Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Are You Hungry Karya DP Arsa: Ketenangan yang Menyentuh Sense Hiperglobalisasi

16 Juni 2016   21:57 Diperbarui: 16 Juni 2016   22:42 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DP ARSA, Are You Hungry?

HARUS diakui ada anomali dalam budaya mengkonsumsi makanan. Gerai atau restaurant cepat saji modern mengalami perkembangan yang sangat pesat, hadir di mana-mana. Sebuah proses yang susah dibendung, selanjutnya menjadi hegemoni kultural global.

Menimbang junk foodization yang hadir melalui simbol-simbol cengkeramannya, perupa foto DP Arsa mencoba menjelajah memasuki fenomena sosial kekinian. Sebagai perupa foto, Arsa larut berhadapan dengan wilayah yang selama ini menjadi kritik maupun otokritik terhadap globalisasi. Karya-karya Arsa selanjutnya membawa pandangan pada pembicaraan yang nyaris tidak bisa dielakkan pada aspek reperesentasi kehidupan sosial.

“Are You Hungry”, salah satu dari sekian karyanya adalah bukti bahwa wajah globalisasi sebenarnya adalah wajah paradoks, ia hadir secara bersamaan dalam ruang dan waktu yang berkontradiktif. Gagasan Arsa sangat tajam, ia mengupas tentang berubahnya paradigma dan sudut pandang mengenai segala sesuatu bukan lagi diletakkan kepada "fungsi" tetapi lebih kepada "nilai" dari sikap konsumtif masyarakat di segala lapisan, bahwa urusan "perut"pun telah menempatkan pada posisi strata sosial. Fungsi makanan dan nilai asupan gizi bagi tubuh sudah dikesampingkan, bergerak cepat membentuk identitas.

Di Indonesia, pola-pola perkembangan kontradiktif yang mewarnai perubahan sosio-kultural telah menjadi konflik halus dan samar. Sementara laju kapitalisme dan budaya global telah mendorong terciptanya perubahan dan persaingan yang berorientasi pada gaya hidup. Karya Are You Hungry menjadi cerminan bagaimana kekinian telah menjadi jalan menuju fobia terhadap sesuatu yang berkelas, konsumtif serta cara pemenuhan material yang simbolik.

Dari karya yang bermedia foto print diatas aluminium solid metal plate dengan ukuran 80 x 120 Cm, terlihat wajah figur laki-laki yang dibungkus plastik KFC. Arsa ingin memuati simbolisme sekaligus ikon sebagai makna-makna dari prsetise, kelas, dan status. Sementara badan telanjang  adalah keterbukaan yang menjadi wadah bagaimana ciptaan kebutuhan artificial dan semu ini akhirnya menjadi esensial.

Ada hal yang menarik ketika Arsa mengungkapkan KFC melalui tas plastik tidak pada bentuk makanannya, hal ini dikarenakan branding KFC bukan saja mempengaruhi daya jual makanan dan restaurant, akan tetapi seperti yang telah ia ungkapkan yaitu seluruh aspek sosial masyarakat. Lantas, kemana selanjutnya Arsa akan membawa karya ini sebagai pembicaraan sense of global  yang menjadi ciri khas karya dikatakan kontemporer ?. Melalui karya Are You Angry inilah Arsa membuat sintesis yang berguna untuk membangun interaksi dari kultur modern yang selama ini terjadi untuk kembali kepada produk lokal.

Memang karya Arsa tidak seradikal karya-karya yang dapat membuat orang cepat untuk mengambil keputusan setelah membaca karyanyanya. Arsa ingin menghentikannya secara pelan-pelan. Ada proses pencitraan sebagai mindset yang justru ia percaya akan menjadi lebih kuat. Dan saya melihat, nampaknya karya Are You Hungry ini lebih condong pada psychoanalysis. Seperti yang telah dikembangkan oleh Jacques Lacan, memposisikan subyek yang mengidentifikasikan dan meleburkan dirinya kepada tataran simbolik dari bentukan sosial.

Seni rupa fotografi telah membawa Arsa mengenal problematika sosial, bertemu dan bersentuhan dengan persoalan. Kembali ke kamera, diolah dan dikembangkan dalam ruang rupa, karya ini saya kira telah berhasil menghadirkan sebuah realitas di antara semangat mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Sebuah ketegangan yang menyentuh wilayah konflik di tataran realitas kekinian memang sudah selayaknya terus disampaikan, sehingga tidak muncul “stereotype”bahwa seniman hanya mengejar tuntutan estetis belaka. 

 

(Yudha Bantono, Pembacaan bebas karya seni rupa fotografi, 16.06.2016)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun