PSSI bahkan mengikuti betul aturan FIFA soal pemain diaspora, yang membatasi garis keturunan maksimal sampai generasi kakek-nenek pemain. Karena itulah, ada pemain diaspora yang batal dinaturalisasi akibat garis keturunan yang tidak sesuai aturan FIFA, seperti pada kasus Mauresmo Hinoke.
Strategi mirip juga digunakan Thailand dan Filipina, yang menemukan sejumlah pemain diaspora, antara lain dari jalur perkawinan pasangan beda negara.
Tapi, ketika Malaysia mendatangkan gerbong pemain naturalisasi kelahiran Spanyol, Brasil dan Argentina sekaligus, tanda tanya langsung mengemuka.
Sebelumnya, Harimau Malaya cukup transparan ketika mendatangkan pemain diaspora seperti Dion Cools dan pemain naturalisasi seperti Romel Morales (kelahiran Kolombia).
Tapi, situasinya sangat berbeda saat 7 pemain, yakni Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Toms Garcs, Rodrigo Julin Holgado, Imanol Javier Machuca, Joo Vitor Brando Figueiredo, Jon Irazbal Iraurgui dan Hector Alejandro Hevel Serrano datang. Tidak ada jejak sejarah yang valid, tidak ada transparansi garis keturunan selain klaim bersifat sepihak, dan proses naturalisasi yang terkesan seperti tahu bulat digoreng dadakan.
Tiba-tiba, Malaysia membawa para pemain naturalisasi itu di tim nasional, dan langsung membabat Vietnam 4-0 di Kualifikasi Piala Asia 2027. Sebuah kemenangan besar yang sempat digadang-gadang jadi tonggak awal kebangkitan tim Negeri Jiran, dalam bungkus Proyek Harimau Malaya.
Tapi, hasil itu belakangan jadi bumerang. Berawal dari keluhan Vietnam, hasil penyelidikan lanjut FIFA menemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen administrasi, terkait tujuh pemain naturalisasi dadakan tersebut. Pada Jumat (26/9) lalu, FIFA pun menjatuhkan sanksi.
FAM didenda 350 ribu franc Swiss (sekitar 7,3 miliar rupiah) dan ketujuh pemain naturalisasi bermasalah tersebut dihukum larangan beraktivitas di sepak bola selama setahun dan denda 2 ribu franc Swiss (sekitar 42 juta rupiah). Untuk ukuran pemain, sanksi ini fatal, karena mirip dengan kasus pelanggaran doping.
Meski sebenarnya masih punya kesempatan banding, jika terbukti bersalah, hukuman FIFA bisa lebih rumit, antara lain dengan menjatuhkan sanksi berat, misalnya didiskualifikasi dari kualifikasi Piala Asia 2027, atau dilarang ikut kualifikasi Piala Asia 2031.
Pada masa lalu, di Asia Tenggara, hukuman atas kasus serupa pernah didapat Timor Leste tahun 2017, saat kedapatan memakai 12 pemain naturalisasi ilegal (mayoritas asal Brasil) di Kualifikasi Piala Asia 2019.
Akibatnya, Timor Leste dilarang ikut Kualifikasi Piala Asia 2023. Semua hasil pertandingan resmi, yang melibatkan pemain ilegal ini pun dibatalkan. Bisa jadi, nasib serupa dialami Malaysia, karena ini termasuk pelanggaran administratif berat.