Mohon tunggu...
Yoshi Hervandar
Yoshi Hervandar Mohon Tunggu... Buruh - Suka Perdamaian

Habib Rizieq adalah titisan Soekarno, orasinya membangkitkan semangat, mendengarnya membangkitkan nasionalisme

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk Pecinta Ahok, Tolong Baca Ini!

26 Februari 2017   19:58 Diperbarui: 26 Februari 2017   20:15 4187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini tidak dibuat oleh politisi, ahli politik, apalagi analis politik. Tak pula dibuat oleh pakar dan pengamat politik yang bisa “mengandaikan” setiap kemungkinan sehingga menjadi satu “jalur” prediktif yang logis dan rasional melalui berbagai kemungkinan. Tulisan ini hanya dibuat oleh seseorang yang akhir-akhir ini mengamati perpolitikan nasional (khususnya di Jakarta) yang “curat-marut”, selalu panas, dan cenderung “tidak sehat”. Jadi, bahasa dan “pengandaiannya” hanya sederhana, yang penting dapat diterima dengan sebegitunya. Oleh siapa? Tentu oleh mereka yang bersedia membuka mata dan hatinya, terutama untuk mereka yang mencintai dan memuja Ahok sedemikan rupa.

Dari awal kasus Ahok –tentang penistaan agama– hingga sekarang, Ahok sebagai terdakwa dan berkali-kali keluar masuk “ruangan terhormat” dan duduk di kursi pesakitan, banyak pengamat sudah memberikan pandangan, bahwa sulit rasanya Ahok bisa lolos dari jeratan kasus penistaan tersebut. Alasan logisnya adalah, dari beberapa kasus penistaan agama yang pernah terjadi di negara ini, semuanya tak bisa meloloskan diri karena terbukti secara sah menista agama sehingga harus mendekam di penjara. Ini pertimbangan hukum yang logis.

Bagaimana pertimbangan secara politisnya? Tentu saja negara –Jokowi dalam hal ini– tak mau mengambil risiko yang besar karena resistensi terhadap Ahok demikian tinggi di kalangan umat Islam. Rakyat di bawah mulai bergejolak (termasuk berbagai aksi yang terjadi), dan Jokowi, Mega, dan PDIP-nya menjadi sasaran empuk “kekesalan” rakyat. Itu pandangan kita sebagai kaum awam. Namun anehnya, Jokowi dan PDI-P serta para pendukung Ahok seperti tak bergeming meskipun “dinistakan” sedemikian rupa oleh masyarakat.

Bagi masyarakat awam, tentu saja ini agakaneh, terutama karena secara politis, Jokowi dan PDI-P sangat dirugikan, terutama ketika pada 2019 nanti Jokowi berhasrat untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai Presiden untuk periode kedua. Namun, meski melihat geliat di masyarakat bawah mulai “tidak aman”, Jokowi dan PDI-P seperti tak menghiraukan. Sehingga yang terbangun dalam asumsi masyarakat bawah tetap sama, tak berubah, yaitu bahwa Jokowi ada di balik Ahok. Jokowi melindungi Ahok. Itu saja!

Lalu, kenapa seperti itu? Maka, bagi kalian yang mencintai Ahok dan memujanya, kalian harus memahami ini, bahwa sikap keukeuhyang ditunjukkan oleh PDI-P dan para pendukungnya, bukanlah untuk Ahok, tapi untuk menaikkan Djarot. Semua orang tahu, PDI-P mempunyai kepentingan untuk menguasai Jakarta, dan Ahok bisa dijadikan alat untuk itu. Menjual Djarot, hanya akan menghabiskan biaya. Tak banyak yang suka apalagi memilih Djarot sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sementara kalau menggunakan Ahok, tentu saja menjadi sebuah keuntungan karena Ahok, dari awal memang sudah banyak pecinta dan pemujanya.

PDI-P pasti paham juga sulitnya Ahok melepaskan diri dari kasus penistaan yang menjeratnya. Ketika Ahok nanti benar-benar jadi Gubernur, dan akhirnya dihukum, maka yang akan naik adalah Djarot. PDI-P akan berkuasa lagi di Jakarta. Artinya, para pencinta dan pembela Ahok yang getolsiang hari siang malam menginginkan Ahok untuk menjadi Gubernur, harusnya sadar, bahwa keinginan mereka hanyalah sebuah mimpi. Karena hanya mimpi, yang akan tampak sebenarnya adalah Djarot lagi. Para pencinta Ahok, sebenarnya diarahkan untuk mendukung Djarot. Ahok akan “dilepaskan”, segera setelah ia, misalnya, benar-benar menang. Percayalah, bahwa kalian yang mencintai Ahok dan membelanya, tak sepenuhnya suka dengan Djarot. Itu saja.

Selanjutnya, resistensi masyarakat di bawah terhadap Ahok semakin menguat, terutama ketika ia benar-benar tak bisa mengontrol mulutnya ketika berhadapan dengan KH. Maruf Amin. Lagi-lagi, Ahok melakukan blunderyang mengerikan. Kalau Ahok sampai terpilih lagi menjadi Gubernur, tak menutup kemungkinan akan ada lagi aksi besar-besaran yang tak bisa dikendalikan oleh negara. Aroma ke arah itu sudah bisa tercium oleh kita, apalagi oleh negara dengan alat-alat negaranya yang canggih. Buktikan saja. Ahok jadi, akan ada lagi aksi yang lebih mengerikan. Rakyat tak mungkin lagi bisa sabar, dan Jokowi (untuk kesekian kalinya) ikut menjadi korban.

Ahok pernah mengatakan, kalau saja dirinya dianggap mengancam stabilitas nasional, ia akan rela untuk memundurkan diri semenit setelah dilantik (entah ini benar atau tidak), tapi jika itu benar terjadi, masyarakat mempunyai sasaran kemarahan lain, yaitu Jokowi, PDI-P, dan lingkaran-lingkarannya. Tapi kalau benar Ahok akan memundurkan diri, apakah gejolak di masyarakat akan berhenti? Belum tentu. Djarot belum tentu bisa menjadi garansi kemarahan dan desakan masyarakat di bawah yang sudah mulai lelah.

Tulisan ini mungkin salah, tapi asumsi yang dibangun, sudah demikian viral, bahwa keukeuhuntuk menaikkan Ahok, sebenarnya hanya untuk menjadikan Djarot sebagai Gubernur. Apalagi, kalau Ahok menjadi Gubernur, hanya untuk memundurkan diri. Lalu untuk apa kalian para pecinta dan pemuja Ahok mati-matian mendukungnya? 

Apakah hanya untuk sekedar prestise,bahwa mendukung Ahok adalah mendukung orang (yang katanya) bekerja dan berprestasi, yang meskipun digempur habis-habisan tetap menang dan menjadi gubernur? Apakah hanya untuk itu? Kasihan sekali. Sungguh. Karena hanya menjadi pecinta dan pemuja yang dimanfaatkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun