Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menemukan Cahaya dan Jati Diri : Pelajaran Sarat Religi dari Anita Moorjani

25 September 2025   22:00 Diperbarui: 25 September 2025   21:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Best Seller Anita Moorjani (Sumber:https://www.tokopedia.com/)

Tentu, kisah Anita juga menuai kritik. Sebagian kalangan medis menilai pemulihannya lebih karena intervensi medis di detik-detik akhir, bukan semata karena pengalaman spiritual. Ada yang menilai pendekatannya berisiko jika dijadikan rujukan tunggal untuk menolak pengobatan.

Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, ada ruang dialog yang menarik. Dunia medis mengajarkan kita tentang mekanisme tubuh, sementara pengalaman Anita mengingatkan bahwa jiwa dan pikiran manusia memiliki daya yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan dengan laboratorium. Justru di titik inilah kita menemukan jembatan antara sains dan spiritualitas, antara logika dan intuisi.

Kisah Anita Moorjani bukan sekadar tentang sembuh dari kanker, melainkan tentang sembuh dari penjara ketakutan. Ia menunjukkan bahwa hidup baru benar-benar dimulai ketika kita berani menerima diri sendiri seutuhnya, tanpa syarat.

Di dunia yang penuh kebisingan dan tuntutan, kita sering lupa bahwa ada cara hidup yang lebih otentik---yakni dengan menempatkan cinta di atas ketakutan. Mungkin, kita tidak perlu mengalami mati suri untuk menemukan jati diri. Cukuplah belajar dari mereka yang sudah melaluinya, lalu bertanya pada diri sendiri: Apakah aku benar-benar hidup, atau hanya bertahan?


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun