Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moment of Truth Para Pendamping Politik

1 Maret 2019   17:12 Diperbarui: 1 Maret 2019   17:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MELENGKAPI! Fungsi keberadaan wakil pemimpin adalah melengkapi tugas kepemimpinan. Bukan sebagai substitusi, melainkan komplementer. Dalam perjalanan kesejarahan bangsa ini, peranan wakil tertinggi kepala negeri kerap kali tertutupi oleh pesona pemimpinnya. Alih-alih berbagi tugas, keberadaan seorang wakil kemudian hanya tampak menjadi pemain minor dari pengelolaan kehidupan berbangsa.

Padahal syarat utama pengajuan pasangan calon pemimpin, mengharuskan keberadaan seorang wakil yang secara ideal akan menggenapi fungsi serta tugas seorang pemimpin. Terlebih permasalahan hidup bernegara terlalu besar untuk dijalankan seorang diri, perlu mitra kerja yang setara untuk merumuskan langkah-langkah strategis.

Situasi tersebut, menjadi nyata ketika formatur kandidat hendak ditetapkan oleh koalisi partai pengusung dan pendukung. Posisi seorang wakil ternyata strategis, terutama dalam kepentingan suksesi kepemimpinan selanjutnya. Hal itu menjelaskan mengapa usulan pasangan calon bagi petahana maupun oposisi menjadi pelik untuk diputuskan. Tentu dikarenakan titik negosiasi wakil pemimpin menjadi nilai tawar secara signifikan.

Mengapa wakil pemimpin menjadi penting? Banyak peran yang dapat dimainkan seorang wakil, selain mempelajari model efektivitas kepemimpinan secara langsung, wakil pemimpin juga bisa memulai investasi politik dalam membangun popularitas dan elektabilitas. Jelas karena umur kepemimpinan yang dibatasi amanat konstitusi, mengharuskan wakil pemimpin untuk berpikir tentang kesinambungan pasca periode kepemimpinan.

Maka, pilihan pragmatis dalam Pilpres kali ini menempatkan posisi para wakil sebagai hasil kompromi serta negosiasi praktis, sebagai titik temu kepentingan politik partai-partai pendukung. Pangkal musababnya adalah presidential threshold, dan ketiadaan partai dominan yang memenuhi ketentuan tersebut, menyebabkan dibutuhkannya formasi koalisi. Lalu bagaimana melihat potensi performa para wakil menjelang debat ketiga para Cawapres dengan tema yang sangat padat: Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan serta Sosial dan Kebudayaan.

Belajar dari Dwi Tunggal

Merujuk figur kepemimpinan yang pernah ada dalam sejarah kebangsaan negeri ini, maka model Dwi Tunggal Soekarno-Hatta menarik untuk dipelajari, terlebih dalam konten serta konteks kepemimpinan di awal kemerdekaan, yang diisi oleh semangat kebebasan dari penjajahan, meski infrastruktur perangkat fisik dan lunak pemerintahan kala itu, tidak serta merta berada dalam kelengkapan sempurna.

Pembagian peran antara keduanya terjadi secara efektif. Dimana Soekarno menjadi orator ulung penyebar semangat nasionalisme, pemersatu, simbol kenegaraan di berbagai pentas internasional. Sementara Hatta seorang administrator yang handal, mengelola rumah tangga Indonesia, dengan berbagai persoalan domestik di awal mula kehidupan berbangsa. 

Kita memahami, kepemimpinan bukan hanya soal pemimpin dan wakil pemimpin, melainkan tentang populasi warga bangsa yang besar sebagai pemegang kedaulatan. Hal itu pula yang menempatkan kepemimpinan bukan sebagai hal individual, melainkan aspek kolektif tentang sistem yang mendukung keberadaan keduanya dalam mengatur serta mengelola bangsa.

Meski begitu, syarat awal kepemimpinan adalah tentang kecakapan, baik dalam posisi sebagai pemimpin maupun wakil pemimpin, bisa sekaligus sama tetapi tidak harus sama, karena berbeda pun tidak berarti konflik, melainkan mencari solusi terbaik bangsa ini. Berbeda pendapat dalam tugas kepemimpinan, adalah dinamika dari dialektika kepemimpinan. Justru menjadi persoalan ketika tidak ada ruang berbeda dalam mencari format solusi. 

Kepemimpinan adalah kesatupaduan antara gagasan dan tindakan, ketika telah menentukan sebuah kebijakan. Titik berbeda dapat diakomodir ketika tahap awal perumusan kebijakan. Ketika sampai pada pengambilan kebijakan, kebersamaan dikedepankan sebagai bentuk kesepahaman kepemimpinan, mengatasi dualitas dan ambigu pelaksanaan. Situasi kepemimpinan nasional itu, berbeda watak dari waktu ke waktu, bahkan pasca era Soekarno-Hatta hingga kini ada rentang jarak yang teramat berubah, ini adalah situasi dari tantangan zaman dan kepemimpinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun