Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Perak

14 Juli 2017   08:31 Diperbarui: 14 Juli 2017   08:49 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika bicara soal angka 25, tentu tak lepas dari kata perak. Memang, 25 adalah angka perak. Seringkali, angka ini diidentikkan, dengan kemapanan, kesuksesan, atau kematangan, baik bagi sebuah organisasi, maupun seorang manusia.

Tapi, angka perak ini juga bisa berarti buruk. Khususnya bagi mereka yang bernasib kurang beruntung, baik dalam hal karir, cinta, ataupun pekerjaan. Bahkan, muncul cap "jomblo perak", bagi mereka yang belum kunjung mendapat pasangan di tahun peraknya ini. Bagi sebuah organisasi yang perkembangannya cenderung stagnan, atau bahkan menurun di tahun peraknya, ini akan menjadi lonceng kematian.

Bagi Saya pribadi, tahun perak, yang kebetulan hari ini Saya peringati, adalah sebuah titik, dari rangkaian garis kehidupan, baik yang sudah, sedang, atau akan Saya jalani nantinya. Ibarat mendaki gunung, ini adalah pos pertama, masih jauh dari titik puncak.

Jika berpatokan secara 'apple to apple' pada kondisi sebagian teman sebaya Saya, situasi Saya saat ini tergolong mengenaskan; punya masalah fisik bawaan, masih jomblo, sering gagal pula. Benar-benar terlihat suram. Padahal, pada saat yang sama, sebagian teman sebaya Saya sudah mulai mapan, bahkan sudah berkeluarga.

Secara manusiawi, perbedaan situasi yang sangat timpang ini, kadang sukses memantik rasa cemburu dalam hati. Tapi, masalah fisik yang Saya punya, mampu mengajak Saya, untuk melihatnya dari sisi lain. Pada saat yang sama, Saya terus belajar lagi, soal menerima keadaan saat ini. Malah, kadang Saya mulai terbiasa menertawakan diri sendiri; dengan kondisi Saya saat ini, Saya hanya perlu menerima bin tahu diri. Saya tidak bisa terus memaksakan diri, untuk jadi seperti mereka. Logika sederhananya, dengan kemampuan fisik mirip manula, memaksakan diri untuk bekerja seperti anak muda, adalah cara jenius untuk bunuh diri secara perlahan.

Di sisi lain, situasi ini juga mengajak Saya tersadar; dalam hidup memang ada kompetisi. Tapi, tiap orang sudah ditetapkan mempunyai jalan hidupnya sendiri-sendiri. Seperti kata pepatah:"Satu orang adalah satu jalan hidup". Maka, tak heran jika kita melihat ada orang yang di usia 20-an sudah mapan, dan berkeluarga, sementara itu, di usia yang sama, ada juga orang yang masih harus berjuang keras untuk bertahan hidup.

Memang, kita dikaruniai Sang pencipta daya pikir yang hebat, mampu merencanakan, atau mengusahakan segala sesuatu. Tapi, tetap saja tak semua yang kita rencanakan dapat terwujud. Kadang, apa yang terjadi justru terbalik dengan harapan. Jelas, ini adalah aturan main Sang Pencipta yang tak bisa diganggu gugat. Pada titik ini, kita tak bisa terus memaksakan kehendak, hanya bisa pasrah.

Mencapai tahun perak adalah suatu berkat yang patut disyukuri, apapun situasinya. Ini adalah langkah menuju titik perjalanan hidup berikutnya. Meski semua terasa lambat pun, hidup harus tetap dijalani, karena itulah tugas utama kita sebagai manusia yang masih hidup. Maka, kita tak perlu merasa minder, apalagi iri, jika melihat kesuksesan orang lain, yang berusia sebaya, atau lebih muda dari kita. Karena, pada hakekatnya, hidup adalah sebuah perjalanan, bukan lomba balap, menuju keabadian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun