Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Judi, Sisi Gelap Sepak Bola

8 Maret 2017   09:19 Diperbarui: 8 Maret 2017   09:35 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepakbola, dari satu sisi, olahraga satu ini benar-benar terang benderang. Ada kegembiraan, kebersamaan lintas batas, gelimang popularitas, dan uang. Sisi terang itu, semakin jelas, terutama saat industrialisasi sepakbola Eropa, mulai berputar. Setiap pihak yang terlibat, dipastikan mendapat manfaat ekonomi yang nilainya tidak sedikit. Karena, industrialisasi sepakbola ini, menghasilkan perputaran uang yang angkanya makin besar tiap tahunnya. Sesuatu yang masih belum terwujud seutuhnya, di Liga Indonesia.

Jika kita berada di sisi terang ini, sepakbola adalah olahraga yang terlihat amat menyenangkan, tanpa tekanan. Ketegangan, kegembiraan, atau kesedihan, adalah sensasi, yang akan selalu diingat, atau dinantikan kehadirannya di tiap laga. Bagi pecinta sepakbola sejati, sensasi itu tak ternilai harganya. Tiap momen dalam pertandingan, adalah roh pertandingan, yang mampu menghidupkan suasana, juga menciptakan kebersamaan. Pada titik ini, kegembiraan, dan kebersamaan, jauh lebih penting, dari hasil akhir laga. Dasar hubungan antara fans dan tim yang didukungnya, adalah rasa tulus, bukan transaksional.

Tapi, sepakbola juga memiliki sisi gelap. Sisi gelap ini, muncul dari salah satu sifat dasar manusia; kompulsif. Dalam artian positif, sifat kompulsif, adalah sikap kompetitif, selalu ingin meningkatkan kualitas diri, atau melakukan pembaruan positif (misal: membuat penemuan ilmiah baru yang bermanfaat). Sifat kompulsif, dalam artian positif ini, dapat bermanfaat, baik bagi diri sendiri, maupun sesama.

Dalam artian negatif, sifat kompulsif, adalah sikap serakah, mau menang sendiri, kecanduan, atau sikap curang, hanya karena ingin menang. Dari sinilah, muncul judi, yang dampaknya cenderung merusak dalam kehidupan. Secara universal (lintas agama), dan hukum legal, judi adalah sesuatu yang dilarang, karena dampak merusaknya ini. Ironisnya, salah satu penyakit masyarakat (pekat) ini, justru menjadi salah satu sumber pemasukan terbesar, di era sepakbola industri saat ini. Bagaimanapun, perputaran uang yang besar, dari judi, memang sulit ditolak.

Di negara, dengan kompetisi profesional maju, seperti Inggris, kita sering melihat rumah judi, menjadi sponsor. Dari sisi profesional, itu memang sah-sah saja, karena mereka memang badan yang legal di Inggris. Yang penting, mereka dapat memberi pemasukan untuk klub.

Orang-orang, yang terbiasa berada di sisi gelap ini, terbiasa melihat sepakbola, sebagai sebuah siksaan yang menakutkan, dan transaksional. Bagi mereka, hasil akhir adalah yang utama. Sepakbola, bukan permainan, untuk mereka yang sentimentil. Kejelian pengelola usaha judi, yang menjadikan setiap detail pertandingan, sebagai objek taruhan, sukses membuat sebuah pertandingan menjadi begitu menakutkan, penuh rasa was-was. Jika mereka menang, semua memang akan baik-baik saja. Sayangnya, kemenangan semacam ini, justru membuat si penjudi ketagihan, dan baru berhenti, saat semua benar-benar ludes. Dari judi, mereka, bisa mendapat, atau kehilangan banyak uang dalam sekejap.

Kuatnya keinginan untuk menang, sering menciptakan upaya kreatif, untuk mewujudkannya. Sayang, upaya kreatif ini bersifat negatif; pengaturan skor. Dari sisi permainan, ini jelas adalah bagian dari strategi untuk menang. Tapi, dari sisi olahraga, ini tidak bisa dibenarkan, dan sangat merusak. Kasus pengaturan skor, yang sempat mengguncang Liga Italia, tahun 2006 (Calciopoli), dan 2012 (Scommespoli), menjadi contoh, betapa merusaknya dampak pengaturan skor. Dalam kedua kasus ini, setiap pihak yang didakwa terlibat, mendapat sanksi cukup berat. Ada pemain, yang dilarang aktif bermain, selama kurun waktu tertentu. Ada juga klub, yang dikurangi poinnya. Nasib paling tragis, dialami klub Juventus, yang harus turun ke Serie B tahun 2006. Mereka baru bisa bangkit kembali, dengan meraih scudetto, tahun 2012.

Meski bersifat merusak, tak bisa dipungkiri, bahwa judi adalah bagian industrialisasi sepakbola modern. Industrialisasi sepakbola, adalah bagian penting, untuk mewujudkan kompetisi, yang profesional, dan profitable. Tapi, itu akan sia-sia, jika aspek olahraga justru diabaikan. Maka, ke depannya, masalah judi, khususnya judi bola di Indonesia, perlu ditangani dengan serius. Agar kompetisi di Indonesia benar-benar berkualitas, dan tidak menjadi sumber penyakit masyarakat (pekat).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun