Tentu, kisah Anita juga menuai kritik. Sebagian kalangan medis menilai pemulihannya lebih karena intervensi medis di detik-detik akhir, bukan semata karena pengalaman spiritual. Ada yang menilai pendekatannya berisiko jika dijadikan rujukan tunggal untuk menolak pengobatan.
Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, ada ruang dialog yang menarik. Dunia medis mengajarkan kita tentang mekanisme tubuh, sementara pengalaman Anita mengingatkan bahwa jiwa dan pikiran manusia memiliki daya yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan dengan laboratorium. Justru di titik inilah kita menemukan jembatan antara sains dan spiritualitas, antara logika dan intuisi.
Kisah Anita Moorjani bukan sekadar tentang sembuh dari kanker, melainkan tentang sembuh dari penjara ketakutan. Ia menunjukkan bahwa hidup baru benar-benar dimulai ketika kita berani menerima diri sendiri seutuhnya, tanpa syarat.
Di dunia yang penuh kebisingan dan tuntutan, kita sering lupa bahwa ada cara hidup yang lebih otentik---yakni dengan menempatkan cinta di atas ketakutan. Mungkin, kita tidak perlu mengalami mati suri untuk menemukan jati diri. Cukuplah belajar dari mereka yang sudah melaluinya, lalu bertanya pada diri sendiri: Apakah aku benar-benar hidup, atau hanya bertahan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI