Mohon tunggu...
Yossy FabienLeimena
Yossy FabienLeimena Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa pencinta tulisan dan hitungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa FEB UMSU aktif di relawan perpustakaan dan hobi musik dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemuda Bodoh dan Bangkrut

2 September 2020   10:18 Diperbarui: 2 September 2020   10:19 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku punya abang bernama Riski Heryawan, aku kerap memanggilnya Bang Ris, ia terkenal sangat malas dan manja. Ia hanya bisa nongkrong kesana kemari dan bukannya sekolah dengan benar. Tak heran ia selalu masuk peringkat terakhir di kelas. Bang Ris juga selalu merendahkan aku yang masih duduk di kelas 4 SD bahwa aku ini tidak tahu bagaimana menikmati hidup ini. Aku suka kesal dengan sikap Bang Ris tersebut. Ayah mengakui bahwa Bang Ris menjadi begini karena sering dimanjakan ibu. Bang Ris tidak memikirkan ayah dan ibu yang susah payah mencari nafkah untuk kami berdua. 

Ia hanya memikirkan bagaimana menikmati hidup tanpa harus mengenyam pendidikan. Tahun ajaran sudah selesai dan aku berhasil naik ke kelas 5 SD dengan nilai sempurna. Sedangkan Bang Ris lulus SMA dengan nilai yang pas-pasan.

 Ia mewanti-wanti kepada ayah agar menguliahkannya, namun ayah menolak karena beliau yakin Bang Ris hanya main-main. Beliau malah menawarkan modal usaha untuk Bang Ris. "Daripada kamu kuliah tapi main-main saja, lebih baik kamu bangun usaha sendiri saja, kamu bisa atur waktu kerjamu sendiri," kata ayah. Bang Ris setuju dengan permintaan ayah.

Ayah mencairkan dana depositonya sebesar Rp.60 Juta rupiah untuk modal usaha Bang Ris. Bang Ris memilih membangun usaha kafe untuk anak-anak gaul. Belum juga membangun usahanya, Bang Ris melontarkan kata-kata tidak senonoh padaku. Ia berkata ,"kamu masih kelas 5 SD Yudi! Kamu bisa apa ? lihat abang dapat modal dari ayah untuk usaha".

Aku merasa rendah diri setelah Bang Ris berkata demikian. Ibu yang mendengar itu semua meminta maaf kepadaku. Ibu mengakui ini semua salahnya yang dahulu terlalu memanjakan Bang Ris. Bang Ris telah berhasil membangun usaha kafenya di daerah Koja, Jakarta Utara. Ia member nama kafenya "kafe Riski". 

Aku akan menjadikan keberhasilan Bang Ris sebagai motivasi untuk menjadi siswa yang produktif. Aku ingin membuktikan kepada Bang Ris bahwa aku tidak seperti yang ia kira. 

Kafe Bang Ris sangat laris karena banyak anak muda seusianya yang nongkrong disana. Makanan yang paling murah disana harganya Rp.20 ribu rupiah. Bang Ris selalu bercengkrama dengan pelanggan-pelanggannya, tetapi ia cuek padaku seolah tidak ingin pelanggannya tahu aku adiknya yang dianggapnya tak bisa apa-apa.

Bang Ris tidak tahu aku sebenarnya punya hobi menulis cerpen. Aku sengaja menutupi semua itu dari Bang Ris bahkan orangtuaku. Aku punya misi untuk menerbitkan buku sendiri berisi cerpen. 

Aku ingin buku yang kuterbitkan itu berisi 50 cerpen. Saat ini aku sudah menulis 20 cerpen. Bang Ris semakin sombong saja, ia tidak mau memberiku uang jajan tambahan saat aku ada les sampai sore. Tapi aku bersyukur ada ayah yang memberikannya.

"Kamu yang sabar ya Yudi, abang kamu memang sombong sejak ia memiliki usaha sendiri," kata ayah padaku. Sebelum aku masuk les di sekolah, aku menulis cerpen karyaku sendiri. Ini demi Bang Ris dan orangtuaku tidak tahu apa yang aku lakukan. Ada saatnya mereka tahu sendiri apa yang aku lakukan selama ini. 

Kita buktikan saja apa benar kata Bang Ris aku ini tidak ada apa-apanya. 2 bulan berlalu, akhir-akhir ini Bang Ris terlihat sangat gelisah mengingat kafenya tidak seramai saat pertama kali ia membukanya. Tetapi aku cuek saja karena aku sudah terlanjur sakit hati dengan perkataannya yang aku ini masih SD jadi aku belum bisa apa-apa. Ini saatnya aku bungkam Bang Ris dengan prestasiku. Aku pergi ke perpustakaan sekolah dan bertemu dengan kepala perpustakaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun