Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Human Error" dan Ketidakpercayaan Publik

21 April 2019   10:21 Diperbarui: 21 April 2019   11:26 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendekatan Kesalahan

Tidak terdapat panduan seberapa besar nilai human error yang dapat diterima, prinsipnya semakin kecil tentu semakin baik. Persoalan selanjutnya bagaimana memahami kesalahan sebagai bagian dari diri manusia, sekaligus melihat hal tersebut dalam konteks politik?. 

Sekurangnya ada ranah etika dan logika yang dapat dipergunakan sebagai indikator. Pada ranah etika, ketika satu suara terhilang dalam sistem demokrasi hal tersebut bermakna hilangnya harapan kemanusiaan. Bukankah jumlahnya minor? Tentu saja iya, tetapi aspek manusia lebih dari sekedar jumlah. Dengan begitu ada cacat etika disana.

Pada wilayah kedua, ada soal logika, yakni ketika kesalahan yang terjadi berulang, terlebih dapat dibuktikan terjadi secara masif dan terstruktur, bukan tidak mungkin sebuah ketidaksengajaan sistemik ataukah human order?. 

Ruang pembuktiannya, harus dapat ditampilkan oleh pihak yang berkeberatan. Dimana sesuai jalur prosedur legal, terdapat mekanisme penyelesaian sengketa hasil melalui pengadilan Mahkamah Konstitusi.

Demokrasi memiliki batas pada azas konstitusi, dengan demikian seluruh perdebatan akan berakhir pada putusan final serta mengikat Mahkamah Konstitusi. Apakah dapat memuaskan semua pihak? Tentu saja tidak, tetapi kita diperikatkan pada aturan bersama, untuk menghormati dan melaksanakan apapun keputusan yang dibuat.

Apakah mungkin ada kekeliruan dalam hasil tersebut? Bisa saja, tetapi yakin bahwa kebenaran akan menemukan jalan pembuktiannya. Dalam konteks politik, ujian pertama yang akan terjadi ketika penyusunan format kabinet pemerintahan. Tantangan tersebut tidak mudah,mengingat realitas apa yang ada hari ini, apalagi jika terkonsentrasi pada upaya melanggengkan kekuasaan semata.

Publik dalam Post Truth Era

Salah satu pelajaran penting dalam pemilu kali ini adalah soal memastikan kebenaran. Era Post Truth berkembang ketika kebenaran dan kebohongan bercampur, nyaris tidak dapat dipisahkan. kekuasaan memiliki mekanisme defensif melindungi dirinya, begitu pula publik yang beroposisi dengan kekuasaan.

Para pihak menempatkan kebenaran secara sepihak, nilai kebenaran universal terdispersi, menjadi kebenaran sesuai kehendak individu. Kita menjadi budak dari emosi kita, persesuaian rasa menjadi penentu kebenaran. Data, informasi dan berita dikaburkan oleh kepentingan, tanpa konfirmasi lebih lanjut.

Terdapat kegagalan literasi pada periode Post Truth, yang menjadi persoalan bersama. Berlangsung sejalan dengan mudahnya efek gema pada ruang sosial media, sekaligus ketertutupan dari anonimitas sumber informasi, dan potensi pemutarbalikan serta manipulasi fakta, lantas terjadilah hiperrealitas sebuah realitas semu yang diyakini benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun