Ada hobi yang sifatnya sekadar pelarian dari penat. Ada pula hobi yang tumbuh menjadi panggilan jiwa. Bagi sebagian orang, silaturahim hanyalah aktivitas sosial musiman, dilakukan saat Lebaran atau momentum khusus. Namun, bagi Aqua Dwipayana, doktor ilmu komunikasi berdarah Minangkabau, silaturahim adalah gaya hidup, jalan juang, sekaligus ibadah.
Dalam perjalanan hidupnya, kita melihat bagaimana silaturahim tidak sekadar mendekatkan yang jauh, tetapi juga merekatkan yang dekat. Ia menjelma menjadi energi sosial yang mampu melipatgandakan manfaat bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi keluarga, sahabat, bahkan masyarakat luas.
Lahir di Pematang Siantar pada 23 Januari 1970, Aqua kecil kerap dipanggil Ucok, meski darah Minangkabau mengalir deras dari kedua orang tuanya, Asmi Samad dan Syaifuddin. Panggilan itu adalah identitas kecil seorang anak rantau yang kelak tumbuh besar dengan visi universal: menyatukan, bukan memisahkan.
Perjalanan akademiknya membawanya ke Malang, menimba ilmu komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang. Namun, tidak seperti mahasiswa kebanyakan, Aqua mengasah teori lewat praktik. Ia terjun ke dunia jurnalisme: dari Suara Indonesia, Jawa Pos, Surabaya Minggu, hingga Bisnis Indonesia. Beberapa tahun sesudahnya, Aqua lanjutkan Magister hingga Doktor Ilmu Komunikasi Unpad. Baginya, komunikasi bukan sebatas retorika; ia adalah jembatan untuk memahami manusia dan mengikat kebersamaan.
Hobi Aqua berbuah nyata salahsatunya dalam Pulang Basamo, mudik kolektif keluarga besar ke Ranah Minang. Bukan sekadar reuni keluarga, melainkan sebuah perjalanan spiritual dan kultural yang menghidupkan kembali akar sejarah. Aqua menanggung transportasi, akomodasi, dan konsumsi. Namun, di balik semua itu, yang ia tanamkan adalah pesan: silaturahim adalah investasi paling abadi.
Perjalanan 10--17 September 2025 itu menjadi saksi bagaimana pulang kampung bisa menyatukan lintas generasi, menyembuhkan rindu, dan memperkuat memori kolektif keluarga besar Nilam Caya-Abdul Samad. Di balik bus, penginapan, hingga kunjungan ke makam leluhur, terselip filosofi Minang: "sakali aia gadang, sakali tapian barubah". Sekali besar air, maka tepian ikut berubah, demikian pula silaturahim yang terus diperbarui sesuai zaman. Kisah seru basamo  tiga edisi bisa disimak melalui kanal: Kisah Seru Pulang Basamo https://edukasiindonesia.id/24/09/2025/pulang-basamo-desa-konoha-lembah-harau-nan-memukau-3/
Bila pepatah Jawa berkata tumbu ketemu tutup, maka pepatah Minang menyebut ikan jo aia, aua jo tabiang. Begitulah komunikasi, motivasi, dan silaturahim dalam hidup Aqua. Ia tidak pernah memisahkan satu dengan lainnya. Wartawan membentuk keterampilan mendengar dan menulis. Humas melatih kepekaan membangun relasi. Motivator meneguhkan panggilan berbagi inspirasi.
Sejak 2005, ia menjelajahi berbagai kota bahkan mancanegara sebagai pembicara. Tarifnya tinggi, tetapi nilai yang ia berikan jauh lebih tinggi. Ia tidak sekadar berbicara tentang teori komunikasi, melainkan menanamkan semangat untuk terus menjalin silaturahim.Â
"Kalau kita baik, Tuhan jauh lebih baik pada kita. Kalau kita suka menolong orang, Tuhan akan lipatgandakan pertolongan-Nya," ujar Aqua Dwipayana.
Di era digital, hubungan sosial sering kali terjebak pada paradoks: teknologi mendekatkan yang jauh, tetapi menjauhkan yang dekat. Aqua membalik logika itu. Dengan totalitas dan keikhlasan, ia menunjukkan bahwa silaturahim bukan hanya ritual, melainkan strategi peradaban.
Pulang Basamo yang ia gagas membuktikan bahwa silaturahim adalah modal sosial yang luar biasa. Dukungan hadir dari berbagai kalangan: polisi, pengusaha, birokrat, akademisi. Semuanya cair dalam suasana kekeluargaan. Tanpa protokol, tanpa sekat, tanpa kepentingan transaksional. Yang tersisa hanyalah jejaring yang saling menguatkan.
Kisah Aqua adalah cermin. Betapa sering kita sibuk mengejar target, lupa menyapa kerabat, apalagi menyambung silaturahim. Padahal, dalam Islam jelas disebutkan: silaturahim memperpanjang umur dan melapangkan rezeki. Lebih dari itu, ia memperpanjang ingatan kolektif keluarga, melapangkan jalan generasi untuk mengenal akar sejarahnya.
Apakah kita sudah merawat silaturahim dengan sungguh-sungguh? Ataukah kita hanya menundanya sampai Lebaran? Pertanyaan ini mestinya menggugah, sebab dalam era yang serba cepat, kehilangan hubungan berarti kehilangan pijakan identitas.
Di tengah gemerlap dunia modern, Aqua Dwipayana mengajarkan bahwa silaturahim adalah jalan pulang yang sesungguhnya. Pulang ke akar, pulang ke keluarga, pulang ke jati diri. Dari situlah lahir kekuatan moral yang mampu mengikat bangsa ini.
Silaturahim bukan milik Aqua seorang. Ia adalah warisan kultural, sekaligus mandat spiritual. Yang membedakan hanyalah apakah kita siap menjadikannya sekadar hobi, atau menjadikannya jalan hidup.
Seperti Pulang Basamo yang menghidupkan kampung halaman, mari kita pulang pada makna terdalam silaturahim: menyulam peradaban yang penuh kasih, persaudaraan, dan keberkahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI