yang tertinggal dari ruang politik adalah polarisasi.

Tetapi itu hakikat dinamika, problemnya sejauhmana energi kontradiksi menghasilan resultansi yang selaras dengan tujuan kemajuan. Urusan mati listrik merembet kepada persoalan politik. Alhasil, respon atas momen tersebut menjadi momentum reflektif dari situasi sosial kita kali ini. Keterbelahan masih memerlukan waktu pemulihan.

Beberapa wacana terungkap, mulai dari yang sangat pesimistik terkait dengan kepemimpinan BUMN yang merepresentasikan aspek kepemimpinan nasional. 

Di sisi lain, ada pula tanggapan religius terkait kembali ke fitrah akan kematian dalam kegelapan. Hingga pada respon optimistik, berbicara tentang agenda perbaikan dan evaluasi bagi PLN, sebagai kerangka perbaikan seluruh BUMN.

Dalam konteks bisnis, mulai dibicarakan terkait dengan penggantian kerugian yang dikompensasi dari gaji karyawan. Termasuk sentilan terkait monopoli dan pembukaan kemungkinan hadirnya pemain lain dalam memeriahkan kompetisi. Bisa jadi ada free rider yang ikut membonceng.

Momentum mati lampu yang berujung pada tersangka pohon sengon, memang menjadi koreksi mendalam diawal periode memasuki kepemimpinan kedua Jokowi. Praktis kondisi padamnya power supply itu, seolah memupuskan apa yang selama ini didegungkan tentang digitalisasi dan kemampuan disrupsi internet. Realitas baru dihadapi dan tentu perlu dilakukan pembenahan teknis dan organisatoris.

Maka wajar Jokowi kecewa dengan ekspresi marah dalam adat Jawa, berhadapan dengan sebutan "orang-orang pintar". Kegagalan antisipasi dan manajemen risiko PLN, mencoreng visinya tentang era industri 4.0 yang dikumandangkan.

Memikir Ulang Ibu Kota

Bersamaan dengan peristiwa tersebut, pemerintah nampak semakin gencar berbicara tentang pemindahan Ibukota yang titiknya masih dirahasiakan. Cerita soal pindah boyongan ini adalah mimpi yang telah lama dengan segudang kalkulasinya.

Selama ini Jakarta adalah daerah Khusus Ibukota dengan bertumpuknya peran, mulai dari pusat industri, jasa, perdagangan dan pemerintahan. Daya dukungnya sudah tidak mendukung. Polusi menjadi tema sentral akhir-akhir ini. Belum lagi macet, banjir, sampah dan buruknya baku mutu air.

Sudah begitu, mati lampu pula. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Tapi konsep pemindahan ibukota tampak serius digarap. Budget pemindahan yang sekitar Rp300-400 Triliun, nilai yang tidak sedikit meskipun dilaksanakan secara multiyears.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun