Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memahami Dukungan Kepala Desa hingga Petinggi Negeri Pada Pilpres 2019

28 September 2018   11:24 Diperbarui: 29 September 2018   00:55 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/DIDIE SW)

Dukungan adalah bentuk kesepahaman dan persetujuan. Demikian pula dalam area politik, setidaknya hal tersebut menjadi dasar dari perwujudan kesamaan pandang, serta menyatukan persepsi parapihak. 

Maka upaya memahami dukungan para wali nagari hingga pejabat dan petinggi negeri tidak terlalu jauh bergeser dari titik tolak tersebut, dengan bobot tambahan soal harapan di masa depan.

Politik adalah horison lintasan waktu, masa lalu sehingga akan berkorelasi dengan track record, lantas berkenaan dengan realitas masa kini sebagai tinjauan kekinian -current condition, hingga tawaran akan perubahan yang akan terjadi pada masa yang akan datang -future expectation. Titik tekan perlintasan sejarah itu, memberikan panggung terbesar bagi apa yang diharapkan tercapai dikemudian hari.

Persis halnya dengan sesuatu yang belum terlihat, ada tabir terselubung yang belum tersingkap. Dan sekalilagi, politik adalah soal pilihan dalam harapan atas situasi yang tersedia.

Anda bisa melihat dan berkutat pada masa lalu, sekaligus terpesona dengan realita hari ini, sehingga tidak merasa perlu adanya perubahan, karena semua kriteria harapan pribadi telah terpenuhi, atau justru sebaliknya.

Pilihan Anda adalah bentuk dari kemerdekaan individual, terdapat kebebasan disana yang tidak bisa dikekang. Agaknya demikian yang terjadi, dari fenomena dukung mendukung pilihan politik pada kontestasi pemilu, indikasinya terlihat dari tendensi preferensi wali nagari, para gubernur hingga ke tingkat menteri sebagai pejabat dan petinggi negeri.


Salah satu lingkup faktor yang menentukan dalam pilihan dukungan politik, dalam hal ini, adalah soal kondisi psikologis. Pada umumnya, para pemangku kuasa dari level terendah hingga tingkat tertinggi, memiliki keistimewaan atas jabatan yang disandangnya. Hal ini memiliki implikasi risiko, terutama ketika berhadapan dengan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

Kita harus pahamkan bahwa pilihan politik, bisa dilandasi aspek rasional dan irrasional termasuk pertimbangan psikologis tersebut.  Dengan demikian, bagi para pemegang amanah publik, nuansa perubahan adalah hal yang secara alergi akan dihindari. Sehingga, membentuk sikap laku untuk lebih konservatif hingga pro status quo, dan hal itu normal sebagai sebuah kewajaran berlaku.

Sosok petahana dalam konteks kontestasi politik, memang akan mempunyai posisi keuntungan dalam supporting jejaring pada struktur pemerintahan. Hal ini melekat sebagai privilege, bahkan bisa saja hal tersebut dioptimalisasi sebagai bagian dari kerangka pemenangan. Lantas, bagaimana bila demikian situasinya bagi kubu lawan kontestasi yang berada diluar lingkup kekuasaan? Adakah peluang?

Distingsi Publik dan Pemimpin

Jika kita berkaca dari kontestasi Pilkada serentak, maka representasi konstelasi politik di tanah air yang terbentuk nampak masihlah sangat cair. Tidak terdapat koalisi permanen, kalkulasi kemenangan atas pasangan calon adalah hal pokok yang menjadi titik temu koalisi. Terlebih, Pilkada serentak terfokus hanya pada soal pemilihan kepala daerah saja sebagai agenda tunggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun