Wajah memang dapat menjadi impresi awal, bisa pula dimaknai sebagai alat ukur penilaian. Tetapi percayalah, hal tersebut kerap menipu. Wajah politisi yang hangat bersahabat dalam periode kampanye, kerapkali menjadi sangat tidak peka dan acuh pada persoalan publik ketika kemudian terpilih kemudian. Selubung topeng pembungkus selalu dimainkan dalam gelaran kampanye, sehingga jangan mudah terpedaya.
Ditahun politik, wajah penduduk negeri ini sebagai pemilik kedaulatan sedang bernegosiasi dengan wajah para politisi. Dalam sebuah negosiasi, ada titik kompromi dengan aspek penekanan pada kepentingan publik yang meluas sebagai patokan ukuran. Jika tidak, maka harapan yang hilang tersebut akan berlangsung bersamaan dengan tumbuhnya rasa ketidakpercayaan.
Lantas siapa yang dapat dipercaya? Perlu kehati-hatian dalam membaca wajah-wajah yang ada dalam surat suara kali ini. Perhatikan dengan cermat apa yang hendak ditawarkan dan dikerjakannya? Lalu apakah wajah Anda dapat beresonansi tergetar secara positif dengan wajah yang akan Anda pilih?.
Sekali lagi tentang "wajah kita, wajah Indonesia", maka seharusnya para pemimpin bertanya dan bertekad untuk bersungguh-sungguh menghadirkan arti keberadaan negara dalam upaya membawa seuntai senyum di wajah penghuni negeri ini. Jika tidak, maka mereka harusnya bertanya, "mau ditaruh dimana wajahku ini?". Semoga saja masih ada tekad tulus dalam wajah berselubung topeng itu, yang mengaburkan batas makna antara kepalsuan dan kebenaran. Kita tentu berharap demikian.